Suara Dian juga mirip suara Dian Nitami. Aku pikir kalau Anjas sempat melihat Dian Taman Lawang ini dia akan 'embat' juga.
Akhirnya memang kupenuhi jalan-jalannya. Tetapi jalan di sepanjang trotoir pinggir kali di sepanjang Taman Lawang itu. Pada dasarnya kita tahu bahwa waria adalah seorang lelaki yang cenderung ke perempuan-perempuanan. Namun aku sangat terobsesi untuk berhubungan seks dengan para waria. Aku senang karena mereka adalah tetap seorang lelaki. Aku dapatkan kontol mereka, bulu dadanya, ketiaknya, bulu di tangan dan kakinya.
Seorang jantan dengan sedikit wajah lembut, sangat seksi saat mereka memakai busana wanita. Sepatu dengan hak tinggi yang dipakai kaki berbulu, sangat erotis nampaknya. Dada bidang orang jantan memakai blus perempuan yang setipis sutra, duuhh.. Aku akan langsung ngaceng melihatinya. Dan itu kudapatkan pada Dian yang sekarang sedang melangkahkan kakinya di depanku. Aku mengikuti kemana dia mau.
Dian belok kiri dan turun di undakan rerumputan. Dengan sedikit menundukkan kepalanya dia menyingkap sebuah tenda kumuh di pinggir kali. Dengan melepasi sepatu hak tingginya dia mengajak aku masuk. Kami duduk di tikar plastik yang juga kumuh. Hasrat syahwat yang menyala telah menolak segala alibi tentang ruang kumuh yang kotor itu. Tanganku meraih pinggul Dian dan kuraih ke dalam pelukanku. Kami berpagutan.
Tanganku merabai tubuhnya hingga menemukan selangkangannya yang begitu penuh bulu. Kuelusi gundukkan yang masih terbungkus cawat. Sambil menyedoti dada dan pentilnya aku meremasi kontol waria yang gade dan panjang milik Dian. Dia melenguh menikmati remasanku,
"Isep dulu ya Mas, biar nafsu.." permintaannya.
Aku memang pengin kesana. Kubaringkan tubuh Dian ke tikar dan aku merambatinya. Aku menjilati perutnya dan mengenyot-enyot pusernya. Dan mengikuti tangan Dian saat menjamah dan mendorong kepalaku agar lebih turun lagi ke kemaluannya.
Aroma selangkangannya langsung menyambar hidungku. Nafsuku menggelegak. Tanganku meraih kontolnya yang sesak di genggamanku. Aku mulai menjilati dan mengulumnya. Bijih pelernya kulumat-lumat. Dian mendesah histeris.
"Terus maass.. Enakk.." aku jadi bersemangat banget.
Kontol gede yang sesak di mulutku itu kukulum. Aku mulai mengayun. Kepalaku naik turun memompakan mulutku pada kontol Dian. Sambil setiap kali menekan kepalaku pantat dian naik turun membantu memompakan kontolnya ke mulutku. Dan semakin lama semakin cepat. Aku rasa dia pengin secepatnya menumpahkan air maninya ke mulutku.
"Mmaass.. Enaakk.. Aku mau keluar ya.. Di mulut Mas yaa.. Kamu minum pejuhku yaa.." dia mendekati ejakulasi.
Dan kedua paha dan betis penuh bulunya kurasakan merengkuh tubuhku hingga.. Dengan kedutan besar kontolnya memuncratkan air maninya ke tenggorokanku. Aku gelagapan. Aku menelan semua ciran yang disemprotkan kontol Dian. Aku sempat merasakan asin pahitnya.
Hhoohh.. Suara Dian lunglai. Sesaat dia terkapar namun kemudian bangkit.
"Mas mau dikeluarin?" tanyanya padaku.
Aku tidak langsung menjawab. Aku melihatinya.
"Mau dikeluarin nggak?" desaknya.
"Boleh yang lain nggak?" jawabku tanya balik.
"Apaan?"
"Aku pengin kamu kencing di mulutku. Aku pengin minum kencingmu"
"Bener Mas? Boleh. Yok, kebetulan aku memang sedang kebelet nih"
Jawaban enteng yang sangat menggairahkan syahwatku. Mungkin sebelumnya ada tamu-tamu lain yang punya permintaan macam aku. Kami merangkak keluar. Dian menuju ke tepian kali untuk kencing. Aku mengikutinya. Dia minta aku jongkok di sampingnya dan menganga.
Hanya dengan mengangkat gaunnya Dian memegangi kontolnya yang siap memancurkan air seninya tepat ke arah mulutku. Dan sseerr.. Seerr.. Air seninya mengalir deras ke mulutku. Sebagian bisa ku teguk dan sebagian lain tumpah membasahi ke mejaku. Ah, ya sudah. Baunya sangat khas. Warnanya kuning pekat. Aku merasakan asin yang kuat dari kencing itu.
Aku langsung pulang dengan taksi. Mungkin sopirnya kesal akan bau yang kubawa. Sambil duduk di jok belakang aku membuka kancing celana dan mengeluarkan kontolku. Tanpa terlihat sopir, aku melakukan masturbasi hingga ejakulasi. Aku melakukan khayalan adegan ulang bersama Dian tadi. Dalam lipatan kertas tissue spermaku muncrat saat bayangan kencing Dian mancur ke mulutku.
Waria Dukuh Atas
Di arah bawah jembatan Dukuh Atas di tepi kali Malang merupakan terminal waria. Itu merupakan poros komunitas waria dari Dukuh Atas - Taman Lawang - Krakatau yang menjadi pusat orientasi waria Jakarta.
Datang dari Kebayoran, rumahku di Cipete, pada seputar jam 8 malam aku turun dari bis kota di halte Blora kemudian jalan kaki ke arah balik sekitar 150 m. Dari kejauhan aku sudah melihat gerombolan orang-orang di tepi jalan. Itulah mereka para waria Dukuh Atas bersama para 'fans'-nya. Aku akan bergabung di sana.
Mengisi kantong dengan rokok dan korek merupakan modal utama di tengah waria jalanan ini. Aku mampir ke penjual rokok untuk mengisi kantongku dan sekedar minum teh botol sambil melihati situasi lapangan. Nampaknya mereka banyak mondar-mandir di sepanjang rel KA, kereta api, Manggarai ke Tanah Abang. Aku naik ke gundukan rel itu.
Aku melewati beberapa waria yang menegur atau menyapa, namun aku jalan terus. Rasanya belum ada yang mampu menggoda seleraku. Namun..
"Haii.. 'lonely'.. Tunggu donk.."
Aku terhenti karena nada suaranya yang terasa lelakinya. Aku nengok ke arah suara itu. Seorang waria tinggi besar melangkah mendekati aku.
"Cari siapa Maass.." nada lelaki namun bergaya merayu macam perempuan.
"Nyari kamu.." jawabku yang memang langsung terangsang hasrat birahiku melihat postur tinggi dan besarnya.
"Hhiihh.." geregetnya saat telah dekat padaku.
"Kita duduk situ, yok," mengajak aku menepi dimana ada kayu bantalan KA yang melintang yang bisa dimanfaatkan untuk duduk.
"Bagi rokoknya dong".
Kami ngobrol sambil membebaskan tangan-tangan kami untuk 'ngapain saja'. Terus terang aku paling suka pada waria yang gede tinggi macam orang ini. Aku puas saat tanganku merabai dadanya yang bidang dengan bisepsnya yang padat. Aku juga merabai buah dadanya. Duhh.. Enak banget nih kalau ngisepi pentilnya.
"Siapa namamu?"
"Berti', jawabnya. Mungkin maksudnya Berto.
"Kontolmu gede ya..?" elusanku turun ke bawah.
"Lihat saja sendiri," dia menahan tanganku, sementara tangannya merabai pahaku.
"Dimana?"
"Kalau ala kadarnya bisa di tenda tuhh.. Kalau yang lengkap Mas bisa ke pondokkan Mat Sani. Naik becak 3 ribu dari sini. Disana lebih santai. Bisa pesen minuman dan ada kamar mandinya"
"Berapa ?" aku mesti berhitung.
"20 ribu sejam. 35 ribu sampai pagi,"
"Ayo, kesana saja," jawabku tanpa pertimbangan lagi.
Tak sampai 15 menit aku dan Berti telah saling bertelanjang di kamar yang sederhana namun nyaman dan bebas. Hasrat syahwatku berkobar. Terutama sesudah melihat telanjangnya Berti. Tampilan 'shemale'-nya sangat menggiurkan. Aku menelan ludah. Postur itu postur pekerja kasar. Mungkin kuli bangunan.
Aku memeluk tubuhnya yang gede kekar. Kami saling memagut. Aku terangsang akan lumatan bibir dan lumatan lidahnya. Terasa demikian gede di mulutku. Sepintas aku mencium bau rokok kretek dari mulutnya. Tangannya mencemol kontolku, merabai dan meremasinya. Aku menahan nikmat nafsu birahiku. Tanganku juga mencari kontolnya.
Dduhh.. Ini kejutan untukku. Aku serasa menggenggam jagung bakar yang panjang dan gede. Di telapak tanganku aku rasakan urat-urat kontolnya bergelut melingkar-lingkar di batang kontol Berti. Aku meraba bonggol kepalanya yang keras dengan celah dalam lubang kencingnya. Tanganku sangat bergairah mencemol dan meremas-remasinya.
"Mau dientot pantatmu Mas?"
Itu bukan pertanyaan tetapi keinginan. Tangannya langsung merabai pantatku dan jari-jarinya berusaha mengelusi lubang analku. Dia mau kontolnya menembusi analku. Aku sama sekali belum pernah di sodomi. Selama ini aku selalu menghindarinya. Aku ngeri, apakah kontol gede itu tidak akan merobek dinding analku ini.
"Nggak usah takut. Kamu kendori saja. Relaks saja. Urat-urat anal itu sangat elastis kok. Pernah nengok situs interasial khan. Kontol si hitam yang gede banget bisa memasuki pantat bule laki atau perempuan yang sempit. Bahkan ada adegan fisting di mana tangan-tangan bisa menembusi anal atau vagina. Itu berdasarkan ilmu para dokter Mas. Pokoknya enak banget deh. Berti jamin"
Berti menjamin aku nggak akan kesakitan di tembusi kontol gedenya itu. Wah, omongannya bukan omongan kuli, nih. Pasti aku keliru. Siapa tahu dia dokter juga.
Jari-jarinya terus mengutik-utik lubang analku hingga berhasil masuk menembusi hingga setengah jarinya. Sangat sensasional. Aku merasakan erotis banget. Dan lagi, beberapa kali Berti mkenarik jarinya untuk dibawa kemulutnya. Dia bilang semen analku sangat nikmat di lidahnya.
Akhirnya, mungkin perlu untuk mencoba. Dan aku mencoba dengan yang gede ini. Sehingga lain kali aku tak perlu ragu.
Bersambung...
Tuesday, January 31, 2012
Sunday, January 29, 2012
Asmara sang idola - 1
Sore itu ketika speedboat yang membawa penumpang khusus sedang melaju cukup kencang menuju ke sebuah lokasi pertambangan emas di Pulau S. Di deretan tempat duduk paling belakang, yang formasinya terdiri dari dua baris ada sekelompok pemain musik yang akan mengadakan pertunjukan untuk acara farewell party salah seorang yang cukup penting keberadaannya di pertambangan yang bertaraf internasional itu. Salah satunya adalah aku yang di kelompok musik itu sebagai pemegang rythm gitar sekaligus vokalisnya. Perjalanan menempuh waktu sekitar 1, 5 jam dari pelabuhan yang ada di pulau L. Setelah sampai di pelabuhan B, yang di bangun khusus buat kelancaran pertambangan itu sendiri, kami di periksa secara seksama.
Pertambangan ini menerapkan sistem keamanan yang cukup standart, mulai dari pelabuhan pemberangkatan sampai ke pelabuhan kedatangan. Sebelumnya, aku bersama pemain musik lainnya juga telah mendapatkan ID card yang permohonannya membutuhkan waktu 2 minggu. Setelah menjalani pemeriksaan yang cukup intensif dari pihak keamanan dan penjelasan yang cukup tentang segala peraturan selama berada di lokasi pertambangan itu sendiri, selanjutnya kita menuju ke ruangan tunggu untuk menuju lokasi acara.
Tak lama berselang, sebuah mobil kijang telah menjemput kelompok kami. Dalam waktu yang tak kurang dari 45 menit, kita telah sampai di pusat lokasi pertambangan. Tidak pernah terlintas sebelumnya olehku, bahwa lokasi pertambangan yang awalnya adalah sebuah hutan belantara akan menjadi sebuah kota kecil yang nggak kalah sibuknya dibanding dengan kota kecil pada umumnya.
Sebelum kami mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan acara itu sendiri, kita harus menuju ke receptionist pertambangan untuk check-in dan makan siang. Setelah mendapatkan kunci kamar masing-masing dan menempatkan barang bawaan, kita menuju ke kantin pertambangan untuk makan siang.
Sekitar jam 4 sore, handphone salah satu kelompok kita berbunyi yang isi dari pembicaraan antara temanku dan pihak sponsor dari pertambangan meminta kita untuk check sound. Tanpa menunggu waktu lagi, kami mempersiapkan diri untuk datang ke lokasi acara. Menurut temanku yang berbicara lewat handphone, kami akan di jemput oleh pihak sponsor pertambangan sendiri.
Dalam hitungan menit, datanglah sebuah mobil kijang biru yang di dalamnya ternyata seorang gadis cantik berambut sebahu berkulit kuning langsat dan mengenakan celana jeans biru yang dipadu dengan kaos warna serupa. Aku sempat terpana akan kehadiran gadis tersebut dan tak pernah terbayangkan sebelumnya kalo di lokasi kerja yang pada umumnya laki-laki dan berada di tengah hutan belantara ada gadis secantik dan se sexy dia. Dengan gerakan lincah gadis itu turun dari mobil kijang dan berjalan ke arah kami.
"Hei.. Kenalkan nama saya.. Lila", sahutnya dengan mengulurkan tangan nya yang halus.
Selanjutnya secara bergantian kami berjabat tangan buat berkenalan dengannya. Aku mendapat giliran terkahir untuk berkenalan.
"Adietya," ujarku pendek.
Dia memandangku dengan sorot mata yang tajam, sambil masih menggenggam tanganku. Aku merasakan kelembutan telapak tanganya yang membuatku jadi terdiam sesaat.
"Maaf.. ", sahutku sambil melepas genggaman tangannya.
"Kalo nggak salah kamu vokalisnya yah?", ujarnya kemudian.
Aku tersenyum sembari mengiyakan pertanyaannya.
"Kamu tau dari mana?", tanyaku menambahkan.
"Dari daftaf pemain musik yang sudah di fax sebelumnya", jawabnya lagi.
Kembali aku hanya tersenyum mendengar jawabannya. Sepertinya Lala menyimpan perhatian khusus terhadap diriku, yang aku bisa menangkap gelagat itu dari sikapnya yang spontan.
"Kita sudah siap nih", sahutku untuk mengalihkan pembicaraan.
"Baiklah kalo begitu" katanya dengan gerakan ringan dia naik ke mobil yang dia sopiri sendiri.
Tak menunggu waktu lama lagi kita semua naik ke mobil dan menuju ke lokasi acara. Tempat yang di jadikan acara untuk farewell party adalah sebuah taman yang cukup indah pemandangannya, ditengah taman ada sebuah pohon yang sudah cukup tua usianya. Dan beberapa lampu hias serta sejumlah meja berikut kursi taman yang telah di atur dengan rapi.
Setelah check sound yang hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam, selanjutanya kami kembali ke kamar masing-masing. Di dalam kamar ada fasilitas yang cukup memadai, mulai dari tempat tidur yang ukurannya lumayan besar, ac, kamar mandi dengan hot & cold waternya. Yang menurut pendapatku lumayan bagus fasilitas untuk karyawan pertambangan itu sendiri.
Selama di dalam kamar aku sempat merenung sesaat atas kejadian sore tadi, ketika aku berjabat tangan dengan Lila. Masa iya cewek secantik dia belum mempunyai pacar. Aku merasakan kelembutan di balik sorot matanya yang tajam, walaupun itu hanya sekilas. Lamunanku semakin jauh saat aku mengingat betapa sempurnanya sosok Lila. Mulai dari matanya yang bening, hidungnya yang mancung, kemudian leher jenjangnya. Dan tak kalah terkesimanya ketika pandanganku beralih turun menuju ke dadanya. Aku memperkirakan ukuran buah dadanya 36B, di padu dengan bentuk pinggangnya yang ramping dan sepasang kaki jenjangnya yang sexy. Dengan tinggi badan sekitar 170 cm dan berat 50 kg menurut tafsiranku, Lila merupakan sosok gadis yang menjadi idola dari semua kaum adam.
Waktu menunjukan pukul 20.00 wita saat acara baru di mulai. Acara di awali dengan musik instrumentalia dari kita, yang kemudian aku lanjutkan dengan membawakan beberapa lagu lembut sebagai pembuka. Setelah itu acara beralih ke sambutan panitia, serta salam perpisahan dari orang yang akan meninggalkan lokasi pertambangan yang akan kembali ke negara asalnya, dan di akhiri dengan acara makan malam yang diikuti oleh seluruh tamu undangan.
Acara yang berlangsung cukup meriah dan sukses, tentunya menjadikan pihak panitia merasa puas atas semua pihak yang mendukung lancarnya acara itu sendiri. Lila yang mulai dari awal acara terlihat begitu anggun dengan gaun malamnya yang berwarna hitam yang di bagian lehernya begitu rendah, menjadikan dia semakin cantik berbeda dengan penampilannya tadi sore yang hanya mengenakan celana jeans dan kaos.
Penampilanku malam itu juga sedikit berbeda, hanya mengenakan kemeja berlengan pendek warna biru muda dipadu dengan celana jeans biru kesukaanku. Ketika waktu menunjukkan pukul 23.00 wita, para tamu satu persatu mulai meninggalkan tempat acara farewell party berlangsung. Saat itu tinggal beberapa tamu aja yang masih bertahan ngobrol, demikian juga dengan Lila yang masih bercengkerama dengan teman-temannya.
Saat itu acara musik dari kita sudah selesai dan di gantikan dengan CD dari panitia. Sementara aku bersama-sama kelompokku duduk sambil melepas lelah di belakang panggung acara. Aku mulai dihinggapi rasa lelah dan ngantuk karena selama acara berlangsung aku telah menyanyikan lebih dari 25 lagu dan menjadikan aku sedikit capai.
Dengan berjalan perlahan aku menghampiri Lila yang sedang ngobrol dengan teman-temannya. Aku hanya diam ketika sampai didekatnya, karena aku gak mau menggangu pembicaraan mereka. Sekilas Lila memandang ke arahku yang sedang berdiri tak jauh darinya.
"Maaf.. Ya Ver aku tinggal sebentar", kata Lila kepada temannya.
"Ok deh Lil.. Lagian juga aku mau pulang kok ", sahut temannya kemudian.
Lila berjalan kearahku, sambil memberikan senyumnya yang menawan untukku.
"Thanks ya diet.. Acaranya benar-benar sukses", sahutnya gembira.
"Sama-sama Lil.. ", jawabku pendek.
"Oh yah Lil.. Aku permisi duluan yah", ujarku lagi.
"Soalnya kita besok harus bangun pagi-pagi sekali biar gak ketinggalan speedboat" tambahku lagi.
"Sebentar diet.. Kita samaan pulangya, lagian khan yang jemput kalian tadi juga aku", katanya lagi.
"Ok deh.. ", jawabku pelan.
Sepanjang perjalanan kami semua terdiam di dalam mobil, tak terkecuali aku yang duduk di depan bersebelahan dengan Lila. Sesampainya di depan apartement, teman-temanku langsung turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih kepada Lila yang telah mengantarkan aku. Giliran selanjutnya adalah aku yang terakhir turun dari mobil.
"Diet.. Kamu belum ngantuk bener khan?", tanya Lila tiba-tiba.
"Hem.. Sebenarnya belum begitu sih", jawabku perlahan.
"Ada apa emangnya?", tanyaku lagi.
"Kamu mau gak melihat-lihat lokasi pertambangan di malam hari?", tawarnya kemudian.
"Hem.. Boleh deh, lagian aku khan gak selalu ada dipertambangan ini", jawabku meyakinkan.
Dengan cekatan Lila membelokkan mobilnya ke arah perbukitan, yang mana lokasi mesin dan alat-alat berat berada. Perjalanan di tempuh kurang lebih 10 Km, yang kebetulan saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 00.30 wita. Kadang-kadang di dalam perjalanan, kita berpapasan dengan mobil pertambangan lainnya. Menurut keterangan Lila sistem kerja di sini, khususnya yang di lapangan selama 24 jam yang di bagi sebanyak 4 shift.
"Diet suara kamu bagus banget yah.. Saat nyanyi tadi", tiba-tiba suara Lila memecah kesunyian.
Aku yang di puji seperti itu cuman tersenyum aja.
"Makasih yah Lil.. Atas pujiannya", sahutku pelan.
"Aku serius kok bilang begitu", katanya lagi.
"Aku akan sangat bahagia sekali seandainya punya cowok seperti kamu", ujarnya lagi.
"Ah.. Bisa aja kamu Lil", sahutku tersipu oleh pujiannya.
"Sudah suara kamu bagus, lagu-lagu kamu banyak yang romantis", pujinya lagi.
"Pasti deh banyak cewek yang tertarik sama kamu", sahutnya lagi.
"Aku khan cuman pemain musik biasa Lil, bukan artis", jawabku merendah.
Aku mengatakan itu sambil memandang ke arah Lila, yang juga sedang menatapku. Sempat aku tertunduk oleh sorot matanya yang tajam, namun lembut aku rasakan menghujam relung hatiku yang dalam.
Bersambung . . .
Pertambangan ini menerapkan sistem keamanan yang cukup standart, mulai dari pelabuhan pemberangkatan sampai ke pelabuhan kedatangan. Sebelumnya, aku bersama pemain musik lainnya juga telah mendapatkan ID card yang permohonannya membutuhkan waktu 2 minggu. Setelah menjalani pemeriksaan yang cukup intensif dari pihak keamanan dan penjelasan yang cukup tentang segala peraturan selama berada di lokasi pertambangan itu sendiri, selanjutnya kita menuju ke ruangan tunggu untuk menuju lokasi acara.
Tak lama berselang, sebuah mobil kijang telah menjemput kelompok kami. Dalam waktu yang tak kurang dari 45 menit, kita telah sampai di pusat lokasi pertambangan. Tidak pernah terlintas sebelumnya olehku, bahwa lokasi pertambangan yang awalnya adalah sebuah hutan belantara akan menjadi sebuah kota kecil yang nggak kalah sibuknya dibanding dengan kota kecil pada umumnya.
Sebelum kami mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan acara itu sendiri, kita harus menuju ke receptionist pertambangan untuk check-in dan makan siang. Setelah mendapatkan kunci kamar masing-masing dan menempatkan barang bawaan, kita menuju ke kantin pertambangan untuk makan siang.
Sekitar jam 4 sore, handphone salah satu kelompok kita berbunyi yang isi dari pembicaraan antara temanku dan pihak sponsor dari pertambangan meminta kita untuk check sound. Tanpa menunggu waktu lagi, kami mempersiapkan diri untuk datang ke lokasi acara. Menurut temanku yang berbicara lewat handphone, kami akan di jemput oleh pihak sponsor pertambangan sendiri.
Dalam hitungan menit, datanglah sebuah mobil kijang biru yang di dalamnya ternyata seorang gadis cantik berambut sebahu berkulit kuning langsat dan mengenakan celana jeans biru yang dipadu dengan kaos warna serupa. Aku sempat terpana akan kehadiran gadis tersebut dan tak pernah terbayangkan sebelumnya kalo di lokasi kerja yang pada umumnya laki-laki dan berada di tengah hutan belantara ada gadis secantik dan se sexy dia. Dengan gerakan lincah gadis itu turun dari mobil kijang dan berjalan ke arah kami.
"Hei.. Kenalkan nama saya.. Lila", sahutnya dengan mengulurkan tangan nya yang halus.
Selanjutnya secara bergantian kami berjabat tangan buat berkenalan dengannya. Aku mendapat giliran terkahir untuk berkenalan.
"Adietya," ujarku pendek.
Dia memandangku dengan sorot mata yang tajam, sambil masih menggenggam tanganku. Aku merasakan kelembutan telapak tanganya yang membuatku jadi terdiam sesaat.
"Maaf.. ", sahutku sambil melepas genggaman tangannya.
"Kalo nggak salah kamu vokalisnya yah?", ujarnya kemudian.
Aku tersenyum sembari mengiyakan pertanyaannya.
"Kamu tau dari mana?", tanyaku menambahkan.
"Dari daftaf pemain musik yang sudah di fax sebelumnya", jawabnya lagi.
Kembali aku hanya tersenyum mendengar jawabannya. Sepertinya Lala menyimpan perhatian khusus terhadap diriku, yang aku bisa menangkap gelagat itu dari sikapnya yang spontan.
"Kita sudah siap nih", sahutku untuk mengalihkan pembicaraan.
"Baiklah kalo begitu" katanya dengan gerakan ringan dia naik ke mobil yang dia sopiri sendiri.
Tak menunggu waktu lama lagi kita semua naik ke mobil dan menuju ke lokasi acara. Tempat yang di jadikan acara untuk farewell party adalah sebuah taman yang cukup indah pemandangannya, ditengah taman ada sebuah pohon yang sudah cukup tua usianya. Dan beberapa lampu hias serta sejumlah meja berikut kursi taman yang telah di atur dengan rapi.
Setelah check sound yang hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam, selanjutanya kami kembali ke kamar masing-masing. Di dalam kamar ada fasilitas yang cukup memadai, mulai dari tempat tidur yang ukurannya lumayan besar, ac, kamar mandi dengan hot & cold waternya. Yang menurut pendapatku lumayan bagus fasilitas untuk karyawan pertambangan itu sendiri.
Selama di dalam kamar aku sempat merenung sesaat atas kejadian sore tadi, ketika aku berjabat tangan dengan Lila. Masa iya cewek secantik dia belum mempunyai pacar. Aku merasakan kelembutan di balik sorot matanya yang tajam, walaupun itu hanya sekilas. Lamunanku semakin jauh saat aku mengingat betapa sempurnanya sosok Lila. Mulai dari matanya yang bening, hidungnya yang mancung, kemudian leher jenjangnya. Dan tak kalah terkesimanya ketika pandanganku beralih turun menuju ke dadanya. Aku memperkirakan ukuran buah dadanya 36B, di padu dengan bentuk pinggangnya yang ramping dan sepasang kaki jenjangnya yang sexy. Dengan tinggi badan sekitar 170 cm dan berat 50 kg menurut tafsiranku, Lila merupakan sosok gadis yang menjadi idola dari semua kaum adam.
Waktu menunjukan pukul 20.00 wita saat acara baru di mulai. Acara di awali dengan musik instrumentalia dari kita, yang kemudian aku lanjutkan dengan membawakan beberapa lagu lembut sebagai pembuka. Setelah itu acara beralih ke sambutan panitia, serta salam perpisahan dari orang yang akan meninggalkan lokasi pertambangan yang akan kembali ke negara asalnya, dan di akhiri dengan acara makan malam yang diikuti oleh seluruh tamu undangan.
Acara yang berlangsung cukup meriah dan sukses, tentunya menjadikan pihak panitia merasa puas atas semua pihak yang mendukung lancarnya acara itu sendiri. Lila yang mulai dari awal acara terlihat begitu anggun dengan gaun malamnya yang berwarna hitam yang di bagian lehernya begitu rendah, menjadikan dia semakin cantik berbeda dengan penampilannya tadi sore yang hanya mengenakan celana jeans dan kaos.
Penampilanku malam itu juga sedikit berbeda, hanya mengenakan kemeja berlengan pendek warna biru muda dipadu dengan celana jeans biru kesukaanku. Ketika waktu menunjukkan pukul 23.00 wita, para tamu satu persatu mulai meninggalkan tempat acara farewell party berlangsung. Saat itu tinggal beberapa tamu aja yang masih bertahan ngobrol, demikian juga dengan Lila yang masih bercengkerama dengan teman-temannya.
Saat itu acara musik dari kita sudah selesai dan di gantikan dengan CD dari panitia. Sementara aku bersama-sama kelompokku duduk sambil melepas lelah di belakang panggung acara. Aku mulai dihinggapi rasa lelah dan ngantuk karena selama acara berlangsung aku telah menyanyikan lebih dari 25 lagu dan menjadikan aku sedikit capai.
Dengan berjalan perlahan aku menghampiri Lila yang sedang ngobrol dengan teman-temannya. Aku hanya diam ketika sampai didekatnya, karena aku gak mau menggangu pembicaraan mereka. Sekilas Lila memandang ke arahku yang sedang berdiri tak jauh darinya.
"Maaf.. Ya Ver aku tinggal sebentar", kata Lila kepada temannya.
"Ok deh Lil.. Lagian juga aku mau pulang kok ", sahut temannya kemudian.
Lila berjalan kearahku, sambil memberikan senyumnya yang menawan untukku.
"Thanks ya diet.. Acaranya benar-benar sukses", sahutnya gembira.
"Sama-sama Lil.. ", jawabku pendek.
"Oh yah Lil.. Aku permisi duluan yah", ujarku lagi.
"Soalnya kita besok harus bangun pagi-pagi sekali biar gak ketinggalan speedboat" tambahku lagi.
"Sebentar diet.. Kita samaan pulangya, lagian khan yang jemput kalian tadi juga aku", katanya lagi.
"Ok deh.. ", jawabku pelan.
Sepanjang perjalanan kami semua terdiam di dalam mobil, tak terkecuali aku yang duduk di depan bersebelahan dengan Lila. Sesampainya di depan apartement, teman-temanku langsung turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih kepada Lila yang telah mengantarkan aku. Giliran selanjutnya adalah aku yang terakhir turun dari mobil.
"Diet.. Kamu belum ngantuk bener khan?", tanya Lila tiba-tiba.
"Hem.. Sebenarnya belum begitu sih", jawabku perlahan.
"Ada apa emangnya?", tanyaku lagi.
"Kamu mau gak melihat-lihat lokasi pertambangan di malam hari?", tawarnya kemudian.
"Hem.. Boleh deh, lagian aku khan gak selalu ada dipertambangan ini", jawabku meyakinkan.
Dengan cekatan Lila membelokkan mobilnya ke arah perbukitan, yang mana lokasi mesin dan alat-alat berat berada. Perjalanan di tempuh kurang lebih 10 Km, yang kebetulan saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 00.30 wita. Kadang-kadang di dalam perjalanan, kita berpapasan dengan mobil pertambangan lainnya. Menurut keterangan Lila sistem kerja di sini, khususnya yang di lapangan selama 24 jam yang di bagi sebanyak 4 shift.
"Diet suara kamu bagus banget yah.. Saat nyanyi tadi", tiba-tiba suara Lila memecah kesunyian.
Aku yang di puji seperti itu cuman tersenyum aja.
"Makasih yah Lil.. Atas pujiannya", sahutku pelan.
"Aku serius kok bilang begitu", katanya lagi.
"Aku akan sangat bahagia sekali seandainya punya cowok seperti kamu", ujarnya lagi.
"Ah.. Bisa aja kamu Lil", sahutku tersipu oleh pujiannya.
"Sudah suara kamu bagus, lagu-lagu kamu banyak yang romantis", pujinya lagi.
"Pasti deh banyak cewek yang tertarik sama kamu", sahutnya lagi.
"Aku khan cuman pemain musik biasa Lil, bukan artis", jawabku merendah.
Aku mengatakan itu sambil memandang ke arah Lila, yang juga sedang menatapku. Sempat aku tertunduk oleh sorot matanya yang tajam, namun lembut aku rasakan menghujam relung hatiku yang dalam.
Bersambung . . .
Gairah tetangga - 5
"Tok tok tok.." ada yang mengetuk pintu samping. Kemudian aku ke situ, Tante Ida pikirku. Waktu itu aku tidak jadi senang mikir sebenarnya karena aku sendirian bisa main lagi sama Tante Ida di rumahku. Kubuka pintu, ternyata Mbak Icih membawa nampan dan katanya, "Mas To, ini dari Tante Ida, beliau ada tamu luar kota mesti ditemenin ke stasiun jemput saudara, katanya gitu dan ini disuruh makan dan Mbak disuruh nemenin Mas To sampai selesai makan. Bu Etty dan anak-anak juga ikut semua." Aku bengong dan kupandang Mbak Icih biasa-biasa saja. Aku ambil nampan dan kukatakan,
"Tidak usah ditemenin deh Mbak, aku bisa."
"Ah jangan Mas To entar saya dimarahin, lagian di rumah tidak ada orang, saya rada takut sendirian."
"Lho sudah dikunci belum rumahnya," tanyaku.
"Sudah Mas."
"Iya sudah masuk deh Mbak!"
Aku makan dan Mbak Icih duduk di dingklik nonton TV, biasa sinetron "blo'on" Indonesia. Tiba-tiba Mbak Icih cekikan pelan, aku lihat di TV pas ada iklan, Srimulat rupanya. Aku masih mikir soal ketangkap tadi. Akhirnya aku ngomong to the point.
"Mbak Icih jangan cerita siapa-siapa ya soal tadi di kamar Bu Etty."
"Oh itu tidak apa-apa kok Mas To, di rumah situ mah bebas saja. Hanya saya ya kaget saja karena tadi saya kira tidak ada orang."
"Maksud Mbak gimana, bingung aku."
"Oh gini loh Mas To. Kalau laki perempuan kan lumrah suka gituan."
Aku jadi tambah bengong saja, ini orang ngomong apa sih.
"Mbak Icih kan sudah pernah kawin.." lanjutnya sambil senyum-senyum.
Dan di dingklik itu ia duduk sambil cerita sedikit sembarangan, sehingga sarungnya tersingkap di tengah. Aku menangkap pemandangan itu kelihatan betisnya, eh.. ini orang mulus juga. Biasanya orang dari desa suka kurang terawat, aku sekarang jadi melihat secara sadar, wah ini orang boleh juga.
Aku tidak jelas umurnya berapa, tapi orangnya rapi dan feminin. Buah dadanya kulihat naik-turun di balik kaos lusuh pemberian majikannya, barangkali kira-kira separuh Bu Etty dan Tante Ida deh. Si "Ujang" di balik celanaku terasa mulai bergerak-gerak lagi. Waktu itu sudah jam 07.00-an rasanya. Selesai makan aku sikat gigi di kamar mandi dan kudengar Mbak Icih beres-beres dan cuci piring. Keluar dari situ, kulihat Mbak Icih masih nyuci dan kupandang dari belakang. Mak.. pantatnya molek di balik ketatnya sarungnya itu tampak jelas. Aku berdiri di sampingnya dan kami saling memandang dan seperti ada kontak hati saja. Suasananya terasa seperti ada listriknya antara kami, dan aku ulurkan tanganku meraba pantatnya dan naik ke pinggangnya. Kupeluk dari belakang dan kumasukkan tanganku ke depan di bawah kaosnya, terasa BH-nya yang kasar menutup buah dadanya. Aku remas-remas dari luar BH-nya, dan terasa pantat Mbak Icih mundur merapat ke penisku bergeser-geser. Kucium kuduknya dan ia menggelinjang.
"Entar dulu Mas To, piringnya pecah entar," ujarnya perlahan.
"Taruh saja dulu," jawabku.
Aku tarik BH-nya ke atas dan mulai kuraba dengan telapak tanganku, kedua puting susunya yang segera saja mengeras sensitif sekali. Mbak Icih lemas dan bersandar ke aku dan ke tempat cuci piring. Penisku sudah tegang keras dan menusuk dari dalam celanaku ke pantatnya. Kuturunkan tanganku dan kulepaskan sarungnya dan jatuhlah sarungnya ke kakinya tinggal celana dalamnya dari kain bekas terigu itu. Tangan kananku masuk dan telapak tanganku menangkup di atas vaginanya, tangan kiriku masih meremas-remas buah dadanya. Celana dalamnya longgar dan kudorong ke bawah sampai ke lututnya dan kutarik dengan jari kakiku sampai turun ke pergelangan kakinya. Tangan Mbak Icih juga diulur ke belakang dan mencengkeram batang yang membara sambil ia mendesah kegelian. Kulihat lengan atasnya merinding-rinding, keenakan rupanya dia. Aku turunkan celanaku dan kemudian kuangkat pahanya sebelah dan kubisikkan, "Mbak taruh di atas pinggir bak itu.."
Jadi sekarang vaginanya pas terbuka di depan penisku yang sudah mengacung ke atas.
"Ini cara apa Mas To," keluhnya, "Masukin dong Mas masukin!" Aku hanya maju-mundur mengarukkan penisku di sekitar pantatnya dan lubang vaginanya. Tanganku masih aktif meremas-remas terus buah dadanya. Mbak Icih berusaha menggapai batangku tapi aku menghindar dan Mbak Icih tambah kencang desahnya karena jariku sekarang memilin-milin bibir vaginanya dari depan sambil berusaha mencari klitoris yang tadi diajari Bu Etty. "Mass.. Mass.. Ayo dong.. masukin..!" keluhnya. Aku tarik BH-nya ke atas dan mulai kuraba dengan telapak tanganku kedua puting susunya yang segera saja mengeras sensitif sekali. Mbak Icih lemas dan bersandar ke aku dan ke tempat cuci piring. Penisku sudah tegang dengan keras dan menusuk dari dalam celanaku ke pantatnya. Kuturunkan tanganku dan kulepaskan sarungnya dan jatuhlah sarungnya ke kakinya tinggal celana dalamnya dari kain bekas terigu itu. Tangan kananku masuk dan telapak tanganku menangkup di atas vaginanya tangan kiriku masih meremas-remas buah dadanya. Celana dalamnya longgar dan kudorong ke bawah sampai ke lututnya dan kutarik dengan jari kakiku sampai turun ke pergelangan kakinya. Tangan Mbak Icih juga diulur ke belakang dan mencengkeram batang yang membara sambil ia mendesah kegelian, kulihat lengan atasnya merinding-rinding, keenakan rupanya dia. Aku turunkan celana dalamku dan kemudian kuangkat pahanya sebelah dan kubisikkan, "Mbak taruh di atas pinggir bak itu." Jadi sekarang vaginanya pas terbuka di depan penisku yang sudah ngacung ke atas.
"Ini cara apa Mas To," keluhnya, "Masukin dong Mas, masukin!" Aku hanya maju-mundur menggarukkan penisku di sekitar pantatnya dan nyundul-nyundul lubang vaginanya. Tanganku masih aktif meremas-remas terus buah dadanya. Mbak Icih berusaha menggapai batangku tapi aku menghindar dan Mbak Icih tambah kencang desahnya karena jariku sekarang memilin-milin bibir vaginanya di depan sambil berusaha mencari klitoris yang tadi diajari Bu Etty. "Mass.. Mass.. Ayo dong.. masukin.." Keluhnya mendesah-desah basah suaranya, menambah seru dan panas. Aku lepas t-shirt-ku dan kaos Mbak Icih, BH hitamnya yang sudah tersingkap kurengut dan telanjang bulatlah kami.
Aku terus sengaja hanya menciumi dan menggigiti telinganya, dan tiap kali merinding bulu tengkuknya, kelihatan pori-pori lengannya meremang dan ia menggelinjang geli. Penisku tergosok-gosok celah di antara bukit pantatnya tiap ia menggelinjang. Kupeluk terus dari belakang dan pahanya masih tetap di atas bak yang sebelah. Penis kugaruk-garukkan ke tepian lubangnya dan banjir cairan kental dari lubangnya tambah banyak, berkilap-kilap mengalir di sepanjang paha yang satu. Ia mencoba lagi menggapai penisku tapi aku mundur dan tetap kupelintir klitorisnya dan kugosok-gosok lembar dalam bibir vaginanya dengan ujung kuku. Mbak Icih tambah panik dan keluhannya seperti orang yang sudah mau menangis kepingin sekali. "Ahh Mas To, ayo dong masukinn Mass.. Mbak tidak kuat lagii.." kepalanya digoyang-goyangnya ke kanan ke kiri (katanya, orang ekstasi juga gitu ya).
P.S: Aku memang lagi iseng ingin eksperimen setelah dicakar, dicekik kepala penisku sama Bu Etty pertama kali, pas aku mau muncrat itu.. memang loh bener lebih enak, gayanya kalau tidak langsung digebrusin muncrat, dan kalau high dengan narkoba gitu ya. Amit-amit, aku tidak pernah mencoba sekali juga (habis menurutku goblok tuh yang main narkoba dan obat batuk hitam, apa urusannya, ya aku yang ngetik).
"Iya.." Mbak Icih membisikkanku dekat sekali telinganya dan mengembus ke lubang, kugigit juga sedikit anak telinganya. Kumasukkan sedikit dari bawah penisku ke mulut lubang vaginanya dan kupegang batang panisku dan kuputar-putar di gerbang itu tanpa aku dorong masuk. Mbak Icih berusaha memasukkan lebih dalam tapi kutarik kalau dia agak turun. "Mass.. jangan disiksa dong.. tusukkin tusukkinn.." jeritnya agak keras. Aku kaget juga, gila ini Mbak. Nafsunya sudah tidak terkendali lagi. Ya sudah aku masukkan setengah dan kugoyang pinggulku dan ia juga segera naik-turun. Tangan kiriku meremas-remas buah dadanya dan sambil memulir-mulir puting susunya yang sudah keras seperti kerikil. Erangan Mbak Icih menambah erotisnya, dan busyet.. empotan vaginanya bukan main, beda sekali dengan Bu Etty atau Tante Ida, agak kering tapi tetap enak sekali. Kepala penisku terasa digenggam beludru dengan mapan sekali. Berkunang-kunang rasanya mataku, kugigit lagi sedikit pundaknya sambil kuciumi terus kuduknya. Tangan Mbak Icih menjulur ke belakang dan meremas-remas bukit pantatku, sementara tanganku satu lagi juga tidak menganggur memoles-moles, kupetik-petik biji klitorisnya yang tambah nongol keluar. Gila ada sebesar kacang Garuda yang belum dikupas. Terasa keluar dari lubang sisi atas vaginanya, keras-keras empuk. Mbak Icih tambah menggerung-gerung, "Ahh.. ahh.. Mas Mass.." dan tiba-tiba ia turunkan kakinya dari bak dan menarik pantatku dan masuklah amblas sedalam-dalamnya penisku. Pantatnya menempel rapat sekali. Terasa lincir karena keringat kami yang sambil berdiri mengalir. Bau badan Mbak Icih itu seperti bunga melati, sama dengan orang Cendana suka melati dia ini). Bersih, biar dia orang dari kampung tapi sepertinya mengerti kebersihan badan.
Bersambung...
"Tidak usah ditemenin deh Mbak, aku bisa."
"Ah jangan Mas To entar saya dimarahin, lagian di rumah tidak ada orang, saya rada takut sendirian."
"Lho sudah dikunci belum rumahnya," tanyaku.
"Sudah Mas."
"Iya sudah masuk deh Mbak!"
Aku makan dan Mbak Icih duduk di dingklik nonton TV, biasa sinetron "blo'on" Indonesia. Tiba-tiba Mbak Icih cekikan pelan, aku lihat di TV pas ada iklan, Srimulat rupanya. Aku masih mikir soal ketangkap tadi. Akhirnya aku ngomong to the point.
"Mbak Icih jangan cerita siapa-siapa ya soal tadi di kamar Bu Etty."
"Oh itu tidak apa-apa kok Mas To, di rumah situ mah bebas saja. Hanya saya ya kaget saja karena tadi saya kira tidak ada orang."
"Maksud Mbak gimana, bingung aku."
"Oh gini loh Mas To. Kalau laki perempuan kan lumrah suka gituan."
Aku jadi tambah bengong saja, ini orang ngomong apa sih.
"Mbak Icih kan sudah pernah kawin.." lanjutnya sambil senyum-senyum.
Dan di dingklik itu ia duduk sambil cerita sedikit sembarangan, sehingga sarungnya tersingkap di tengah. Aku menangkap pemandangan itu kelihatan betisnya, eh.. ini orang mulus juga. Biasanya orang dari desa suka kurang terawat, aku sekarang jadi melihat secara sadar, wah ini orang boleh juga.
Aku tidak jelas umurnya berapa, tapi orangnya rapi dan feminin. Buah dadanya kulihat naik-turun di balik kaos lusuh pemberian majikannya, barangkali kira-kira separuh Bu Etty dan Tante Ida deh. Si "Ujang" di balik celanaku terasa mulai bergerak-gerak lagi. Waktu itu sudah jam 07.00-an rasanya. Selesai makan aku sikat gigi di kamar mandi dan kudengar Mbak Icih beres-beres dan cuci piring. Keluar dari situ, kulihat Mbak Icih masih nyuci dan kupandang dari belakang. Mak.. pantatnya molek di balik ketatnya sarungnya itu tampak jelas. Aku berdiri di sampingnya dan kami saling memandang dan seperti ada kontak hati saja. Suasananya terasa seperti ada listriknya antara kami, dan aku ulurkan tanganku meraba pantatnya dan naik ke pinggangnya. Kupeluk dari belakang dan kumasukkan tanganku ke depan di bawah kaosnya, terasa BH-nya yang kasar menutup buah dadanya. Aku remas-remas dari luar BH-nya, dan terasa pantat Mbak Icih mundur merapat ke penisku bergeser-geser. Kucium kuduknya dan ia menggelinjang.
"Entar dulu Mas To, piringnya pecah entar," ujarnya perlahan.
"Taruh saja dulu," jawabku.
Aku tarik BH-nya ke atas dan mulai kuraba dengan telapak tanganku, kedua puting susunya yang segera saja mengeras sensitif sekali. Mbak Icih lemas dan bersandar ke aku dan ke tempat cuci piring. Penisku sudah tegang keras dan menusuk dari dalam celanaku ke pantatnya. Kuturunkan tanganku dan kulepaskan sarungnya dan jatuhlah sarungnya ke kakinya tinggal celana dalamnya dari kain bekas terigu itu. Tangan kananku masuk dan telapak tanganku menangkup di atas vaginanya, tangan kiriku masih meremas-remas buah dadanya. Celana dalamnya longgar dan kudorong ke bawah sampai ke lututnya dan kutarik dengan jari kakiku sampai turun ke pergelangan kakinya. Tangan Mbak Icih juga diulur ke belakang dan mencengkeram batang yang membara sambil ia mendesah kegelian. Kulihat lengan atasnya merinding-rinding, keenakan rupanya dia. Aku turunkan celanaku dan kemudian kuangkat pahanya sebelah dan kubisikkan, "Mbak taruh di atas pinggir bak itu.."
Jadi sekarang vaginanya pas terbuka di depan penisku yang sudah mengacung ke atas.
"Ini cara apa Mas To," keluhnya, "Masukin dong Mas masukin!" Aku hanya maju-mundur mengarukkan penisku di sekitar pantatnya dan lubang vaginanya. Tanganku masih aktif meremas-remas terus buah dadanya. Mbak Icih berusaha menggapai batangku tapi aku menghindar dan Mbak Icih tambah kencang desahnya karena jariku sekarang memilin-milin bibir vaginanya dari depan sambil berusaha mencari klitoris yang tadi diajari Bu Etty. "Mass.. Mass.. Ayo dong.. masukin..!" keluhnya. Aku tarik BH-nya ke atas dan mulai kuraba dengan telapak tanganku kedua puting susunya yang segera saja mengeras sensitif sekali. Mbak Icih lemas dan bersandar ke aku dan ke tempat cuci piring. Penisku sudah tegang dengan keras dan menusuk dari dalam celanaku ke pantatnya. Kuturunkan tanganku dan kulepaskan sarungnya dan jatuhlah sarungnya ke kakinya tinggal celana dalamnya dari kain bekas terigu itu. Tangan kananku masuk dan telapak tanganku menangkup di atas vaginanya tangan kiriku masih meremas-remas buah dadanya. Celana dalamnya longgar dan kudorong ke bawah sampai ke lututnya dan kutarik dengan jari kakiku sampai turun ke pergelangan kakinya. Tangan Mbak Icih juga diulur ke belakang dan mencengkeram batang yang membara sambil ia mendesah kegelian, kulihat lengan atasnya merinding-rinding, keenakan rupanya dia. Aku turunkan celana dalamku dan kemudian kuangkat pahanya sebelah dan kubisikkan, "Mbak taruh di atas pinggir bak itu." Jadi sekarang vaginanya pas terbuka di depan penisku yang sudah ngacung ke atas.
"Ini cara apa Mas To," keluhnya, "Masukin dong Mas, masukin!" Aku hanya maju-mundur menggarukkan penisku di sekitar pantatnya dan nyundul-nyundul lubang vaginanya. Tanganku masih aktif meremas-remas terus buah dadanya. Mbak Icih berusaha menggapai batangku tapi aku menghindar dan Mbak Icih tambah kencang desahnya karena jariku sekarang memilin-milin bibir vaginanya di depan sambil berusaha mencari klitoris yang tadi diajari Bu Etty. "Mass.. Mass.. Ayo dong.. masukin.." Keluhnya mendesah-desah basah suaranya, menambah seru dan panas. Aku lepas t-shirt-ku dan kaos Mbak Icih, BH hitamnya yang sudah tersingkap kurengut dan telanjang bulatlah kami.
Aku terus sengaja hanya menciumi dan menggigiti telinganya, dan tiap kali merinding bulu tengkuknya, kelihatan pori-pori lengannya meremang dan ia menggelinjang geli. Penisku tergosok-gosok celah di antara bukit pantatnya tiap ia menggelinjang. Kupeluk terus dari belakang dan pahanya masih tetap di atas bak yang sebelah. Penis kugaruk-garukkan ke tepian lubangnya dan banjir cairan kental dari lubangnya tambah banyak, berkilap-kilap mengalir di sepanjang paha yang satu. Ia mencoba lagi menggapai penisku tapi aku mundur dan tetap kupelintir klitorisnya dan kugosok-gosok lembar dalam bibir vaginanya dengan ujung kuku. Mbak Icih tambah panik dan keluhannya seperti orang yang sudah mau menangis kepingin sekali. "Ahh Mas To, ayo dong masukinn Mass.. Mbak tidak kuat lagii.." kepalanya digoyang-goyangnya ke kanan ke kiri (katanya, orang ekstasi juga gitu ya).
P.S: Aku memang lagi iseng ingin eksperimen setelah dicakar, dicekik kepala penisku sama Bu Etty pertama kali, pas aku mau muncrat itu.. memang loh bener lebih enak, gayanya kalau tidak langsung digebrusin muncrat, dan kalau high dengan narkoba gitu ya. Amit-amit, aku tidak pernah mencoba sekali juga (habis menurutku goblok tuh yang main narkoba dan obat batuk hitam, apa urusannya, ya aku yang ngetik).
"Iya.." Mbak Icih membisikkanku dekat sekali telinganya dan mengembus ke lubang, kugigit juga sedikit anak telinganya. Kumasukkan sedikit dari bawah penisku ke mulut lubang vaginanya dan kupegang batang panisku dan kuputar-putar di gerbang itu tanpa aku dorong masuk. Mbak Icih berusaha memasukkan lebih dalam tapi kutarik kalau dia agak turun. "Mass.. jangan disiksa dong.. tusukkin tusukkinn.." jeritnya agak keras. Aku kaget juga, gila ini Mbak. Nafsunya sudah tidak terkendali lagi. Ya sudah aku masukkan setengah dan kugoyang pinggulku dan ia juga segera naik-turun. Tangan kiriku meremas-remas buah dadanya dan sambil memulir-mulir puting susunya yang sudah keras seperti kerikil. Erangan Mbak Icih menambah erotisnya, dan busyet.. empotan vaginanya bukan main, beda sekali dengan Bu Etty atau Tante Ida, agak kering tapi tetap enak sekali. Kepala penisku terasa digenggam beludru dengan mapan sekali. Berkunang-kunang rasanya mataku, kugigit lagi sedikit pundaknya sambil kuciumi terus kuduknya. Tangan Mbak Icih menjulur ke belakang dan meremas-remas bukit pantatku, sementara tanganku satu lagi juga tidak menganggur memoles-moles, kupetik-petik biji klitorisnya yang tambah nongol keluar. Gila ada sebesar kacang Garuda yang belum dikupas. Terasa keluar dari lubang sisi atas vaginanya, keras-keras empuk. Mbak Icih tambah menggerung-gerung, "Ahh.. ahh.. Mas Mass.." dan tiba-tiba ia turunkan kakinya dari bak dan menarik pantatku dan masuklah amblas sedalam-dalamnya penisku. Pantatnya menempel rapat sekali. Terasa lincir karena keringat kami yang sambil berdiri mengalir. Bau badan Mbak Icih itu seperti bunga melati, sama dengan orang Cendana suka melati dia ini). Bersih, biar dia orang dari kampung tapi sepertinya mengerti kebersihan badan.
Bersambung...
iSTERI CURANG
Isteriku Curang
Nama aku Jali bin Sulaiman. Aku seorang guru yang sedang mengajar di Ampang. Aku sudah beristeri dan mempunyai 3 orang cahaya mata. Kehidupan keluargaku cukup bahagia dan agak sederhana mewah. Aku mempunyai seorang adik bernama Johari yang tinggal dikampung.
Dia masih bujang dan berumur dalam lingkungan 20an. Selama ini dia hanya mengerjakan kerja-kerja kampung almaklum sajalah dengan sijil PMR apa sangat yang boleh dibuatnya. Oleh kerana atas dasar rasa tanggung jawab aku mengajak Johari ke KL untuk mencari rezeki di sini. Kebetulan Ah Chong, kawanku mempunyai bengkel kereta, boleh Johari kerja sebagai kulinya dibengkel yang terletak di Lembah Keramat.
Sudah lebih sebulan Johari di rumahku. Tiada apa yang mencurigakan cuma aku sejak akhir ni agak sibuk dengan kerja sekolah maklum sajalah peperiksaan semakin hampir dan kebetulan aku sebagai guru panitia Matematik sememangnya sibuk termasuk untuk menguruskan peperiksaan yang diadakan peringkat daerah. Justeru aku kerap balik lewat dan dalam keadaan yang amat letih sekali. Sudah 2 bulan aku tidak menjamah tubuh Selena, isteriku. Aku sedar, Selena seperti kegelisahan setiap malam seolah menantikan aku. Tapi apakan daya, aku sangat letih. Namun sejak dua minggu kebelakangan ini aku dapati Selena amat selesa sekali dan aku perhatikan moodnya cukup baik terutamanya bila Johari ada dirumah. Aku mula curiga. Satu malam, aku mendapat satu akal. Aku memasang kemera video dan kusembunyikan didalam almari dengan lensanya mengadap kearah katil.
Setibanya aku dari sekolah pada malam itu aku terus mencapai kamera dan menontonya didalam bilik air. Alangkah terperanjatnya aku melihat mimpi buruk yang kusangkakan menjadi kenyataan. Selena begitu mesra dengan Johari seolah seperti sepasang kekasih. Kedua-duanya berbogel dan bergurau senda dengan begitu mesra sekali. Yang paling malang ialah Johari mengadakan hubungan seks dengan Selena, kakak iparnya sendiri. Aku melihat bagaimana Johari begitu mahir dalam urusan mengadakan hubungan seks itu. Dengan gaya seolah seperti dalam cerita blue dia bergomol dengan Selena dan mencium pantat isteriku dengan begitu ghairah sekali lantas Selena pula mengulum batang pelir Johari.
Tidak kusangka Selena yang begitu pemalu ketika melakukan adengan ranjang dengan aku begitu lagaknya dengan Johari. Aku sendiri tidak tahu langsung bahawa dengan berbuat seperti yang dibuat oleh Johari akan menaikkan nafsu Selena. Aku tidak tahu jika dikucup bahagian tertentu akan menaikkan nafsu orang perempuan. Yang aku tahu hanyalah bergurau dan lantas memasukkan batang pelir kedalam lubang pantat mereka maka berjalanlah proses seks. Nampaknya baru aku tahu selama ini Selena tidak puas dalam melakukan hubungan denganku lalu diajak Johari memuaskan nafsunya.
Rakaman dalam video persis seperti adengan dalam filem blue. Aku sungguh marah tetapi malu. Nampaknya aku tidak sejantan seperti adikku. Mulai hari itu, Selena aku ceraikan dengan talak satu dan proses penceraian masih di peringkat penentuan hak penjagaan anak di Mahkamah Syariah Kuala Lumpur. Nasihatku pada para pembaca Citemelayu ialah agar banyakkanlah ilmu dalam menjalankan hubungan seks dengan isteri kerana kepuasan nafsu seks mereka akan menjamin kebahgiaan rumahtangga. Belajarlah dengan mereka yang tahu kerana aku tahu lebih dari 80% orang Melayu atau rakyat Malaysia amnya tidak mendapat kepuasan sebenar dalam aktiviti seks mereka.
SEX IS LIFE. Dan jangan biarkan saudara lelaki anda tinggal sebumbung dengan isteri anda tanpa ada sesiapapun dirumah kerana dugaan syaitan amat kuat. Jadikanlah cerita aku ini sebagai pedoman.
Nama aku Jali bin Sulaiman. Aku seorang guru yang sedang mengajar di Ampang. Aku sudah beristeri dan mempunyai 3 orang cahaya mata. Kehidupan keluargaku cukup bahagia dan agak sederhana mewah. Aku mempunyai seorang adik bernama Johari yang tinggal dikampung.
Dia masih bujang dan berumur dalam lingkungan 20an. Selama ini dia hanya mengerjakan kerja-kerja kampung almaklum sajalah dengan sijil PMR apa sangat yang boleh dibuatnya. Oleh kerana atas dasar rasa tanggung jawab aku mengajak Johari ke KL untuk mencari rezeki di sini. Kebetulan Ah Chong, kawanku mempunyai bengkel kereta, boleh Johari kerja sebagai kulinya dibengkel yang terletak di Lembah Keramat.
Sudah lebih sebulan Johari di rumahku. Tiada apa yang mencurigakan cuma aku sejak akhir ni agak sibuk dengan kerja sekolah maklum sajalah peperiksaan semakin hampir dan kebetulan aku sebagai guru panitia Matematik sememangnya sibuk termasuk untuk menguruskan peperiksaan yang diadakan peringkat daerah. Justeru aku kerap balik lewat dan dalam keadaan yang amat letih sekali. Sudah 2 bulan aku tidak menjamah tubuh Selena, isteriku. Aku sedar, Selena seperti kegelisahan setiap malam seolah menantikan aku. Tapi apakan daya, aku sangat letih. Namun sejak dua minggu kebelakangan ini aku dapati Selena amat selesa sekali dan aku perhatikan moodnya cukup baik terutamanya bila Johari ada dirumah. Aku mula curiga. Satu malam, aku mendapat satu akal. Aku memasang kemera video dan kusembunyikan didalam almari dengan lensanya mengadap kearah katil.
Setibanya aku dari sekolah pada malam itu aku terus mencapai kamera dan menontonya didalam bilik air. Alangkah terperanjatnya aku melihat mimpi buruk yang kusangkakan menjadi kenyataan. Selena begitu mesra dengan Johari seolah seperti sepasang kekasih. Kedua-duanya berbogel dan bergurau senda dengan begitu mesra sekali. Yang paling malang ialah Johari mengadakan hubungan seks dengan Selena, kakak iparnya sendiri. Aku melihat bagaimana Johari begitu mahir dalam urusan mengadakan hubungan seks itu. Dengan gaya seolah seperti dalam cerita blue dia bergomol dengan Selena dan mencium pantat isteriku dengan begitu ghairah sekali lantas Selena pula mengulum batang pelir Johari.
Tidak kusangka Selena yang begitu pemalu ketika melakukan adengan ranjang dengan aku begitu lagaknya dengan Johari. Aku sendiri tidak tahu langsung bahawa dengan berbuat seperti yang dibuat oleh Johari akan menaikkan nafsu Selena. Aku tidak tahu jika dikucup bahagian tertentu akan menaikkan nafsu orang perempuan. Yang aku tahu hanyalah bergurau dan lantas memasukkan batang pelir kedalam lubang pantat mereka maka berjalanlah proses seks. Nampaknya baru aku tahu selama ini Selena tidak puas dalam melakukan hubungan denganku lalu diajak Johari memuaskan nafsunya.
Rakaman dalam video persis seperti adengan dalam filem blue. Aku sungguh marah tetapi malu. Nampaknya aku tidak sejantan seperti adikku. Mulai hari itu, Selena aku ceraikan dengan talak satu dan proses penceraian masih di peringkat penentuan hak penjagaan anak di Mahkamah Syariah Kuala Lumpur. Nasihatku pada para pembaca Citemelayu ialah agar banyakkanlah ilmu dalam menjalankan hubungan seks dengan isteri kerana kepuasan nafsu seks mereka akan menjamin kebahgiaan rumahtangga. Belajarlah dengan mereka yang tahu kerana aku tahu lebih dari 80% orang Melayu atau rakyat Malaysia amnya tidak mendapat kepuasan sebenar dalam aktiviti seks mereka.
SEX IS LIFE. Dan jangan biarkan saudara lelaki anda tinggal sebumbung dengan isteri anda tanpa ada sesiapapun dirumah kerana dugaan syaitan amat kuat. Jadikanlah cerita aku ini sebagai pedoman.
Saturday, January 28, 2012
Gelora di bukit tandus - 3
Aku benar-benar menggigil saat itu. Ku rasa kulit tubuhku mulai meriang, panas dingin, seperti ketika menjelang sakit influenza. Bahkan aku mulai nampak berkeringat di sekujur tubuhku, di tengah dinginnya malam di musim penghujan yang sebenarnya terasa menggigit. Benar-benar ujian kejiwaan sekaligus santapan bagi fantasi liarku yang pertama. Aku mengatupkan gigi rapat-rapat, berusaha menyembunyikan deru nafasku yang memburu, yang sebenarnya kedua lubang hidungku, telah tak mampu menjadi saluran bagi derasnya aliran udara yang keluar masuk melebihi kapasitas normalnya. Dan parahnya lagi, oksigen yang kuhisap pun seperti bercampur bara, terasa panas dan menyesakkan.
Berkali-kali, aku menelan ludah, berusaha membasahi kerongkonganku yang terus menerus menjadi kering, karena sapuan angin panas yang semakin tak teratur ku keluarkan, kadang lewat hidung, kadang lewat mulut, hingga membuatku sering tersengal karenanya. Barangkali ini yang di sebut tersiksa tapi nikmat. Kadang, memang batas antara siksaan dan kenikmatan sangatlah tipis.
Setelah agak mampu menguasai diri, meski tak sepenuhnya, kembali perhatianku ku tumpahkan ke aktivitas Nenek. Tampaknya, sejenak ia mengurangi intensitasnya, bahkan, perlahan-lahan Ia bangkit, membetulkan kainnya, dan berjalan gontai meninggalkan kamar.
Dari dalam kamar ku dengar Dia tengah bercakap dengan Pak Dhe, yang rupanya belum bisa tidur dan kebetulan berpapasan dengan nenek, yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rupanya Nenek tadi kebelet pipis. Aku tak tahu persis apa yang mereka perbincangkan, tetapi ini adalah kesempatan bagiku, untuk segera mengakhiri rasa sakit di selangkanganku yang terjepit oleh kain celana pendekku sendiri.
Cepat-cepat, kubuka celanaku, dan segera ku sembunyikan di bawah bantalku, Penisku yang masih tegang belum mau mengendor, meski telah ada jeda pertunjukan. Tapi itu kini tak lagi menyiksaku. Nenek datang beberapa saat, setelah aku memposisikan diri seperti semula, sama seperti saat ia pergi meninggalkan kamar. Sekilas, Ia memandang, posisi tidurku, dan, seperti tak terjadi apa-apa, mungkin setelah meyakinkan dirinya, bahwa aku tak mengetahui apa yang di lakukannya.
Wah.. kalau yang ini siksaan tahap kedua, aku jadi begitu tegang menunggu episode kedua. Sementara Nenek, rupanya belum ada keinginan melanjutkan aksinya. Aku sendiri sebenarnya sudah agak mengantuk, tapi, demi sesuatu yang bisa bikin aku panas dingin, aku rela menunggu.
Theng.. Theng.. Theng.. Jam dinding berdentang tiga kali, pertanda sudah mendekati subuh, aku gelisah dalam penantian menunggu aksi spektakuler berikutnya. Aku pikir, setelah sekian lama tak ada lagi pertanda aksi berlanjut, aku memutuskan mengakhiri petualangan mengintipku. Tapi.. tiba-tiba di tengah deraan kantuk yang begitu hebat, T e r j a d i!
Perlahan.. tangan nenek membuka ikatan kemben yang di kenakannya. Aku bisa menebak kelanjutan dari babak pertama ini, tangan itu akan perlahan-lahan menelusup ke sela-selaselangkangannya, berhenti beberapa saat di situ, mencari sesuatu, kemudian ada gerakan sedikit menyentak, dan tangan itu di dekatkan ke lobang hidungnya, di cium di kibaskan dan kembali ke ritme semula.
Tapi kali ini, aku tak mau terjebak ke dalam rutinitas menjemukan seperti yang sudah ku lihat sebelumnya, sebab yang bikin dag dig dug sebenarnya tak lebih karena rasa keinginan tahuan belaka. Aku mulai berinisiatif, karena timing nya memang tepat. Menjelang fajar seperti ini, ternyata, bukan aku saja yang terserang kantuk, tak terkecuali Nenek!Kewaspadaannya mulai menurun, karena ketika kuamati, gerakan tangannya makin lama semakin lambat, bahkan sesekali, dengkurnya mulai terdengar, meski hanya seperti suara pipa tersapu angin, karena gigi nenek memang telah habis.
Untuk memastikan sejauh mana kepekaannya, aku, sedikit demi sedikit menggeser posisi tubuhku mendekati tubuhnya. Mula-mula, kakiku kugeser menindih betis nya. Tampaknya nenek belum sepenuhnnya lelap. Sebab, begitu terasa ada benda menyentuh kakinya, helaan nafasnya berubah, pertanda masih agak sadar. Tapi aku tak berusaha memindah posisiku, takut ia menjadi curiga.
Benar saja, kembali Nenek diam saja, dengan posisi tangan masih menempel di kemaluan, tetapi masih tertutup kain batiknya, sehingga aku tak mampu melihat bentuk dan sensasi berada dalam zona terlarangnya.
Di sini, kembali, kesabaran dan nyali ku pertaruhkan. Aku harus sabar menuggu kesempatan terbaikku, menggapai 'Trophy' kemaluan Nenek yang memang tidak semudah seperti saat aku meminta di belikan mainan atau uang jajan dari nya. Benar-benar sebuah perjuangan yang layak di kenang!
Perlahan namun pasti, sang waktu pun berpihak kepadaku. Nenek benar-benar terlelap. Ini saatnya berpesta.. Meski sangat terbuka kesempatan itu, tapi aku tidak serta merta berani 'menguliti' Nenek. Pertama-tama, tentu saja, aku berusaha menyingkapkan kain yang menutupi separuh betisnya hingga ke perutnya. Aku sempat duduk, mengamati posisi tidur Nenek, dengan menetukan bagian mana dulu yang mesti kubuka. Dari situ, aku tahu, menyingkapkan kainnya dari bawah adalah posisi teraman, tentu saja posisi badanku harus sejajar dengannya, dengan pertimbangan, akan memudahkan aku mengembalikan lagi kainnya jika situasi menjadi sulit, dan yang terpenting, memompa fantasiku, ketika kulit kakiku beradu dengan kulit kakinya.
Sepertinya, tak ada halangan berarti, ketika kaki kananku yang ku tugasi menindih paha kiri Nenek, menjepit kain batik yang di kenakannya, dan menggesernya semakin ke atas mendekati pangkal pahanya. Sampai di sini, semua sensasi yang kurasa, sungguh lebih dahsyat dari yang pertama. Sengaja kombinasi semua rasa, dari rasa takut, geli, nikmat, bangga dan entah rasa apalagi aku tak mampu melukiskannya, berbaur membentuk halusinasi tak terkira, yang mungkin bakal aku kenang sampai aku binasa kelak.
Sengaja aku berlama-lama di situ, menghirup semua utopia yang tak pernah terlintas di benakku sebelumnya. Barangkali, kalau aku jabarkan, seperti ketika kebelet pipis saat mengemudi atau berada di kendaraan umum, sementara toilet yang kita tuju, masih belum nampak atau kita masih perlu menunggu giliran, begitulah kira-kira sensasi saat saya berusaha menggapai impian menyingkap tabir rahasia itu. Lega tak terperi yang aku rasakan, sesaat setelah buang hajat kecil, begitulah perasaan yang ada padaku, ketika mampu menelanjangi Nenek, orang yang jikalau dalam posisi sadar amat kusegani dan kuhormati.
Saat aura kegalauan telah kutuntaskan, aku beranjak ke langkah selanjutnya, yang justru menjadi taget utama misiku malam itu, yaitu melihat bagaimana dan apa yang telah di lakukan nenek di area tempat biasanya dia kencing! Aku tercekat, begitu menyadari dan tahu benda yang terpampang di hadapanku. Bentuknya menurutku mirip dengan milik kambing betina yang biasa kulihat di padang gembala bersama kakak sepupuku yang lain. Tak ada yang istimewa, seperti bayanganku semula, di mana kupikir, pasti agak aneh dan.. Entah, tak mampu aku imajinasikan.
Tapi aku masih penasaran, kenapa begitu melihat bentuk yang menempel di pangkal paha Nenekku, ereksi di penisku semakin menjadi? Kenapa saat di padang rumput, saat menyaksikan kambing kang wawan yang sedang merumput, dan nampak kemaluannya, yang jika melihat bentuknya mirip punya nenekku, aku sama sekali tak bereaksi?
Ahh.. kenapa mesti bertanya-tanya, kenapa tidak sekalian saja aku rasakan sensasinya saat memegang dan berada di dalamnya? Tapi, ini bukanlah hal mudah. Di atas gundukan itu, tangan nenek masih bercokol, menutupi sebagian ujungnya. Aku tak lagi perduli, apapun yang terjadi, malam ini aku harus tahu.
Saat tangan nenek yang ku coba ku geser ke arah lain yang lebih memudahkanku mengamati kemaluannya, tanganku gemetar takut kalau-kalau Nenek terbangun. Tapi meski dengan susah payah, misiku berhasil. Belahan di pangkal pahanya terlihat jelas. Hanya saja yang mengundang decak kagumku adalah, di sini kutemui bulu-bulu seperti rambut yang sebagian besar berwarna putih seperti uban, tetapi cuma satu sisi yang tersisa. Maksudku, sebagian besar nampaknya telah sengaja di buang oleh nenek dengan cara di cabut. Jadi, rupanya, selama ini, Nenek melakukan ritual 'cabut jembut', hal yang tentu saja memberiku andil yang cukup besar kelak di kemudian hari, hingga menjadikanku bereputasi sebagai balita tercabul di kota kami.
Akupun, dengan iseng mencoba mengelus-elus bulu-bulu kemaluan Nenek, yang menurutku tak seberapa banyak di banding luasnya'lahan', sehingga lebih tepat bila ku analogikan seperti bukit tandus yang di tumbuhi beberapa batang ilalang. Dan telapak tanganku makin tak sabar mencoba mengetahui isi di dalamnya. Saat belahan itu ku buka, aku mencium seperti bau bawang merah yang di iris. Di tengah belahan itu ada segumpal daging kecil keriput, yang tampak di kelilingi oleh daging seperti kerang yang di kupas.
Saat itu aku tak tahu apa namanya, tapi yang pasti, daging kecil ini sempat kutarik-tarik dan kupelintir kekanan dan kekiri. Di bawahnya, ada lobang yang aku sendiri tak tahu seberapa dalam, karena aku tak berani memasukkan jariku ke dalamnya. Yang jelas, di dalam kemaluan Nenek terasa hangat tapi lembab. Aku suka berlama-lama di situ bermain-main dengan menarik-narik daging kecil yang tadi sempat kupelintir.
Aku tak tahu berapa lama aku bermain-main dengan kelentit nenek, tetapi satu hardikan yang cukup keras, di sertai rasa panas di telinga, akibat di jewernya telingaku oleh nenek, menyadarkanku.
"Grathil!," begitu bentaknya sambil menghalau tanganku.
Akupun makin gelagapan saat menyadari keadaan tubuhku yang telanjang bulat, karena sarung yang kupakai ternyata telah merosot entah di mana.
Rupanya suara ayam berkokok yang begitu keras telah membangunkan nenek yang tengah terlelap. Dan begitu menyadari situasinya seperti yang kupaparkan, serta merta kemarahannya meledak. Bagaimana tidak, sorang anak bau kencur, yang notabene cucunya sendiri telah berani menelanjangi dirinya dan berani memainkan kelentitnya, di daerah 'kekuasaannya'.
Ini benar-benar gawat dan bencana bagiku. Aku tak lagi punya nyali menatap Nenek yang kemudian beranjak ke dapur, sebagai kebiasaannya bertahun-tahun, yaitu minum air putih. Esok paginya, peristiwa semalam dengan kakak sepupuku dan nenek, menjadi tonggak bersejarah, yang mendasari kegemaran dan kecenderunganku bermain cinta dengan wanita lebih tua.
*****
Kisah selanjutnya akan aku paparkan di lain kesempatan, tentunya dengan gaya bertutur dan muatan kisah asli pengalaman seks ku yang pernah kulakukan, lebih baik lagi. Sebagai pendatang baru di situs 17Tahun ini, aku inginkan kritik dan tanggapan dari pembaca sekalian, alamatkan ke Emailku.
Tak lupa aku sampaikan bagi para penggemar situs ini, terutama wanita, yang berdomisili di Surabaya dan sekitarnya, bila ingin menjalin hubungan dan merasakan sensasi bercinta denganku, silakan kirim email ke alamatku. Aku berwajah lumayan cakep, sawo matang, tinggi 187 cm dan berat badan 87 kg dan berdomisili di Surabaya.
Tamat
Berkali-kali, aku menelan ludah, berusaha membasahi kerongkonganku yang terus menerus menjadi kering, karena sapuan angin panas yang semakin tak teratur ku keluarkan, kadang lewat hidung, kadang lewat mulut, hingga membuatku sering tersengal karenanya. Barangkali ini yang di sebut tersiksa tapi nikmat. Kadang, memang batas antara siksaan dan kenikmatan sangatlah tipis.
Setelah agak mampu menguasai diri, meski tak sepenuhnya, kembali perhatianku ku tumpahkan ke aktivitas Nenek. Tampaknya, sejenak ia mengurangi intensitasnya, bahkan, perlahan-lahan Ia bangkit, membetulkan kainnya, dan berjalan gontai meninggalkan kamar.
Dari dalam kamar ku dengar Dia tengah bercakap dengan Pak Dhe, yang rupanya belum bisa tidur dan kebetulan berpapasan dengan nenek, yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rupanya Nenek tadi kebelet pipis. Aku tak tahu persis apa yang mereka perbincangkan, tetapi ini adalah kesempatan bagiku, untuk segera mengakhiri rasa sakit di selangkanganku yang terjepit oleh kain celana pendekku sendiri.
Cepat-cepat, kubuka celanaku, dan segera ku sembunyikan di bawah bantalku, Penisku yang masih tegang belum mau mengendor, meski telah ada jeda pertunjukan. Tapi itu kini tak lagi menyiksaku. Nenek datang beberapa saat, setelah aku memposisikan diri seperti semula, sama seperti saat ia pergi meninggalkan kamar. Sekilas, Ia memandang, posisi tidurku, dan, seperti tak terjadi apa-apa, mungkin setelah meyakinkan dirinya, bahwa aku tak mengetahui apa yang di lakukannya.
Wah.. kalau yang ini siksaan tahap kedua, aku jadi begitu tegang menunggu episode kedua. Sementara Nenek, rupanya belum ada keinginan melanjutkan aksinya. Aku sendiri sebenarnya sudah agak mengantuk, tapi, demi sesuatu yang bisa bikin aku panas dingin, aku rela menunggu.
Theng.. Theng.. Theng.. Jam dinding berdentang tiga kali, pertanda sudah mendekati subuh, aku gelisah dalam penantian menunggu aksi spektakuler berikutnya. Aku pikir, setelah sekian lama tak ada lagi pertanda aksi berlanjut, aku memutuskan mengakhiri petualangan mengintipku. Tapi.. tiba-tiba di tengah deraan kantuk yang begitu hebat, T e r j a d i!
Perlahan.. tangan nenek membuka ikatan kemben yang di kenakannya. Aku bisa menebak kelanjutan dari babak pertama ini, tangan itu akan perlahan-lahan menelusup ke sela-selaselangkangannya, berhenti beberapa saat di situ, mencari sesuatu, kemudian ada gerakan sedikit menyentak, dan tangan itu di dekatkan ke lobang hidungnya, di cium di kibaskan dan kembali ke ritme semula.
Tapi kali ini, aku tak mau terjebak ke dalam rutinitas menjemukan seperti yang sudah ku lihat sebelumnya, sebab yang bikin dag dig dug sebenarnya tak lebih karena rasa keinginan tahuan belaka. Aku mulai berinisiatif, karena timing nya memang tepat. Menjelang fajar seperti ini, ternyata, bukan aku saja yang terserang kantuk, tak terkecuali Nenek!Kewaspadaannya mulai menurun, karena ketika kuamati, gerakan tangannya makin lama semakin lambat, bahkan sesekali, dengkurnya mulai terdengar, meski hanya seperti suara pipa tersapu angin, karena gigi nenek memang telah habis.
Untuk memastikan sejauh mana kepekaannya, aku, sedikit demi sedikit menggeser posisi tubuhku mendekati tubuhnya. Mula-mula, kakiku kugeser menindih betis nya. Tampaknya nenek belum sepenuhnnya lelap. Sebab, begitu terasa ada benda menyentuh kakinya, helaan nafasnya berubah, pertanda masih agak sadar. Tapi aku tak berusaha memindah posisiku, takut ia menjadi curiga.
Benar saja, kembali Nenek diam saja, dengan posisi tangan masih menempel di kemaluan, tetapi masih tertutup kain batiknya, sehingga aku tak mampu melihat bentuk dan sensasi berada dalam zona terlarangnya.
Di sini, kembali, kesabaran dan nyali ku pertaruhkan. Aku harus sabar menuggu kesempatan terbaikku, menggapai 'Trophy' kemaluan Nenek yang memang tidak semudah seperti saat aku meminta di belikan mainan atau uang jajan dari nya. Benar-benar sebuah perjuangan yang layak di kenang!
Perlahan namun pasti, sang waktu pun berpihak kepadaku. Nenek benar-benar terlelap. Ini saatnya berpesta.. Meski sangat terbuka kesempatan itu, tapi aku tidak serta merta berani 'menguliti' Nenek. Pertama-tama, tentu saja, aku berusaha menyingkapkan kain yang menutupi separuh betisnya hingga ke perutnya. Aku sempat duduk, mengamati posisi tidur Nenek, dengan menetukan bagian mana dulu yang mesti kubuka. Dari situ, aku tahu, menyingkapkan kainnya dari bawah adalah posisi teraman, tentu saja posisi badanku harus sejajar dengannya, dengan pertimbangan, akan memudahkan aku mengembalikan lagi kainnya jika situasi menjadi sulit, dan yang terpenting, memompa fantasiku, ketika kulit kakiku beradu dengan kulit kakinya.
Sepertinya, tak ada halangan berarti, ketika kaki kananku yang ku tugasi menindih paha kiri Nenek, menjepit kain batik yang di kenakannya, dan menggesernya semakin ke atas mendekati pangkal pahanya. Sampai di sini, semua sensasi yang kurasa, sungguh lebih dahsyat dari yang pertama. Sengaja kombinasi semua rasa, dari rasa takut, geli, nikmat, bangga dan entah rasa apalagi aku tak mampu melukiskannya, berbaur membentuk halusinasi tak terkira, yang mungkin bakal aku kenang sampai aku binasa kelak.
Sengaja aku berlama-lama di situ, menghirup semua utopia yang tak pernah terlintas di benakku sebelumnya. Barangkali, kalau aku jabarkan, seperti ketika kebelet pipis saat mengemudi atau berada di kendaraan umum, sementara toilet yang kita tuju, masih belum nampak atau kita masih perlu menunggu giliran, begitulah kira-kira sensasi saat saya berusaha menggapai impian menyingkap tabir rahasia itu. Lega tak terperi yang aku rasakan, sesaat setelah buang hajat kecil, begitulah perasaan yang ada padaku, ketika mampu menelanjangi Nenek, orang yang jikalau dalam posisi sadar amat kusegani dan kuhormati.
Saat aura kegalauan telah kutuntaskan, aku beranjak ke langkah selanjutnya, yang justru menjadi taget utama misiku malam itu, yaitu melihat bagaimana dan apa yang telah di lakukan nenek di area tempat biasanya dia kencing! Aku tercekat, begitu menyadari dan tahu benda yang terpampang di hadapanku. Bentuknya menurutku mirip dengan milik kambing betina yang biasa kulihat di padang gembala bersama kakak sepupuku yang lain. Tak ada yang istimewa, seperti bayanganku semula, di mana kupikir, pasti agak aneh dan.. Entah, tak mampu aku imajinasikan.
Tapi aku masih penasaran, kenapa begitu melihat bentuk yang menempel di pangkal paha Nenekku, ereksi di penisku semakin menjadi? Kenapa saat di padang rumput, saat menyaksikan kambing kang wawan yang sedang merumput, dan nampak kemaluannya, yang jika melihat bentuknya mirip punya nenekku, aku sama sekali tak bereaksi?
Ahh.. kenapa mesti bertanya-tanya, kenapa tidak sekalian saja aku rasakan sensasinya saat memegang dan berada di dalamnya? Tapi, ini bukanlah hal mudah. Di atas gundukan itu, tangan nenek masih bercokol, menutupi sebagian ujungnya. Aku tak lagi perduli, apapun yang terjadi, malam ini aku harus tahu.
Saat tangan nenek yang ku coba ku geser ke arah lain yang lebih memudahkanku mengamati kemaluannya, tanganku gemetar takut kalau-kalau Nenek terbangun. Tapi meski dengan susah payah, misiku berhasil. Belahan di pangkal pahanya terlihat jelas. Hanya saja yang mengundang decak kagumku adalah, di sini kutemui bulu-bulu seperti rambut yang sebagian besar berwarna putih seperti uban, tetapi cuma satu sisi yang tersisa. Maksudku, sebagian besar nampaknya telah sengaja di buang oleh nenek dengan cara di cabut. Jadi, rupanya, selama ini, Nenek melakukan ritual 'cabut jembut', hal yang tentu saja memberiku andil yang cukup besar kelak di kemudian hari, hingga menjadikanku bereputasi sebagai balita tercabul di kota kami.
Akupun, dengan iseng mencoba mengelus-elus bulu-bulu kemaluan Nenek, yang menurutku tak seberapa banyak di banding luasnya'lahan', sehingga lebih tepat bila ku analogikan seperti bukit tandus yang di tumbuhi beberapa batang ilalang. Dan telapak tanganku makin tak sabar mencoba mengetahui isi di dalamnya. Saat belahan itu ku buka, aku mencium seperti bau bawang merah yang di iris. Di tengah belahan itu ada segumpal daging kecil keriput, yang tampak di kelilingi oleh daging seperti kerang yang di kupas.
Saat itu aku tak tahu apa namanya, tapi yang pasti, daging kecil ini sempat kutarik-tarik dan kupelintir kekanan dan kekiri. Di bawahnya, ada lobang yang aku sendiri tak tahu seberapa dalam, karena aku tak berani memasukkan jariku ke dalamnya. Yang jelas, di dalam kemaluan Nenek terasa hangat tapi lembab. Aku suka berlama-lama di situ bermain-main dengan menarik-narik daging kecil yang tadi sempat kupelintir.
Aku tak tahu berapa lama aku bermain-main dengan kelentit nenek, tetapi satu hardikan yang cukup keras, di sertai rasa panas di telinga, akibat di jewernya telingaku oleh nenek, menyadarkanku.
"Grathil!," begitu bentaknya sambil menghalau tanganku.
Akupun makin gelagapan saat menyadari keadaan tubuhku yang telanjang bulat, karena sarung yang kupakai ternyata telah merosot entah di mana.
Rupanya suara ayam berkokok yang begitu keras telah membangunkan nenek yang tengah terlelap. Dan begitu menyadari situasinya seperti yang kupaparkan, serta merta kemarahannya meledak. Bagaimana tidak, sorang anak bau kencur, yang notabene cucunya sendiri telah berani menelanjangi dirinya dan berani memainkan kelentitnya, di daerah 'kekuasaannya'.
Ini benar-benar gawat dan bencana bagiku. Aku tak lagi punya nyali menatap Nenek yang kemudian beranjak ke dapur, sebagai kebiasaannya bertahun-tahun, yaitu minum air putih. Esok paginya, peristiwa semalam dengan kakak sepupuku dan nenek, menjadi tonggak bersejarah, yang mendasari kegemaran dan kecenderunganku bermain cinta dengan wanita lebih tua.
*****
Kisah selanjutnya akan aku paparkan di lain kesempatan, tentunya dengan gaya bertutur dan muatan kisah asli pengalaman seks ku yang pernah kulakukan, lebih baik lagi. Sebagai pendatang baru di situs 17Tahun ini, aku inginkan kritik dan tanggapan dari pembaca sekalian, alamatkan ke Emailku.
Tak lupa aku sampaikan bagi para penggemar situs ini, terutama wanita, yang berdomisili di Surabaya dan sekitarnya, bila ingin menjalin hubungan dan merasakan sensasi bercinta denganku, silakan kirim email ke alamatku. Aku berwajah lumayan cakep, sawo matang, tinggi 187 cm dan berat badan 87 kg dan berdomisili di Surabaya.
Tamat
Bercinta dengan istri orang
Sebelum memulai ceritaku, aku akan memberikan sedikit gambaran mengenai diriku. Namaku adalah Ivan, bekerja sebagai karyawan swasta asing di kawasan Sudirman, Jakarta. Aku adalah seorang pria berusia 29 tahun, aku keturunan chinese, wajahku lumayan ganteng, kulitku putih bersih. Tinggiku 165 cm dan berat badanku 70 kg, sedikit kumis menghiasi bibirku.
Kejadian ini adalah sebagian dari kisah nyataku, yang terjadi kurang lebih 4 tahun yang lalu. Terus terang, aku sangat menyukai wanita yang berusia 30-40 tahun, dengan kulit mulus. Bagiku wanita ini sangat menarik, apalagi jika 'jam terbangnya' sudah tinggi, sehingga pandai dalam bercinta. Namun sebagai pegawai swasta yang bekerja, aku memiliki keterbatasan waktu, tidak mudah bagiku untuk mencari wanita tersebut. Hal ini yang mendorong aku untuk mengiklankan diriku pada sebuah surat kabar berbahasa Inggris, untuk menawarkan jasa 'full body massage'. Uang bagiku tidak masalah, karena aku berasal dari keluarga menengah dan gajiku cukup, namun kepuasan yang ku dapat jauh dari itu. Sehingga aku tidak memasang tarif untuk jasaku itu, diberi berapapun kuterima.
Sepanjang hari itu, sejak iklanku terbit banyak respon yang kudapat, sebagian dari mereka hanya iseng belaka, atau hanya ingin ngobrol. Di sore hari, kurang lebih pukul 18.00 seorang wanita menelponku.
"Hallo dengan Ivan?" suara merdu terdengar dari sana.
"Ya saya sendiri" jawabku.
Dan seterusnya dia mulai menanyakan ciri-ciriku. Selanjutnya, "Eh ngomong-ngomong, berapa sich panjangnya kamu punya?" katanya.
"Yah normal sajalah sekitar 18 cm dengan diameter 6 cm." jawabku.
"Wah lumayan juga yach, lalu apakah jasa kamu ini termasuk semuanya," lanjutnya.
"Apa saja yang kamu butuhkan, kamu pasti puas dech.." jawabku. Dan yang agak mengejutkan adalah bahwa dia meminta kesediaanku untuk melakukannya dengan ditonton suaminya. Namun kurasa, wah ini pengalaman baru buatku.
Akhirnya dia memintaku untuk segera datang di sebuah hotel "R" berbintang lima di kawasan Sudirman, tak jauh dari kantorku. Aku menduga bahwa pasangan ini bukanlah sembarang orang, yang mampu membayar tarif hotel semahal itu. Dan benar dugaanku, sebuah president suite room telah ada di hadapanku. Segera kubunyikan bel di depan kamarnya. Dan seorang pria, dengan mengenakan kimono, berusia tak lebih dari 40 tahun membukakan pintu untukku.
"Ivan?" katanya.
"Ya saya Ivan," jawabku. Lalu ia mencermatiku dari atas hingga bawah sebelum ia mempersilakan aku masuk ke dalam. Pasti dia tidak ingin sembarang orang menyentuh istrinya, pikirku.
"OK, masuklah" katanya. Kamar itu begitu luas dan gelap sekali. Aku memandang sekeliling, sebuah TV berukuran 52" sedang memperlihatkan blue film.
Lalu aku memandang ke arah tempat tidur. Seorang wanita yang kutaksir umurnya tak lebih dari 30 tahun berbaring di atas tempat tidur, badannya dimasukkan ke dalam bed cover tersenyum padaku sambil menjulurkan tangannya untuk menyalamiku. "Kamu pasti Ivan khan? Kenalkan saya Donna" katanya lembut.
Aku terpana melihatnya, rambutnya sebahu berwarna pirang, kulitnya mulus sekali, wajahnya cantik, pokoknya perfect! Aku masih terpana dan menahan liurku, ketika dia berkata "Lho kok bingung sich".
"Akh enggak.." kataku sambil membalas salamnya.
"Kamu mandi dulu dech biar segar, tuch di kamar mandi," katanya.
"Oke tunggu yach sebentar," jawabku sambil melangkah ke kamar mandi. Sementara, suaminya hanya menyaksikan dari sofa dikegelapan. Cepat-cepat kubersihkan badanku biar wangi. Dan segera setelah itu kukenakan celana pendek dan kaos.
Aku melangkah keluar, "Yuk kita mulai," katanya.
Dengan sedikit gugup aku menghampiri tempat tidurnya. Dan dengan bodohnya aku bertanya, "Boleh aku lepaskan pakaianku?", dia tertawa kecil dan menjawab, "terserah kau saja..".
Segera kulepaskan pakaianku, dia terbelalak melihatku dalam keadaan polos, "Ahk.. ehm.." dan segera mengajakku masuk ke dalam bed cover juga. "Kamu cantik sekali Donna" kataku lirih.
Aku tak habis pikir ada wanita secantik ini yang pernah kulihat dan suaminya memperbolehkan orang lain menjamahnya, ah.. betapa beruntungnya aku ini. "Ah kamu bisa saja," kata Donna.
Segera aku masuk ke dalam bed cover, kuteliti tubuhnya satu persatu. Kedua bulatan payudaranya yang cukup besar dan berwarna putih terlihat menggantung dengan indahnya, diantara keremangan aku masih dapat melihat dengan sangat jelas betapa indah kedua bongkah susunya yang kelihatan begitu sangat montok dan kencang. Samar kulihat kedua puting mungilnya yang berwarna merah kecoklatan. "Yaa aammpuunn.." bisikku lirih tanpa sadar, "Ia benar-benar sempurna" kataku dalam hati.
"Van.." bisik Tante Donna di telingaku.
Aku menoleh dan terjengah. Ya Ampuun, wajah cantiknya itu begitu dekat sekali dengan wajahku. Hembusan nafasnya yang hangat sampai begitu terasa menerpa daguku. Kunikmati seluruh keindahan bidadari di depanku ini, mulai dari wajahnya yang cantik menawan, lekak-lekuk tubuhnya yang begitu seksi dan montok, bayangan bundar kedua buah payudaranya yang besar dan kencang dengan kedua putingnya yang lancip, perutnya yang ramping dan pantatnya yang bulat padat bak gadis remaja, pahanya yang seksi dan aah.., kubayangkan betapa indah bukit kemaluannya yang kelihatan begitu menonjol dari balik bed cover. Hmm.., betapa nikmatnya nanti saat batang kejantananku memasuki liang kemaluannya yang sempit dan hangat, akan kutumpahkan sebanyak mungkin air maniku ke dalam liang kemaluannya sebagai bukti kejantananku.
"Van.. mulailah sayang.." bisik Tante Donna, membuyarkan fantasi seks-ku padanya. Sorotan kedua matanya yang sedikit sipit kelihatan begitu sejuk dalam pandanganku, hidungnya yang putih membangir mendengus pelan, dan bibirnya yang ranum kemerahan terlihat basah setengah terbuka, duh cantiknya. Kukecup lembut bibir Tante Donna yang setengah terbuka. Begitu terasa hangat dan lunak. Kupejamkan kedua mataku menikmati kelembutan bibir hangatnya, terasa manis.
Selama kurang lebih 10 detik aku mengulum bibirnya, meresapi segala kehangatan dan kelembutannya. Kuraih tubuh Tante Donna yang masih berada di hadapanku dan kubawa kembali ke dalam pelukanku.
"Apa yang dapat kau lakukan untukku Van.." bisiknya lirih setengah kelihatan malu.
Kedua tanganku yang memeluk pinggangnya erat, terasa sedikit gemetar memendam sejuta rasa. Dan tanpa terasa jemari kedua tanganku telah berada di atas pantatnya yang bulat. Mekal dan padat. Lalu perlahan kuusap mesra sambil kuberbisik, "Tante pasti tahu apa yang akan Ivan lakukan.. Ivan akan puaskan Tante sayang.." bisikku pelan. Jiwaku telah terlanda nafsu.
Kuelus-elus seluruh tubuhnya, akhh.. mulus sekali, dengan sedikit gemas kuremas gemas kedua belah pantatnya yang terasa kenyal padat dari balik bed cover. "Oouuhh.." Tante Donna mengeluh lirih.
Bagaimanapun juga anehnya aku saat itu masih bisa menahan diri untuk tidak bersikap over atau kasar terhadapnya, walau nafsu seks-ku saat itu terasa sudah diubun-ubun namun aku ingin sekali memberikan kelembutan dan kemesraan kepadanya. Lalu dengan gemas aku kembali melumat bibirnya. Kusedot dan kukulum bibir hangatnya secara bergantian dengan mesra atas dan bawah. Kecapan-kecapan kecil terdengar begitu indah, seindah cumbuanku pada bibir Tante Donna. Kedua jemari tanganku masih mengusap-usap sembari sesekali meremas pelan kedua belah pantatnya yang bulat pada dan kenyal. Bibirnya yang terasa hangat dan lunak berulang kali memagut bibirku sebelah bawah dan aku membalasnya dengan memagut bibirnya yang sebelah atas. ooh.., terasa begitu nikmatnya. Dengusan pelan nafasnya beradu dengan dengusan nafasku dan berulang kali pula hidungnya yang kecil membangir beradu mesra dengan hidungku. Kurasakan kedua lengan Tante Donna telah melingkari leherku dan jemari tangannya kurasakan mengusap mesra rambut kepalaku.
Batang kejantananku terasa semakin besar apalagi karena posisi tubuh kami yang saling berpelukan erat membuat batang kejantananku yang menonjol dari balik celanaku itu terjepit dan menempel keras di perut Tante Donna yang empuk, sejenak kemudian kulepaskan pagutan bibirku pada bibir Tante Donna.
Wajahnya yang cantik tersenyum manis padaku, kuturunkan wajahku sambil terus menjulurkan lidah di permukaan perutnya terus turun dan sampai di daerah yang paling kusukai, wangi sekali baunya. Tak perlu ragu.
"Ohh apa yang akan kau lakukan.. akh.." tanyanya sambil memejamkan mata menahan kenikmatan yang dirasakannya. Beberapa saat kemudian tangan itu malah mendorong kepalaku semakin bawah dan.., "Nyam-nyam.." nikmat sekali kemaluan Tante Donna. Oh, bukit kecil yang berwarna merah merangsang birahiku.
Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan, "Creep.." ujung hidungku kupaksakan masuk ke dalam celah kemaluan yang sudah sedari tadi becek itu.
"Aaahh.. kamu nakaal," jeritnya cukup keras. Terus terang kemaluannya adalah terindah yang pernah kucicipi, bibir kemaluannya yang merah merekah dengan bentuk yang gemuk dan lebar itu membuatku semakin bernafsu saja. Bergiliran kutarik kecil kedua belah bibir kemaluan itu dengan mulutku. "Ooohh lidahmu.. ooh nikmatnya Ivan.." lirih Tante Donna.
Sementara aku asyik menikmati bibir kemaluannya, ia terus mendesah merasakan kegelian, persis seorang gadis perawan yang baru merasakan seks untuk pertama kali, kasihan wanita ini dan betapa bodohnya suaminya yang hanya memandangku dari kegelapan.
"Aahh.. sayang.. Tante suka yang itu yaahh.. sedoot lagi dong sayang oogghh," ia mulai banyak menggunakan kata sayang untuk memanggilku. Sebuah panggilan yang sepertinya terlalu mesra untuk tahap awal ini.
Lima menit kemudian.. "Sayang.. Aku ingin cicipi punya kamu juga," katanya seperti memintaku menghentikan tarian lidah di atas kemaluannya.
"Ahh.. baiklah Tante, sekarang giliran Tante," lanjutku kemudian berdiri mengangkang di atas wajahnya yang masih berbaring. Tangannya langsung meraih batang kemaluan besarku dan sekejap terkejut menyadari ukurannya yang jauh di atas rata-rata.
"Okh Van.. indah sekali punyamu ini.." katanya padaku, lidahnya langsung menjulur kearah kepala kemaluanku yang sudah sedari tadi tegang dan amat keras itu.
"Mungkin ini nggak akan cukup kalau masuk di.. aah mm.. nggmm," belum lagi kata-kata isengnya keluar aku sudah menghunjamkan burungku kearah mulutnya dan, "Croop.." langsung memenuhi rongganya yang mungil itu. Matanya menatapku dengan pandangan lucu, sementara aku sedang meringis merasakan kegelian yang justru semakin membuat senjataku tegang dan keras.
"Aduuh enaak.. oohh enaknya Tante oohh.." sementara ia terus menyedot dan mengocok batang kemaluanku keluar masuk mulutnya yang kini tampak semakin sesak. Tangan kananku meraih payudara besarnya yang menggelayut bergoyang kesana kemari sembari tangan sebelah kiriku memberi rabaan di punggungnya yang halus itu. Sesekali ia menggigit kecil kepala kemaluanku dalam mulutnya, "Mm.. hmm.." hanya itu yang keluar dari mulutnya, seiring telapak tanganku yang meremas keras daging empuk di dadanya.
"Crop.." ia mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya. Aku langsung menyergap pinggulnya dan lagi-lagi daerah selangkangan dengan bukit berbulu itu kuserbu dan kusedot cairan mani yang sepertinya sudah membanjir di bibir kemaluannya.
"Aoouuhh.. Tante nggak tahan lagi sayang ampuun.. Vann.. hh masukin sekarang juga, ayoo.." pintanya sambil memegang pantatku. Segera kuarahkan kemaluanku ke selangkangannya yang tersibak di antara pinggangku menempatkan posisi liang kemaluannya yang terbuka lebar, pelan sekali kutempelkan di bibir kemaluannya dan mendorongnya perlahan, "Ngg.. aa.. aa.. aa.. ii.. oohh masuuk.. aduuh besar sekali sayang, oohh.." ia merintih, wajahnya memucat seperti orang yang terluka iris.
Aku tahu kalau itu adalah reaksi dari bibir kemaluannya yang terlalu rapat untuk ukuran burungku. Dan Tante Donna merupakan wanita yang kesekian kalinya mengatakan hal yang sama. Namun jujur saja, ia adalah wanita setengah baya tercantik dan terseksi dari semua wanita yang pernah kutiduri. Buah dadanya yang membusung besar itu langsung kuhujani dengan kecupan-kecupan pada kedua putingnya secara bergiliran, sesekali aku juga berusaha mengimbangi gerakan turun naiknya diatas pinggangku dengan cara mengangkat-angkat dan memiringkan pinggul hingga membuatnya semakin bernafsu, namun tetap menjaga ketahananku dengan menghunjamkan kemaluanku pada setiap hitungan kelima.
Tangannya menekan-nekan kepalaku kearah buah dadanya yang tersedot keras sementara burungku terus keluar masuk semakin lancar dalam liang senggamanya yang sudah terasa banjir dan amat becek itu. Puting susunya yang ternyata merupakan titik nikmatnya kugigit kecil hingga wanita itu berteriak kecil merintih menahan rasa nikmat sangat hebat, untung saja kamar tidur tersebut terletak di lantai dua yang cukup jauh untuk mendengar teriakan-teriakan kami berdua. Puas memainkan kedua buah dadanya, kedua tanganku meraih kepalanya dan menariknya kearah wajahku, sampai disitu mulut kami beradu, kami saling memainkan lidah dalam rongga mulut secara bergiliran. Setelah itu lidahku menjalar liar di pipinya naik kearah kelopak matanya melumuri seluruh wajah cantik itu, dan menggigit daun telinganya. Genjotan pinggulnya semakin keras menghantam pangkal pahaku, burungku semakin terasa membentur dasar liang senggama.
"Ooohh.. aa.. aahh.. aahh.. mmhh gelii oohh enaknya, Vann.. ooh," desah Tante Donna.
"Yaahh enaak juga Tante.. oohh rasanya nikmat sekali, yaahh.. genjot yang keras Tante, nikmat sekali seperti ini, oohh enaakk.. oohh Tante oohh.." kata-kataku yang polos itu keluar begitu saja tanpa kendali. Tanganku yang tadi berada di atas kini beralih meremas bongkahan pantatnya yang bahenol itu. Setiap ia menekan ke bawah dan menghempaskan kemaluannya tertusuk burungku, secara otomatis tanganku meremas keras bongkahan pantatnya. Secara refleks pula kemaluannya menjepit dan berdenyut seperti menyedot batang kejantananku.
Hanya sepuluh menit setelah itu goyangan tubuh Tante Donna terasa menegang, aku mengerti kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya, "Vann.. aahh aku nngaak.. nggak kuaat aahh.. aahh.. oohh.."
"Taahaan Tante.. tunggu saya dulu ngg.. ooh enaknya Tante.. tahan dulu .. jangan keluarin dulu.." Tapi sia-sia saja, tubuh Tante Donna menegang kaku, tangannya mencengkeram erat di pundakku, dadanya menjauh dari wajahku hingga kedua telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya. Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu, hingga aku meremas keras payudaranya untuk memaksimalkan kenikmatan orgasme itu padanya. "Ooo.. ngg.. aahh.. sayang sayang.. sayang.. ooh enaak.. Tante kelauaar.. oohh.. oohh.." teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu. Aku merasakan jepitan kemaluannya disekeliling burungku mengeras dan terasa mencengkeram erat sekali, desiran zat cair kental terasa menyemprot enam kali di dalam liang kemaluannya sampai sekitar sepuluh detik kemudian ia mulai lemas dalam pelukanku.
Sementara itu makin kupercepat gerakanku, makin terdengar dengan jelas suara gesekan antara kemaluan saya dengan kemaluannya yang telah dibasahi oleh cairan dari kemaluan Tante Donna. "Aaakhh.. enakk!" desah Tante Donna sedikit teriak.
"Tante.. saya mau keluar nich.. eesshh.." desahku pada Tante Donna.
"Keluarkanlah sayang.. eesshh.." jawabnya sambil mendesah.
"Uuugghh.. aaggh.. eenak Tante.." teriakku agak keras dengan bersamaannya spermaku yang keluar dan menyembur di dalam kemaluan Tante Donna.
"Hemm.. hemm.." suara itu cukup mengagetkanku. Ternyata suaminya yang sedari tadi hanya menonton kini telah bangkit dan melepas kimononya. "Sekarang giliranku, terima kasih kau telah membangkitkanku kau boleh meninggalkan kami sekarang," katanya seraya memberikan segepok uang padaku.
Aku segera memakai pakaianku, dan melangkah keluar. Tante Donna mengantarkanku kepintu sambil sambil menghadiahkanku sebuah kecupan kecil, katanya "Terima kasih yach.. sekarang giliran suamiku, karena ia butuh melihat permainanku dengan orang lain sebelum ia melakukannya."
"Terima kasih kembali, kalau Tante butuh saya lagi hubungi saya saja," jawabku sambil membalas kecupannya dan melangkah keluar.
"Akh.. betapa beruntungnya aku dapat 'order' melayani wanita seperti Tante Donna," pikirku puas. Ternyata ada juga suami yang rela mengorbankan istrinya untuk digauli orang lain untuk memenuhi hasratnya.
Demikianlah sekelumit kisahku, apabila ada diantara pembaca yang juga membutuhkanku, seperti ciri-ciri wanita yang sangat kusukai, yaitu berusia 30-40 tahun. Silakan hubungi aku via e-mail.
Tamat
Kejadian ini adalah sebagian dari kisah nyataku, yang terjadi kurang lebih 4 tahun yang lalu. Terus terang, aku sangat menyukai wanita yang berusia 30-40 tahun, dengan kulit mulus. Bagiku wanita ini sangat menarik, apalagi jika 'jam terbangnya' sudah tinggi, sehingga pandai dalam bercinta. Namun sebagai pegawai swasta yang bekerja, aku memiliki keterbatasan waktu, tidak mudah bagiku untuk mencari wanita tersebut. Hal ini yang mendorong aku untuk mengiklankan diriku pada sebuah surat kabar berbahasa Inggris, untuk menawarkan jasa 'full body massage'. Uang bagiku tidak masalah, karena aku berasal dari keluarga menengah dan gajiku cukup, namun kepuasan yang ku dapat jauh dari itu. Sehingga aku tidak memasang tarif untuk jasaku itu, diberi berapapun kuterima.
Sepanjang hari itu, sejak iklanku terbit banyak respon yang kudapat, sebagian dari mereka hanya iseng belaka, atau hanya ingin ngobrol. Di sore hari, kurang lebih pukul 18.00 seorang wanita menelponku.
"Hallo dengan Ivan?" suara merdu terdengar dari sana.
"Ya saya sendiri" jawabku.
Dan seterusnya dia mulai menanyakan ciri-ciriku. Selanjutnya, "Eh ngomong-ngomong, berapa sich panjangnya kamu punya?" katanya.
"Yah normal sajalah sekitar 18 cm dengan diameter 6 cm." jawabku.
"Wah lumayan juga yach, lalu apakah jasa kamu ini termasuk semuanya," lanjutnya.
"Apa saja yang kamu butuhkan, kamu pasti puas dech.." jawabku. Dan yang agak mengejutkan adalah bahwa dia meminta kesediaanku untuk melakukannya dengan ditonton suaminya. Namun kurasa, wah ini pengalaman baru buatku.
Akhirnya dia memintaku untuk segera datang di sebuah hotel "R" berbintang lima di kawasan Sudirman, tak jauh dari kantorku. Aku menduga bahwa pasangan ini bukanlah sembarang orang, yang mampu membayar tarif hotel semahal itu. Dan benar dugaanku, sebuah president suite room telah ada di hadapanku. Segera kubunyikan bel di depan kamarnya. Dan seorang pria, dengan mengenakan kimono, berusia tak lebih dari 40 tahun membukakan pintu untukku.
"Ivan?" katanya.
"Ya saya Ivan," jawabku. Lalu ia mencermatiku dari atas hingga bawah sebelum ia mempersilakan aku masuk ke dalam. Pasti dia tidak ingin sembarang orang menyentuh istrinya, pikirku.
"OK, masuklah" katanya. Kamar itu begitu luas dan gelap sekali. Aku memandang sekeliling, sebuah TV berukuran 52" sedang memperlihatkan blue film.
Lalu aku memandang ke arah tempat tidur. Seorang wanita yang kutaksir umurnya tak lebih dari 30 tahun berbaring di atas tempat tidur, badannya dimasukkan ke dalam bed cover tersenyum padaku sambil menjulurkan tangannya untuk menyalamiku. "Kamu pasti Ivan khan? Kenalkan saya Donna" katanya lembut.
Aku terpana melihatnya, rambutnya sebahu berwarna pirang, kulitnya mulus sekali, wajahnya cantik, pokoknya perfect! Aku masih terpana dan menahan liurku, ketika dia berkata "Lho kok bingung sich".
"Akh enggak.." kataku sambil membalas salamnya.
"Kamu mandi dulu dech biar segar, tuch di kamar mandi," katanya.
"Oke tunggu yach sebentar," jawabku sambil melangkah ke kamar mandi. Sementara, suaminya hanya menyaksikan dari sofa dikegelapan. Cepat-cepat kubersihkan badanku biar wangi. Dan segera setelah itu kukenakan celana pendek dan kaos.
Aku melangkah keluar, "Yuk kita mulai," katanya.
Dengan sedikit gugup aku menghampiri tempat tidurnya. Dan dengan bodohnya aku bertanya, "Boleh aku lepaskan pakaianku?", dia tertawa kecil dan menjawab, "terserah kau saja..".
Segera kulepaskan pakaianku, dia terbelalak melihatku dalam keadaan polos, "Ahk.. ehm.." dan segera mengajakku masuk ke dalam bed cover juga. "Kamu cantik sekali Donna" kataku lirih.
Aku tak habis pikir ada wanita secantik ini yang pernah kulihat dan suaminya memperbolehkan orang lain menjamahnya, ah.. betapa beruntungnya aku ini. "Ah kamu bisa saja," kata Donna.
Segera aku masuk ke dalam bed cover, kuteliti tubuhnya satu persatu. Kedua bulatan payudaranya yang cukup besar dan berwarna putih terlihat menggantung dengan indahnya, diantara keremangan aku masih dapat melihat dengan sangat jelas betapa indah kedua bongkah susunya yang kelihatan begitu sangat montok dan kencang. Samar kulihat kedua puting mungilnya yang berwarna merah kecoklatan. "Yaa aammpuunn.." bisikku lirih tanpa sadar, "Ia benar-benar sempurna" kataku dalam hati.
"Van.." bisik Tante Donna di telingaku.
Aku menoleh dan terjengah. Ya Ampuun, wajah cantiknya itu begitu dekat sekali dengan wajahku. Hembusan nafasnya yang hangat sampai begitu terasa menerpa daguku. Kunikmati seluruh keindahan bidadari di depanku ini, mulai dari wajahnya yang cantik menawan, lekak-lekuk tubuhnya yang begitu seksi dan montok, bayangan bundar kedua buah payudaranya yang besar dan kencang dengan kedua putingnya yang lancip, perutnya yang ramping dan pantatnya yang bulat padat bak gadis remaja, pahanya yang seksi dan aah.., kubayangkan betapa indah bukit kemaluannya yang kelihatan begitu menonjol dari balik bed cover. Hmm.., betapa nikmatnya nanti saat batang kejantananku memasuki liang kemaluannya yang sempit dan hangat, akan kutumpahkan sebanyak mungkin air maniku ke dalam liang kemaluannya sebagai bukti kejantananku.
"Van.. mulailah sayang.." bisik Tante Donna, membuyarkan fantasi seks-ku padanya. Sorotan kedua matanya yang sedikit sipit kelihatan begitu sejuk dalam pandanganku, hidungnya yang putih membangir mendengus pelan, dan bibirnya yang ranum kemerahan terlihat basah setengah terbuka, duh cantiknya. Kukecup lembut bibir Tante Donna yang setengah terbuka. Begitu terasa hangat dan lunak. Kupejamkan kedua mataku menikmati kelembutan bibir hangatnya, terasa manis.
Selama kurang lebih 10 detik aku mengulum bibirnya, meresapi segala kehangatan dan kelembutannya. Kuraih tubuh Tante Donna yang masih berada di hadapanku dan kubawa kembali ke dalam pelukanku.
"Apa yang dapat kau lakukan untukku Van.." bisiknya lirih setengah kelihatan malu.
Kedua tanganku yang memeluk pinggangnya erat, terasa sedikit gemetar memendam sejuta rasa. Dan tanpa terasa jemari kedua tanganku telah berada di atas pantatnya yang bulat. Mekal dan padat. Lalu perlahan kuusap mesra sambil kuberbisik, "Tante pasti tahu apa yang akan Ivan lakukan.. Ivan akan puaskan Tante sayang.." bisikku pelan. Jiwaku telah terlanda nafsu.
Kuelus-elus seluruh tubuhnya, akhh.. mulus sekali, dengan sedikit gemas kuremas gemas kedua belah pantatnya yang terasa kenyal padat dari balik bed cover. "Oouuhh.." Tante Donna mengeluh lirih.
Bagaimanapun juga anehnya aku saat itu masih bisa menahan diri untuk tidak bersikap over atau kasar terhadapnya, walau nafsu seks-ku saat itu terasa sudah diubun-ubun namun aku ingin sekali memberikan kelembutan dan kemesraan kepadanya. Lalu dengan gemas aku kembali melumat bibirnya. Kusedot dan kukulum bibir hangatnya secara bergantian dengan mesra atas dan bawah. Kecapan-kecapan kecil terdengar begitu indah, seindah cumbuanku pada bibir Tante Donna. Kedua jemari tanganku masih mengusap-usap sembari sesekali meremas pelan kedua belah pantatnya yang bulat pada dan kenyal. Bibirnya yang terasa hangat dan lunak berulang kali memagut bibirku sebelah bawah dan aku membalasnya dengan memagut bibirnya yang sebelah atas. ooh.., terasa begitu nikmatnya. Dengusan pelan nafasnya beradu dengan dengusan nafasku dan berulang kali pula hidungnya yang kecil membangir beradu mesra dengan hidungku. Kurasakan kedua lengan Tante Donna telah melingkari leherku dan jemari tangannya kurasakan mengusap mesra rambut kepalaku.
Batang kejantananku terasa semakin besar apalagi karena posisi tubuh kami yang saling berpelukan erat membuat batang kejantananku yang menonjol dari balik celanaku itu terjepit dan menempel keras di perut Tante Donna yang empuk, sejenak kemudian kulepaskan pagutan bibirku pada bibir Tante Donna.
Wajahnya yang cantik tersenyum manis padaku, kuturunkan wajahku sambil terus menjulurkan lidah di permukaan perutnya terus turun dan sampai di daerah yang paling kusukai, wangi sekali baunya. Tak perlu ragu.
"Ohh apa yang akan kau lakukan.. akh.." tanyanya sambil memejamkan mata menahan kenikmatan yang dirasakannya. Beberapa saat kemudian tangan itu malah mendorong kepalaku semakin bawah dan.., "Nyam-nyam.." nikmat sekali kemaluan Tante Donna. Oh, bukit kecil yang berwarna merah merangsang birahiku.
Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan, "Creep.." ujung hidungku kupaksakan masuk ke dalam celah kemaluan yang sudah sedari tadi becek itu.
"Aaahh.. kamu nakaal," jeritnya cukup keras. Terus terang kemaluannya adalah terindah yang pernah kucicipi, bibir kemaluannya yang merah merekah dengan bentuk yang gemuk dan lebar itu membuatku semakin bernafsu saja. Bergiliran kutarik kecil kedua belah bibir kemaluan itu dengan mulutku. "Ooohh lidahmu.. ooh nikmatnya Ivan.." lirih Tante Donna.
Sementara aku asyik menikmati bibir kemaluannya, ia terus mendesah merasakan kegelian, persis seorang gadis perawan yang baru merasakan seks untuk pertama kali, kasihan wanita ini dan betapa bodohnya suaminya yang hanya memandangku dari kegelapan.
"Aahh.. sayang.. Tante suka yang itu yaahh.. sedoot lagi dong sayang oogghh," ia mulai banyak menggunakan kata sayang untuk memanggilku. Sebuah panggilan yang sepertinya terlalu mesra untuk tahap awal ini.
Lima menit kemudian.. "Sayang.. Aku ingin cicipi punya kamu juga," katanya seperti memintaku menghentikan tarian lidah di atas kemaluannya.
"Ahh.. baiklah Tante, sekarang giliran Tante," lanjutku kemudian berdiri mengangkang di atas wajahnya yang masih berbaring. Tangannya langsung meraih batang kemaluan besarku dan sekejap terkejut menyadari ukurannya yang jauh di atas rata-rata.
"Okh Van.. indah sekali punyamu ini.." katanya padaku, lidahnya langsung menjulur kearah kepala kemaluanku yang sudah sedari tadi tegang dan amat keras itu.
"Mungkin ini nggak akan cukup kalau masuk di.. aah mm.. nggmm," belum lagi kata-kata isengnya keluar aku sudah menghunjamkan burungku kearah mulutnya dan, "Croop.." langsung memenuhi rongganya yang mungil itu. Matanya menatapku dengan pandangan lucu, sementara aku sedang meringis merasakan kegelian yang justru semakin membuat senjataku tegang dan keras.
"Aduuh enaak.. oohh enaknya Tante oohh.." sementara ia terus menyedot dan mengocok batang kemaluanku keluar masuk mulutnya yang kini tampak semakin sesak. Tangan kananku meraih payudara besarnya yang menggelayut bergoyang kesana kemari sembari tangan sebelah kiriku memberi rabaan di punggungnya yang halus itu. Sesekali ia menggigit kecil kepala kemaluanku dalam mulutnya, "Mm.. hmm.." hanya itu yang keluar dari mulutnya, seiring telapak tanganku yang meremas keras daging empuk di dadanya.
"Crop.." ia mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya. Aku langsung menyergap pinggulnya dan lagi-lagi daerah selangkangan dengan bukit berbulu itu kuserbu dan kusedot cairan mani yang sepertinya sudah membanjir di bibir kemaluannya.
"Aoouuhh.. Tante nggak tahan lagi sayang ampuun.. Vann.. hh masukin sekarang juga, ayoo.." pintanya sambil memegang pantatku. Segera kuarahkan kemaluanku ke selangkangannya yang tersibak di antara pinggangku menempatkan posisi liang kemaluannya yang terbuka lebar, pelan sekali kutempelkan di bibir kemaluannya dan mendorongnya perlahan, "Ngg.. aa.. aa.. aa.. ii.. oohh masuuk.. aduuh besar sekali sayang, oohh.." ia merintih, wajahnya memucat seperti orang yang terluka iris.
Aku tahu kalau itu adalah reaksi dari bibir kemaluannya yang terlalu rapat untuk ukuran burungku. Dan Tante Donna merupakan wanita yang kesekian kalinya mengatakan hal yang sama. Namun jujur saja, ia adalah wanita setengah baya tercantik dan terseksi dari semua wanita yang pernah kutiduri. Buah dadanya yang membusung besar itu langsung kuhujani dengan kecupan-kecupan pada kedua putingnya secara bergiliran, sesekali aku juga berusaha mengimbangi gerakan turun naiknya diatas pinggangku dengan cara mengangkat-angkat dan memiringkan pinggul hingga membuatnya semakin bernafsu, namun tetap menjaga ketahananku dengan menghunjamkan kemaluanku pada setiap hitungan kelima.
Tangannya menekan-nekan kepalaku kearah buah dadanya yang tersedot keras sementara burungku terus keluar masuk semakin lancar dalam liang senggamanya yang sudah terasa banjir dan amat becek itu. Puting susunya yang ternyata merupakan titik nikmatnya kugigit kecil hingga wanita itu berteriak kecil merintih menahan rasa nikmat sangat hebat, untung saja kamar tidur tersebut terletak di lantai dua yang cukup jauh untuk mendengar teriakan-teriakan kami berdua. Puas memainkan kedua buah dadanya, kedua tanganku meraih kepalanya dan menariknya kearah wajahku, sampai disitu mulut kami beradu, kami saling memainkan lidah dalam rongga mulut secara bergiliran. Setelah itu lidahku menjalar liar di pipinya naik kearah kelopak matanya melumuri seluruh wajah cantik itu, dan menggigit daun telinganya. Genjotan pinggulnya semakin keras menghantam pangkal pahaku, burungku semakin terasa membentur dasar liang senggama.
"Ooohh.. aa.. aahh.. aahh.. mmhh gelii oohh enaknya, Vann.. ooh," desah Tante Donna.
"Yaahh enaak juga Tante.. oohh rasanya nikmat sekali, yaahh.. genjot yang keras Tante, nikmat sekali seperti ini, oohh enaakk.. oohh Tante oohh.." kata-kataku yang polos itu keluar begitu saja tanpa kendali. Tanganku yang tadi berada di atas kini beralih meremas bongkahan pantatnya yang bahenol itu. Setiap ia menekan ke bawah dan menghempaskan kemaluannya tertusuk burungku, secara otomatis tanganku meremas keras bongkahan pantatnya. Secara refleks pula kemaluannya menjepit dan berdenyut seperti menyedot batang kejantananku.
Hanya sepuluh menit setelah itu goyangan tubuh Tante Donna terasa menegang, aku mengerti kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya, "Vann.. aahh aku nngaak.. nggak kuaat aahh.. aahh.. oohh.."
"Taahaan Tante.. tunggu saya dulu ngg.. ooh enaknya Tante.. tahan dulu .. jangan keluarin dulu.." Tapi sia-sia saja, tubuh Tante Donna menegang kaku, tangannya mencengkeram erat di pundakku, dadanya menjauh dari wajahku hingga kedua telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya. Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu, hingga aku meremas keras payudaranya untuk memaksimalkan kenikmatan orgasme itu padanya. "Ooo.. ngg.. aahh.. sayang sayang.. sayang.. ooh enaak.. Tante kelauaar.. oohh.. oohh.." teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu. Aku merasakan jepitan kemaluannya disekeliling burungku mengeras dan terasa mencengkeram erat sekali, desiran zat cair kental terasa menyemprot enam kali di dalam liang kemaluannya sampai sekitar sepuluh detik kemudian ia mulai lemas dalam pelukanku.
Sementara itu makin kupercepat gerakanku, makin terdengar dengan jelas suara gesekan antara kemaluan saya dengan kemaluannya yang telah dibasahi oleh cairan dari kemaluan Tante Donna. "Aaakhh.. enakk!" desah Tante Donna sedikit teriak.
"Tante.. saya mau keluar nich.. eesshh.." desahku pada Tante Donna.
"Keluarkanlah sayang.. eesshh.." jawabnya sambil mendesah.
"Uuugghh.. aaggh.. eenak Tante.." teriakku agak keras dengan bersamaannya spermaku yang keluar dan menyembur di dalam kemaluan Tante Donna.
"Hemm.. hemm.." suara itu cukup mengagetkanku. Ternyata suaminya yang sedari tadi hanya menonton kini telah bangkit dan melepas kimononya. "Sekarang giliranku, terima kasih kau telah membangkitkanku kau boleh meninggalkan kami sekarang," katanya seraya memberikan segepok uang padaku.
Aku segera memakai pakaianku, dan melangkah keluar. Tante Donna mengantarkanku kepintu sambil sambil menghadiahkanku sebuah kecupan kecil, katanya "Terima kasih yach.. sekarang giliran suamiku, karena ia butuh melihat permainanku dengan orang lain sebelum ia melakukannya."
"Terima kasih kembali, kalau Tante butuh saya lagi hubungi saya saja," jawabku sambil membalas kecupannya dan melangkah keluar.
"Akh.. betapa beruntungnya aku dapat 'order' melayani wanita seperti Tante Donna," pikirku puas. Ternyata ada juga suami yang rela mengorbankan istrinya untuk digauli orang lain untuk memenuhi hasratnya.
Demikianlah sekelumit kisahku, apabila ada diantara pembaca yang juga membutuhkanku, seperti ciri-ciri wanita yang sangat kusukai, yaitu berusia 30-40 tahun. Silakan hubungi aku via e-mail.
Tamat
Berpacu dalam nafsu - 2
"mbak Lily? saya Rino temannya Rio" sapanya
Agak bingung juga aku, disatu sisi aku membutuhkannya apalagi dengan penampilan dia yang begitu sexy sementara di sisi lain masih ada Pak Edwin di ranjang.
"Sebentar ya" kataku menutup pintu kembali, terus terang aku nggak tahu bagaimana menentukan sikap, sebenarnya aku nggak keberatan melayani mereka berdua malah itu yang aku harapkan tapi bagaimana dengan Pak Edwin, rekanan bisnis yang baru beberapa jam yang lalu aku kenal, tentu aku harus menjaga citraku sebagai seorang bisnis women professional, aku bingung memikirkannya.
"kudengar ada bel pintu, ada tamu kali" kata Pak Edwin dari ranjang
"eh..anu..enggak kok Pak" jawabku kaget agak terbata
"jangan panggil Pak kalau suasana begini, apalagi dengan apa yang baru saja terjadi, panggil Edwin atau Koh Edwin saja, toh hanya beberapa tahun lebih tua"
"iya teman lama, nggak penting sih, tapi kalau bapak keberatan aku suruh dia pulang biar besok dia kesini lagi" kataku
"ah nggak pa pa kok, santai saja" jawabnya ringan.
Aku kembali membuka pintu tapi aku yang keluar menemui dia di depan pintu, kini kulihat jelas postur tubuhnya yang tinggi dan atletis, usia paling banter 26 tahun, makin membuat aku kepanasan.
"di dalam ada rekanku, bilang aja kamu teman lama dan apapun yang terjadi nanti suka atau nggak suka kamu harus terima bahkan kalau aku memintamu untuk pulang tanpa melakukan apa apa kamu harus nurut, besok aku telepon lagi, aku mohon pengertianmu" kataku pada Rino tegas.
"Nggak apa mbak, aku ikuti saja permainan Mbak Lily, aku percaya sama Rio dan aku orangnya easy going kok mbak, pandai membawa diri" katanya lalu kupersilahkan masuk.
Kulihat Edwin masih berbaring di ranjang dengan bertutupkan selimut. Aku jadi canggung diantara dua laki laki yang baru kukenal ini sampai lupa mengenalkan mereka berdua, basa basi kutawari Rino minuman, tiba tiba Edwin bangkit dari ranjang dan dengan tetap telanjang dia ke kamar mandi. Aku kaget lalu melihat ke Rino yang hanya dibalas dengan senyuman nakal.
"wah ngganggu nih" celetuk Rino
"ah enggak udah selesai kok"jawabku singkat
"baru akan mulai lagi, kamu boleh tinggal atau ikutan atau pergi terserah kamu, tapi itu tergantung sama Lily" teriak Edwin dari kamar mandi, entah basa basi atau bercanda atau serius aku nggak tau.
"Rio udah cerita sama aku mengenai mbak" bisik Rino pelan supaya tidak terdengar Edwin.
Edwin keluar dari kamar mandi dengan tetap telanjang, dia mendekatiku menarikku dalam pelukannya lalu mencium bibirku, tanpa mempedulikan keberadaan Rino dia melorotkan piyamaku hingga aku telanjang di depan mereka berdua. Kami kembali berpelukan dan berciuman, tangan Edwin mulai menjamah buah dadaku, meraba raba dan meremasnya. Ciumannya turun ke leherku hingga aku mendongak kegelian, kemudian Edwin mengulum putingku secara bergantian, kuremas remas rambutnya yang terbenam di kedua buah dadaku.
Kulihat Rino masih tetap duduk di kursi, entah kapan dia melepas baju tapi kini dia hanya mengenakan celana dalam mini merahnya, benjolan dibaliknya sungguh besar seakan celana dalamnya tak mampu menampung kebesarannya.
Badannya begitu atletis tanpa lemak di perut menambah ke-sexy-annya. Melihat potongan tubuhnya berahiku menjadi cepat naik disamping rangsangan dan serbuan dari Edwin di seluruh tubuhku, kupejamkan mataku sambil menikmati cumbuan Edwin.
Ketika jilatan Edwin mencapai selangkanganku, kuraskan pelukan dan rabaan di kedua buah dadaku dari belakang, kubuka mataku ternyata Edwin sedang sibuk di selangkanganku dan Rino berada di belakangku. Sambil meraba raba Rino menciumi tengkuk dan menjilati telingaku membuat aku menggelinjang kegelian mendapat rangsangan atas bawah depan belakang secara bersamaan, terutama yang dari Rino lebih menarik konsentrasiku.
Mereka merebahkan tubuhku di ranjang, Edwin tetap berkutat di vaginaku sementara Rino beralih mengulum putingku dari kiri ke kanan. Kugapai penis Rino yang menegang, agak kaget juga mendapati kenyataan bahwa penisnya lebih panjang, hampir dua kali punya Edwin meski batangnya tidak sebesar dia, tapi bentuknya yang lurus ke depan dan kepalanya yang besar membuat aku semakin ingin cepat menikmatinya, kukocok kocok untuk mendapatkan ketegangan maximum dari penisnya.
Edwin membalikkan tubuhku dan memintaku pada posisi doggie, Rino secara otomatis menempatkan dirinya di depanku hingga posisi penisnya tepat menghadap ke mukaku persisnya ke mulutku.
Untuk kedua kalinya Edwin melesakkan penisnya ke vaginaku dan langsung menyodok dengan keras hingga penis Rino menyentuh pipiku. Kuremas penis itu ketika Edwin dengan gairahnya mengobok obok vaginaku. Tanpa sadar karena terpengaruh kenikmatan yang diberikan Edwin, kujilati Penis Rino dalam genggamanku dan akhirnya kukulum juga ketika Edwin menghentakkan tubuhnya ke pantatku, meski tidak sampai menyentuh dinding terdalam vaginaku tapi kurasakan kenikmatan demi kenikmatan pada setiap kocokannya. Kukulum penis Rino dengan gairah segairah kocokan Edwin padaku, Rino memegang kepalaku dan menekan dalam dalam sehingga penisnya masuk lebih dalam ke mulutku meski tidak semuanya tertanam di dalam. Sambil mengocok tangan Edwin meraba raba punggungku hingga ke dadaku, sementara Rino tak pernah memberiku peluang untuk melepaskan penisnya dari mulutku.
"eegghhmm.. eegghh" desahku dari hidung karena mulutku tersumbat penis Edwin.
Tak lama kemudian Edwin menghentikan kocokannya dan mengeluakan penisnya dari vaginaku meski belum kurasakan orgasmenya, Rino lalu menggantikan posisi Edwin, dengan mudahnya dia melesakkan penisnya hingga masuk semua karena memang batangnya lebih kecil dari penis Edwin, kini ini kurasakan dinding bagian dalam vaginaku tersentuh, ada perasaan menggelitik ketika penis Rino menyentuhnya. Dia langsung mengocok perlahan dengan penuh perasaan seakan menikmatai gesekan demi gesekan, makin lama makin cepat, tangannya memegang pinggangku dan menariknya berlawanan dengan gerakan tubuhnya sehingga penisnya makin masuk ke dalam mengisi rongga vaginaku yang tidak berhasil terisi oleh penis Edwin.
Ada kenikmatan yang berbeda antara Edwin dan Rino tapi keduanya menghasilkan sensasi yang luar biasa padaku saat ini. Cukup lama Rino menyodokku dari belakang, Edwin entah kemana dia tidak ada di depanku, mungkin dia meredakan nafsunya supaya tidak orgasme duluan.
Rino lalu membalikku, kini aku telentang di depannya, ditindihnya tubuhku dengan tubuh sexy-nya lalu kembali dia memasukkan penisnya, dengan sekali dorong amblaslah tertelan vaginaku, dengan cepat dan keras dia mengocokku, penisnya yang keras dengan kepala besar seakan mengaduk aduk isi vaginaku, aku mendesah tak tertahan merasakan kenikmatan yang kudapat.
"eehh..yess..fuck me hard..yess" desahku mulai ngaco menerima gerakan Rino yang eksotik itu. Sambil mendesah kupandangi wajah tampan Antonio Banderas-nya yang menurut taksiranku tidak lebih dari 26 tahun, membuat aku makin kelojotan dan tergila gila dibuatnya. Kulihat Edwin berdiri di samping Rino, tatapan mataku tertuju pada penisnya yang terbungkus kondom yang menurutku aneh, ada asesoris di pangkal kondom itu, sepertinya ada kepala lagi di pangkal penisnya. Kulihat dia dan dia membalas tatapanku dengan pandangan dan senyum nakal.
Ditepuknya pundak Rino sebagai isyarat, agak kecewa juga ketika Rino menarik keluar penisnya disaat saat aku menikmatinya dengan penuh nafsu. Tapi kekecewaan itu tak berlangsung lama ketika Edwin menggantikan posisinya, begitu penisnya mulai melesak masuk kedalam tak kurasakan perbedaannya dari sebelumnya tapi begitu penisnya masuk semua mulailah efek dari kondom berkepala itu kurasakan, ternyata kepala kondom itu langsung menggesek gesek klitorisku saat Edwin menghunjam tajam ke vaginaku, klitorisku seperti di gelitik gelitik saat Edwin mengocok vaginaku, suatu pengalaman baru bagiku dan kurasakan kenikmatan yang aneh tapi begitu penuh gairah.
Edwin merasakan kemenangan ketika tubuhku menggelinjang menikmati sensasinya. Rino kembali mengulum putingku dari satu ke satunya, lalu tubuhnya naik ke atas tubuhku dan mekangkangkan kakinya di kepalaku, disodorkannya penisnya ke mulutku, aku tak bisa menolak karena posisinya tepat mengarah ke mulut, kucium aroma vaginaku masih menempel di penisnya, langsung kubuka mulutku menerima penis itu. Sementara kocokan Edwin di vaginaku makin menggila, kenikmatannya tak terkirakan, tapi aku tak sempat mendesah karena disibukkan penis Rino yang keluar masuk mulutku. Aku menerima dua kocokan bersamaan di atas dan dibawah, membuatku kewalahan menerima kenikmatan ini.
Setelah cukup lama mengocokku dengan kondom kepalanya, Edwin menarik keluar penisnya dan melepaskan kondomnya lalu dimasukkannya kembali ke vaginaku, tak lama kemudian kurasakan denyutan dari penis Edwin yang tertanam di vaginaku, denyutannya seakan memelarkan vaginaku karena terasa begitu membesar saat orgasme membuatku menyusul beberapa detik kemudian, dan kugapailah kenikmatan puncak dari permainan sex, kini aku bisa mendapatkan orgasme dari Edwin. Tahu bahwa Edwin telah mendapatkan kepuasannya, Rino beranjak menggantikan posisi Edwin, tapi itu tak lama, dia memintaku untuk di atas dan kuturuti permintaannya.
Rino lalu telentang di sampingku, kunaiki tubuhnya dan kuatur tubuhku hingga penisnya bisa masuk ke vaginaku tanpa kesulitan berarti.
Aku langsung mengocok penisnya dengan gerakan menaik turunkan pantatku, buah dadaku yang menggantung di depannya tak lepas dari jamahannya, diremasnya dengan penuh gairah seiring dengan kocokanku. Gerakan pinggangku mendapat perlawanan dari Rino, makin dia melawan makin dalam penisnya menancap di vagina dan makin tinggi kenikmatan yang kudapat. Karena gairahku belum turun banyak saat menggapai orgasme dengan Edwin, maka tak lama kemudian kugapai lagi orgasme berikutnya dari Rino, denyutanku seolah meremas remas penis Rino di vaginaku.
"OUUGGHH.. yess.. yess.. yess" teriakku
Rino yang belum mencapai puncaknya makin cepat mengocokku dari bawah, tubuhku ambruk di atas dadanya, sambil tetap mengocokku dia memeluk tubuhku dengan erat, kini aku Cuma bisa mendesah di dekat telinganya sambil sesekali kukulum. Tak berapa lama kemudian Rino pun mencapai puncaknya, kurasakan semprotan sperma dan denyutan yang keras di vaginaku terutama kepala penisnya yang membesar hingga mengisi semua vaginaku.
"oouuhh..yess..I love it" teriakku saat merasakan orgasme dari Rino.
Kurasakan delapan atau sembilan denyutan keras yang disusul denyutan lainnya yang melemah hingga menghilang dan lemaslah batang penis di vaginaku itu.
Kami berpelukan beberapa saat, kucium bibirnya dan akupun berguling rebahan di sampingnya, Rino memiringkan tubuhnya menghadapku dan menumpangkan kaki kanannya di tubuhku sambil tangannya ditumpangkan di buah dadaku, kurasakan hembusan napasnya di telingaku.
"mbak Lily sungguh hebat" bisiknya pelan di telingaku.
Aku hanya memandangnya dan tersenyum penuh kepuasan. Cukup lama kami terdiam dalam keheningan, seolah merenung dan menikmati apa yang baru saja terjadi.
Akhirnya kami dikagetkan bunyi "beep" satu kali dari jam tangan Rino yang berarti sudah jam 1 malam.
"Rino, kamu nginap sini ya nemenin aku ya, Koh Edwin kalau nggak keberatan dan tidak ada yang marah di rumah kuminta ikut nemenin, gimana?" pintaku
"Dengan senang hati" jawabnya gembira, Rino hanya mengangguk sambil mencium keningku.
Kami bertiga rebahan di ranjang, kumiringkan tubuhku menghadap Edwin, kutumpangkan kaki kananku ke tubuhnya dan tanganku memeluk tubuhnya, sementara Rino memelukku dari belakang, tangannya memegang buah dadaku sementara kaki kanannya ditumpangkan ke pinggangku.Tak lama kemudian kami tertidur dalam kecapekan dan penuh kenangan, aku berada ditengah diantara dua laki laki yang baru kukenal beberapa jam yang lalu.
Entah berapa lama kami tidur dengan posisi seperti itu ketika kurasakan ada sesuatu yang menggelitik vaginaku, kubuka mataku untuk menepis kantuk, ternyata Rino berusaha memasukkan penisnya ke vaginaku dari belakang dengan posisi seperti itu. Kuangkat sedikit kaki kananku untuk memberi kemudahan padanya, lalu kembali dia melesakkan penisnya ke vaginaku, aku masih tidak melepaskan pelukanku dari Edwin sementara Rino mulai mengocokku dari belakang dengan perlahan sambil meremas remas buah dadaku. Tanganku pindah ke penis Edwin dan mengocoknya hingga berdiri, tapi anehnya Edwin masih memejamkan matanya, sepuluh menit kemudian Rino kurasakan denyutan kuat dari penis Rino pertanda dia orgasme, tanpa menoleh ke Rino aku melanjutkan tidurku, tapi ternyata Edwin sudah bangun, dia memintaku menghadap ke Rino ganti dia yang mengocokku dari belakang seperti tadi sambil aku memeluk tubuh Rino dan memegangi penisnya yang sudah mulai melemas.
Berbeda dengan kocokan Rino yang pelan pelan, Edwin melakukan kocokan dengan keras disertai remasan kuat di buah dadaku sampai sesekali aku menjerit dalam kenikmatan, cukup lama Edwin mengocokku hingga aku mengalami orgasme lagi beberapa detik sebelum dia mengalaminya, kemudian kami melanjutkan tidur yang terputus.
Bersambung...
Agak bingung juga aku, disatu sisi aku membutuhkannya apalagi dengan penampilan dia yang begitu sexy sementara di sisi lain masih ada Pak Edwin di ranjang.
"Sebentar ya" kataku menutup pintu kembali, terus terang aku nggak tahu bagaimana menentukan sikap, sebenarnya aku nggak keberatan melayani mereka berdua malah itu yang aku harapkan tapi bagaimana dengan Pak Edwin, rekanan bisnis yang baru beberapa jam yang lalu aku kenal, tentu aku harus menjaga citraku sebagai seorang bisnis women professional, aku bingung memikirkannya.
"kudengar ada bel pintu, ada tamu kali" kata Pak Edwin dari ranjang
"eh..anu..enggak kok Pak" jawabku kaget agak terbata
"jangan panggil Pak kalau suasana begini, apalagi dengan apa yang baru saja terjadi, panggil Edwin atau Koh Edwin saja, toh hanya beberapa tahun lebih tua"
"iya teman lama, nggak penting sih, tapi kalau bapak keberatan aku suruh dia pulang biar besok dia kesini lagi" kataku
"ah nggak pa pa kok, santai saja" jawabnya ringan.
Aku kembali membuka pintu tapi aku yang keluar menemui dia di depan pintu, kini kulihat jelas postur tubuhnya yang tinggi dan atletis, usia paling banter 26 tahun, makin membuat aku kepanasan.
"di dalam ada rekanku, bilang aja kamu teman lama dan apapun yang terjadi nanti suka atau nggak suka kamu harus terima bahkan kalau aku memintamu untuk pulang tanpa melakukan apa apa kamu harus nurut, besok aku telepon lagi, aku mohon pengertianmu" kataku pada Rino tegas.
"Nggak apa mbak, aku ikuti saja permainan Mbak Lily, aku percaya sama Rio dan aku orangnya easy going kok mbak, pandai membawa diri" katanya lalu kupersilahkan masuk.
Kulihat Edwin masih berbaring di ranjang dengan bertutupkan selimut. Aku jadi canggung diantara dua laki laki yang baru kukenal ini sampai lupa mengenalkan mereka berdua, basa basi kutawari Rino minuman, tiba tiba Edwin bangkit dari ranjang dan dengan tetap telanjang dia ke kamar mandi. Aku kaget lalu melihat ke Rino yang hanya dibalas dengan senyuman nakal.
"wah ngganggu nih" celetuk Rino
"ah enggak udah selesai kok"jawabku singkat
"baru akan mulai lagi, kamu boleh tinggal atau ikutan atau pergi terserah kamu, tapi itu tergantung sama Lily" teriak Edwin dari kamar mandi, entah basa basi atau bercanda atau serius aku nggak tau.
"Rio udah cerita sama aku mengenai mbak" bisik Rino pelan supaya tidak terdengar Edwin.
Edwin keluar dari kamar mandi dengan tetap telanjang, dia mendekatiku menarikku dalam pelukannya lalu mencium bibirku, tanpa mempedulikan keberadaan Rino dia melorotkan piyamaku hingga aku telanjang di depan mereka berdua. Kami kembali berpelukan dan berciuman, tangan Edwin mulai menjamah buah dadaku, meraba raba dan meremasnya. Ciumannya turun ke leherku hingga aku mendongak kegelian, kemudian Edwin mengulum putingku secara bergantian, kuremas remas rambutnya yang terbenam di kedua buah dadaku.
Kulihat Rino masih tetap duduk di kursi, entah kapan dia melepas baju tapi kini dia hanya mengenakan celana dalam mini merahnya, benjolan dibaliknya sungguh besar seakan celana dalamnya tak mampu menampung kebesarannya.
Badannya begitu atletis tanpa lemak di perut menambah ke-sexy-annya. Melihat potongan tubuhnya berahiku menjadi cepat naik disamping rangsangan dan serbuan dari Edwin di seluruh tubuhku, kupejamkan mataku sambil menikmati cumbuan Edwin.
Ketika jilatan Edwin mencapai selangkanganku, kuraskan pelukan dan rabaan di kedua buah dadaku dari belakang, kubuka mataku ternyata Edwin sedang sibuk di selangkanganku dan Rino berada di belakangku. Sambil meraba raba Rino menciumi tengkuk dan menjilati telingaku membuat aku menggelinjang kegelian mendapat rangsangan atas bawah depan belakang secara bersamaan, terutama yang dari Rino lebih menarik konsentrasiku.
Mereka merebahkan tubuhku di ranjang, Edwin tetap berkutat di vaginaku sementara Rino beralih mengulum putingku dari kiri ke kanan. Kugapai penis Rino yang menegang, agak kaget juga mendapati kenyataan bahwa penisnya lebih panjang, hampir dua kali punya Edwin meski batangnya tidak sebesar dia, tapi bentuknya yang lurus ke depan dan kepalanya yang besar membuat aku semakin ingin cepat menikmatinya, kukocok kocok untuk mendapatkan ketegangan maximum dari penisnya.
Edwin membalikkan tubuhku dan memintaku pada posisi doggie, Rino secara otomatis menempatkan dirinya di depanku hingga posisi penisnya tepat menghadap ke mukaku persisnya ke mulutku.
Untuk kedua kalinya Edwin melesakkan penisnya ke vaginaku dan langsung menyodok dengan keras hingga penis Rino menyentuh pipiku. Kuremas penis itu ketika Edwin dengan gairahnya mengobok obok vaginaku. Tanpa sadar karena terpengaruh kenikmatan yang diberikan Edwin, kujilati Penis Rino dalam genggamanku dan akhirnya kukulum juga ketika Edwin menghentakkan tubuhnya ke pantatku, meski tidak sampai menyentuh dinding terdalam vaginaku tapi kurasakan kenikmatan demi kenikmatan pada setiap kocokannya. Kukulum penis Rino dengan gairah segairah kocokan Edwin padaku, Rino memegang kepalaku dan menekan dalam dalam sehingga penisnya masuk lebih dalam ke mulutku meski tidak semuanya tertanam di dalam. Sambil mengocok tangan Edwin meraba raba punggungku hingga ke dadaku, sementara Rino tak pernah memberiku peluang untuk melepaskan penisnya dari mulutku.
"eegghhmm.. eegghh" desahku dari hidung karena mulutku tersumbat penis Edwin.
Tak lama kemudian Edwin menghentikan kocokannya dan mengeluakan penisnya dari vaginaku meski belum kurasakan orgasmenya, Rino lalu menggantikan posisi Edwin, dengan mudahnya dia melesakkan penisnya hingga masuk semua karena memang batangnya lebih kecil dari penis Edwin, kini ini kurasakan dinding bagian dalam vaginaku tersentuh, ada perasaan menggelitik ketika penis Rino menyentuhnya. Dia langsung mengocok perlahan dengan penuh perasaan seakan menikmatai gesekan demi gesekan, makin lama makin cepat, tangannya memegang pinggangku dan menariknya berlawanan dengan gerakan tubuhnya sehingga penisnya makin masuk ke dalam mengisi rongga vaginaku yang tidak berhasil terisi oleh penis Edwin.
Ada kenikmatan yang berbeda antara Edwin dan Rino tapi keduanya menghasilkan sensasi yang luar biasa padaku saat ini. Cukup lama Rino menyodokku dari belakang, Edwin entah kemana dia tidak ada di depanku, mungkin dia meredakan nafsunya supaya tidak orgasme duluan.
Rino lalu membalikku, kini aku telentang di depannya, ditindihnya tubuhku dengan tubuh sexy-nya lalu kembali dia memasukkan penisnya, dengan sekali dorong amblaslah tertelan vaginaku, dengan cepat dan keras dia mengocokku, penisnya yang keras dengan kepala besar seakan mengaduk aduk isi vaginaku, aku mendesah tak tertahan merasakan kenikmatan yang kudapat.
"eehh..yess..fuck me hard..yess" desahku mulai ngaco menerima gerakan Rino yang eksotik itu. Sambil mendesah kupandangi wajah tampan Antonio Banderas-nya yang menurut taksiranku tidak lebih dari 26 tahun, membuat aku makin kelojotan dan tergila gila dibuatnya. Kulihat Edwin berdiri di samping Rino, tatapan mataku tertuju pada penisnya yang terbungkus kondom yang menurutku aneh, ada asesoris di pangkal kondom itu, sepertinya ada kepala lagi di pangkal penisnya. Kulihat dia dan dia membalas tatapanku dengan pandangan dan senyum nakal.
Ditepuknya pundak Rino sebagai isyarat, agak kecewa juga ketika Rino menarik keluar penisnya disaat saat aku menikmatinya dengan penuh nafsu. Tapi kekecewaan itu tak berlangsung lama ketika Edwin menggantikan posisinya, begitu penisnya mulai melesak masuk kedalam tak kurasakan perbedaannya dari sebelumnya tapi begitu penisnya masuk semua mulailah efek dari kondom berkepala itu kurasakan, ternyata kepala kondom itu langsung menggesek gesek klitorisku saat Edwin menghunjam tajam ke vaginaku, klitorisku seperti di gelitik gelitik saat Edwin mengocok vaginaku, suatu pengalaman baru bagiku dan kurasakan kenikmatan yang aneh tapi begitu penuh gairah.
Edwin merasakan kemenangan ketika tubuhku menggelinjang menikmati sensasinya. Rino kembali mengulum putingku dari satu ke satunya, lalu tubuhnya naik ke atas tubuhku dan mekangkangkan kakinya di kepalaku, disodorkannya penisnya ke mulutku, aku tak bisa menolak karena posisinya tepat mengarah ke mulut, kucium aroma vaginaku masih menempel di penisnya, langsung kubuka mulutku menerima penis itu. Sementara kocokan Edwin di vaginaku makin menggila, kenikmatannya tak terkirakan, tapi aku tak sempat mendesah karena disibukkan penis Rino yang keluar masuk mulutku. Aku menerima dua kocokan bersamaan di atas dan dibawah, membuatku kewalahan menerima kenikmatan ini.
Setelah cukup lama mengocokku dengan kondom kepalanya, Edwin menarik keluar penisnya dan melepaskan kondomnya lalu dimasukkannya kembali ke vaginaku, tak lama kemudian kurasakan denyutan dari penis Edwin yang tertanam di vaginaku, denyutannya seakan memelarkan vaginaku karena terasa begitu membesar saat orgasme membuatku menyusul beberapa detik kemudian, dan kugapailah kenikmatan puncak dari permainan sex, kini aku bisa mendapatkan orgasme dari Edwin. Tahu bahwa Edwin telah mendapatkan kepuasannya, Rino beranjak menggantikan posisi Edwin, tapi itu tak lama, dia memintaku untuk di atas dan kuturuti permintaannya.
Rino lalu telentang di sampingku, kunaiki tubuhnya dan kuatur tubuhku hingga penisnya bisa masuk ke vaginaku tanpa kesulitan berarti.
Aku langsung mengocok penisnya dengan gerakan menaik turunkan pantatku, buah dadaku yang menggantung di depannya tak lepas dari jamahannya, diremasnya dengan penuh gairah seiring dengan kocokanku. Gerakan pinggangku mendapat perlawanan dari Rino, makin dia melawan makin dalam penisnya menancap di vagina dan makin tinggi kenikmatan yang kudapat. Karena gairahku belum turun banyak saat menggapai orgasme dengan Edwin, maka tak lama kemudian kugapai lagi orgasme berikutnya dari Rino, denyutanku seolah meremas remas penis Rino di vaginaku.
"OUUGGHH.. yess.. yess.. yess" teriakku
Rino yang belum mencapai puncaknya makin cepat mengocokku dari bawah, tubuhku ambruk di atas dadanya, sambil tetap mengocokku dia memeluk tubuhku dengan erat, kini aku Cuma bisa mendesah di dekat telinganya sambil sesekali kukulum. Tak berapa lama kemudian Rino pun mencapai puncaknya, kurasakan semprotan sperma dan denyutan yang keras di vaginaku terutama kepala penisnya yang membesar hingga mengisi semua vaginaku.
"oouuhh..yess..I love it" teriakku saat merasakan orgasme dari Rino.
Kurasakan delapan atau sembilan denyutan keras yang disusul denyutan lainnya yang melemah hingga menghilang dan lemaslah batang penis di vaginaku itu.
Kami berpelukan beberapa saat, kucium bibirnya dan akupun berguling rebahan di sampingnya, Rino memiringkan tubuhnya menghadapku dan menumpangkan kaki kanannya di tubuhku sambil tangannya ditumpangkan di buah dadaku, kurasakan hembusan napasnya di telingaku.
"mbak Lily sungguh hebat" bisiknya pelan di telingaku.
Aku hanya memandangnya dan tersenyum penuh kepuasan. Cukup lama kami terdiam dalam keheningan, seolah merenung dan menikmati apa yang baru saja terjadi.
Akhirnya kami dikagetkan bunyi "beep" satu kali dari jam tangan Rino yang berarti sudah jam 1 malam.
"Rino, kamu nginap sini ya nemenin aku ya, Koh Edwin kalau nggak keberatan dan tidak ada yang marah di rumah kuminta ikut nemenin, gimana?" pintaku
"Dengan senang hati" jawabnya gembira, Rino hanya mengangguk sambil mencium keningku.
Kami bertiga rebahan di ranjang, kumiringkan tubuhku menghadap Edwin, kutumpangkan kaki kananku ke tubuhnya dan tanganku memeluk tubuhnya, sementara Rino memelukku dari belakang, tangannya memegang buah dadaku sementara kaki kanannya ditumpangkan ke pinggangku.Tak lama kemudian kami tertidur dalam kecapekan dan penuh kenangan, aku berada ditengah diantara dua laki laki yang baru kukenal beberapa jam yang lalu.
Entah berapa lama kami tidur dengan posisi seperti itu ketika kurasakan ada sesuatu yang menggelitik vaginaku, kubuka mataku untuk menepis kantuk, ternyata Rino berusaha memasukkan penisnya ke vaginaku dari belakang dengan posisi seperti itu. Kuangkat sedikit kaki kananku untuk memberi kemudahan padanya, lalu kembali dia melesakkan penisnya ke vaginaku, aku masih tidak melepaskan pelukanku dari Edwin sementara Rino mulai mengocokku dari belakang dengan perlahan sambil meremas remas buah dadaku. Tanganku pindah ke penis Edwin dan mengocoknya hingga berdiri, tapi anehnya Edwin masih memejamkan matanya, sepuluh menit kemudian Rino kurasakan denyutan kuat dari penis Rino pertanda dia orgasme, tanpa menoleh ke Rino aku melanjutkan tidurku, tapi ternyata Edwin sudah bangun, dia memintaku menghadap ke Rino ganti dia yang mengocokku dari belakang seperti tadi sambil aku memeluk tubuh Rino dan memegangi penisnya yang sudah mulai melemas.
Berbeda dengan kocokan Rino yang pelan pelan, Edwin melakukan kocokan dengan keras disertai remasan kuat di buah dadaku sampai sesekali aku menjerit dalam kenikmatan, cukup lama Edwin mengocokku hingga aku mengalami orgasme lagi beberapa detik sebelum dia mengalaminya, kemudian kami melanjutkan tidur yang terputus.
Bersambung...
Friday, January 27, 2012
Mbah Blabar dukun cabul - 2
Tiba-tiba Burhan dihinggapi perasaan khawatir. Atau mungkin cemburu. Dia mesti melepaskan istrinya yang ayu itu berduaan dengan orang lain di kamar tertutup. Bahkan dia baru menyadari sekarang, bahwa ternyata Mbah Blabar ini masih nampak seumur dengan dirinya. Bahkan dia juga perhatikan Mbah ini nampak bersih dan roman mukanya tampan. Rupanya kumis ataupun janggutnya yang memberi kesan sepintas berusia tua. Dan kalau orang memanggilnya Mbah disebabkan oleh kebiasaan orang kampung saat berhadapan dengan 'orang pintar' atau dukun macam Mbah Blabar ini.
"Mbah, mohon saya Mbah untuk diijinkan menunggui istri saya di kamar saja. Percayalah saya tidak mengganggu Mbah Dukun saat memberikan obatnya nanti. Boleh ya mbah, saya mau ikut menunggu di kamar, Mbah," Burhan menghiba pada Mbah Dukun.
Sesudah mendengar permintaan Burhan kembali Mbah Dukun komat-kamit. Mungkin mencari jalan keluar. Beberapa saat kemudian dia bicara,
"Oo, boleh, tetapi ada syaratnya. Apabila nanti ada penampakkan atau suara apapun aden tidak boleh bereaksi. Itu adalah godaan yang harus dihadapi. Aden harus tetap tenang. Ruang Bale Semadi itu dijaga oleh jin Soni yang mampu membuat lumpuh, buta dan tuli seketika bagi siapapun yang mengusik ketenangannya," begitu Mbah Blabar memberikan uraiannya.
"Terima kasih Mbah," sahut Burhan yang justru semakin percaya dengan kesaktian Mbah Blabar dengan diperbolehkannya ikut menunggui istrinya di Bale Semadinya.
Akan halnya Ayu perasaannya semakin sebal akan sikap suaminya yang kurang menghargai keberadaan dirinya. Dia merasa sepertinya tak punya hak bicara. Dengan rasa kesal itulah dia berdiri dan berjalan menuju Bale Semadinya Mbah Blabar yang berada di balik pintu kiri ruang praktek dukunnya ini.
Sesampainya di ruang Bale Semadi Ayu membuka bungkusan yang diberikan oleh Mbah Dukun. Ditemuinya selembar sarung kotak-kotak putih dan secarik kain putih pula. Dia reka-reka bagaimana memakainya kedua potong kain ini. Kemudian dia melepasi rok dan blusnya. Sarungnya dia jadikan penutup tubuh perut ke bawah dan kain putihnya dia sampirkan ke bahunya untuk menutupi tubuh bagian atasnya. Ayu merasa tidak perlu melepaskan celana dalam dan kutangnya.
Beberapa saat kemudian Mbah Blabar membawa anglo, dupanya menyusul memasuki Bale Semadi diikuti oleh Burhan. Ruangan itu sangat sempit. Mungkin hanya sekitar 2 X 2 m2. Diruangan ini hanya nampak ada bale-bale ukuran kecil dan rendah bertikar pandan. Tak ada perabot lain. Dia letakkan anglo dupa itu di pojok kamar dan seketika aroma dupa mewarnai ruangan sempit itu.
Mbah Blabar memerintahkan Burhan untuk merapat ke dinding dan duduk bersila dilantai. Sekali lagi dia berpesan agar tidak melakukan reaksi apapun atas apa yang dia dengar dan saksikan nanti. Jangan sampai memancing kemarahan jin Soni.
Kepada Ayu Mbah Blabar untuk naik ke bale-bale dan duduk bersila. Sementara Mbah Blabar juga naik dan duduk bersila tepat dibelakang Ayu. Dia mengeluarkan sebuah botol kecil.
"Neng, ini adalah minyak zaitun yang khusus didatangkan jin Soni dari Mesir. Minyak ini akan saya oleskan pada seluruh pori-pori tubuh Neng agar tak ada satu lubang kecilpun yang mampu ditembusi segala teluh atau santet buatan manusia. Saya harap Neng tenang dan memusatkan pikiran agar segala kotoran yang memasuki tubuh Neng larut bersama minyak ini," begitulah Mbah Blabar mulai melakukan tugasnya.
Dari arah belakang punggung Ayu Mbah Blabar menuangkan sedikit minyak itu ketangannya. Kemudian dengan didahului mulutnya berkomat-kamit tangan Mbah Blabar mulai mengoleskan minyaknya ke leher dan kuduk Ayu. Dia urut-urut layaknya tukang urut yang langsung membuat Ayu menggeliatkan leher dan kepalanya mengimbangi arah urutan tangan Mbah Blabar.
Nampak Ayu mulai menikmati enaknya diurut. Mungkin perjalanan dari Jakarta sepanjang hari ini memang membuat lelah tubuh Ayu, sehingga urutan tangan Mbah Dukun ini terasa nikmatnya.
"Kalau pijatan Mbah membuat sakit Neng boleh mengaduh atau merintih agar Mbah bisa mengurangi kekuatannya," pesan tambahan Mbah Blabar yang bertolak belakang dengan wanti-wantinya kepada Burhan agar tidak mengeluarkan gaduh yang akan membuat jin Soni marah.
Dari leher dan kuduk tangan dukun itu turun ke bahunya. Dengan tetap membiarkan tali kutang tetap ditempatnya tangan-tangannya yang berusaha menggapai bagian bahunya menyingkirkan sedikit demi sedikit kain putih penutup bahu dan punggungnya. Ayu masih mengepit kain itu untuk menutupi kutang dan dadanya.
Kini tangan Mbah Dukun dengan leluasa mengoleskan minyak zaitun itu ke bahu dan punggung Ayu. Dia menyusupkan olesan tangannya ke bawah tali kutang. Olesan itu merata dan turun hingga ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun nampak terampil mengurut ataupun mengelus bagian-bagian tubuh Ayu. Tak luput pula sisi kanan dan kiri hingga ketiak istri Burhan ini diolesinya dengan minyak dari Mesir ini. Nampak oleh Burhan bagaimana mata Mbah Blabar nampak sangat bergairah. Mata itu nampak hendak menelan punggung istrinya.
Kemudian secara berbisik Mbah Dukun minta supaya kain penutupnya dilepas saja. Dan tanpa ba bi bu Ayu mengikuti saja perintah Mbah Blabar. Dia juga ingin agar Burhan menyaksikan sendiri betapa dia patuh dengan perintah dukun yang dipercayainya ini. Diam-diam sisa kedongkolan pada suaminya masih membekas di hatinya.
Sementara itu dari balik asap dupa Burhan mengamatinya dengan melototkan matanya. Semua yang sedang berlangsung terjadi sangat dekat dan tepat di depan matanya. Dia ingin bertanya apakah Mbah Blabar akan menjamahi seluruh tubuh istrinya untuk memoleskan minyak itu? Namun dia ingat janjinya untuk tidak bereaksi apapun pada apa yang akan dilihat maupun didengarnya. Dia juga takut apabila membuat jin Soni marah.
"Inilah hak mutlak dan kenikmatan seorang dukun," demikian kata dalam hati Mbah Blabar.
Apapun yang dia maui gampang dipenuhi oleh pasiennya. Bahkan rata-rata mereka takut akan akibat buruknya macam Burhan yang kini menyaksikan istrinya dielusi Mbah Blabar langsung di depan matanya itu.
Tangan Mbah dukun mulai menjamah iga samping dan ketiak kanan kiri Ayu. Dan nampaknya Ayu mulai merasa merinding. Kecuali tukang pijat perempuan di kampungnya selama ini tak satupun lelaki pernah menjamah tubuhnya macam ini. Dia merasakan elusan tangan Mbah Blabar dengan cepat membuat hangat tubuhnya. Terkadang jari-jarinya bermain dengan menekan dan mengelus sehingga membuat saraf-saraf pekanya terangsang.
"Naikkan lengannya Neng, biar Mbah bisa mengolesi ketiak Neng," perintahnya yang langsung dipenuhi Ayu.
Terus terang rabaan tangan Mbah Blabar ini semakin menghanyutkan sanubarinya. Tangan-tangan yang mengelus ini betapa lembutnya. Dia tak acuh dengan kemungkinan kecemburuan suaminya. Toh ini semua gara-gara kemauan Burhan. Dan dia tak pernah minta pertimbanganku, demikian sikap Ayu.
"Ahh.. Mbah.. Terus elusi aku Mbaahh.." begitu jerit hatinya.
Tetap dari arah belakang punggung Ayu kini tangan Mbah Blabar meluncur ke wilayah dadanya. Jari-jari itu menggosok atau mengelus berputar tepat di bawah gundukkan payudaranya. Terus berputar dan berpilin jari-jari itu benar-benar membuat dada Ayu berdegup kencang.
Muka Ayu terasa memerah. Perasaan tak sabar menunggu tangan Mbah Blabar merambah buah dadanya terasa menggebu. Tanpa malu dia mendesah. Ada semacam hasrat yang mulai merambati saraf-sarafnya. Ayu terus mendesah atau terkadang merintih. Hasrat birahinya-lah yang telah membuat kehangatan tubuhnya. Bahkan sekarang mulai terasa kegerahan.
Mbah Blabar tahu bahwa suhu syahwat Ayu mulai panas dan menaik. Ini memang telah menjadi perhitungannya. Tangannya juga merasakan degup jantung pasiennya yang yang semakin keras memukul-mukul dadanya. Dan Mbah Blabar yakin pasiennya kini semakin menunggu jamahan tangannya terus bergerak. Dan memang kini saatnya tangannya memasuki wilayah yang sangat peka.
Dengan menambahi lumuran minyak zaitun di telapak tangannya dia mulai menyusupkan jari-jarinya ke bawah kutang untuk menyentuhi puting susu, tangan Mbah Blabar mulai mengoles-olesi gundukkan payudara Ayu.
Mengelus, menggosok, memilin secara bergantian dalam irama yang sangat sistematis dari tangan Mbah Blabar pada kedua payudaranya membuat hasrat birahi Ayu langsung terbakar. Kembali tanpa ragu kini dia melepaskan desahan dan rintihan nikmatnya. Posisi Mbah Blabar yang memeluki dari punggungnya juga menambah rangsangan birahinya.
Mau tak mau wajah Mbah Blabar semakin lekat di punggung Ayu. Hembusan hangat nafas Mbah Blabar pada kulit punggungnya sangat terasakan. Gairah syahwat Ayu langsung bagai kena sentuhan listrik ribuan watt. Sapuan nafas Mbah Blabar yang mengenai punggungnya itu menjadi paduan harmonis dengan elusan, gosokkan dan pilinan di buah dadanya.
"Aa.. A.. Mpuunn.. Mbaahh..' Ayu mendesah-desah dan merintih.
Jangan tanya betapa bingung Burhan menyaksikan bagaimana istrinya mendesah dan merintih macam ini. Dalam ruangan Bale Semadi yang sempit dan remang karena asap dupa ini terasa bernafas semakin sesak. Kebingungan Burhan ini tak boleh ditunjukkan. Dia ingat jin Soni yang pemarah. Namun perasaan bingung itu kini terasa menyimpang. Rasa khawatirnya bergeser.
Libido Burhan mulai terusik dan mengambil alih rasa bingung dan khawatir. Suara desah dan rintih istrinya telah mengubah bingung dan khawatirnya menjadi hasrat birahi. Dalam duduk bersila itu Burhan merasakan kemaluannya mulai mendesaki celananya. Acchh.. Macam apa pula ini? Apa yang terjadi pada diriku, demikian suara batin Burhan.
Dia melihat keringat istrinya mulai mengucur. Demikian pula Mbah Dukun. Ruangan sempit ini semakin panas oleh terbakarnya hasrat syahwat. Bergaya seakan kelelahan, tanpa sungkan dan ragu Mbah Blabar menyandarkan wajahnya ke punggung Ayu. Namun nampak mulutnya bekerja. Dia menyedoti keringat di punggung istrinya itu.
Yang lebih menambah bingung Burhan adalah saat menyaksikan istrinya Ayu menerima semuanya itu tanpa protes dan menghindar. Walaupun wajahnya terus menyeringai mengiringi desah dan rintihnya. Walaupun tubuhnya terus bergeliatan seakan menahan kepedihan seperti saat tukang urut kampung juga memijat dan mengerok tubuhnya saat masuk angin. Adakah hal itu disebabkan kepatuhannya pada dirinya yang suaminya?
"Ampun Mbahh.. Ampuunn.." demikian rintih pilu yang keluar dari mulut Ayu.
Dalam geliatnya Ayu mengeluh kepanasan dan tanpa diminta Mbah Blabar dia melepasi sendiri kutangnya sehingga kini tubuh bagian atasnya menjadi sepenuhnya telanjang. Dicampakannya kembali kutangnya ke lantai. Batin Mbah Blabar menyeringai girang. Akal bulusnya berjalan mulus.
Bersambung . . . .
"Mbah, mohon saya Mbah untuk diijinkan menunggui istri saya di kamar saja. Percayalah saya tidak mengganggu Mbah Dukun saat memberikan obatnya nanti. Boleh ya mbah, saya mau ikut menunggu di kamar, Mbah," Burhan menghiba pada Mbah Dukun.
Sesudah mendengar permintaan Burhan kembali Mbah Dukun komat-kamit. Mungkin mencari jalan keluar. Beberapa saat kemudian dia bicara,
"Oo, boleh, tetapi ada syaratnya. Apabila nanti ada penampakkan atau suara apapun aden tidak boleh bereaksi. Itu adalah godaan yang harus dihadapi. Aden harus tetap tenang. Ruang Bale Semadi itu dijaga oleh jin Soni yang mampu membuat lumpuh, buta dan tuli seketika bagi siapapun yang mengusik ketenangannya," begitu Mbah Blabar memberikan uraiannya.
"Terima kasih Mbah," sahut Burhan yang justru semakin percaya dengan kesaktian Mbah Blabar dengan diperbolehkannya ikut menunggui istrinya di Bale Semadinya.
Akan halnya Ayu perasaannya semakin sebal akan sikap suaminya yang kurang menghargai keberadaan dirinya. Dia merasa sepertinya tak punya hak bicara. Dengan rasa kesal itulah dia berdiri dan berjalan menuju Bale Semadinya Mbah Blabar yang berada di balik pintu kiri ruang praktek dukunnya ini.
Sesampainya di ruang Bale Semadi Ayu membuka bungkusan yang diberikan oleh Mbah Dukun. Ditemuinya selembar sarung kotak-kotak putih dan secarik kain putih pula. Dia reka-reka bagaimana memakainya kedua potong kain ini. Kemudian dia melepasi rok dan blusnya. Sarungnya dia jadikan penutup tubuh perut ke bawah dan kain putihnya dia sampirkan ke bahunya untuk menutupi tubuh bagian atasnya. Ayu merasa tidak perlu melepaskan celana dalam dan kutangnya.
Beberapa saat kemudian Mbah Blabar membawa anglo, dupanya menyusul memasuki Bale Semadi diikuti oleh Burhan. Ruangan itu sangat sempit. Mungkin hanya sekitar 2 X 2 m2. Diruangan ini hanya nampak ada bale-bale ukuran kecil dan rendah bertikar pandan. Tak ada perabot lain. Dia letakkan anglo dupa itu di pojok kamar dan seketika aroma dupa mewarnai ruangan sempit itu.
Mbah Blabar memerintahkan Burhan untuk merapat ke dinding dan duduk bersila dilantai. Sekali lagi dia berpesan agar tidak melakukan reaksi apapun atas apa yang dia dengar dan saksikan nanti. Jangan sampai memancing kemarahan jin Soni.
Kepada Ayu Mbah Blabar untuk naik ke bale-bale dan duduk bersila. Sementara Mbah Blabar juga naik dan duduk bersila tepat dibelakang Ayu. Dia mengeluarkan sebuah botol kecil.
"Neng, ini adalah minyak zaitun yang khusus didatangkan jin Soni dari Mesir. Minyak ini akan saya oleskan pada seluruh pori-pori tubuh Neng agar tak ada satu lubang kecilpun yang mampu ditembusi segala teluh atau santet buatan manusia. Saya harap Neng tenang dan memusatkan pikiran agar segala kotoran yang memasuki tubuh Neng larut bersama minyak ini," begitulah Mbah Blabar mulai melakukan tugasnya.
Dari arah belakang punggung Ayu Mbah Blabar menuangkan sedikit minyak itu ketangannya. Kemudian dengan didahului mulutnya berkomat-kamit tangan Mbah Blabar mulai mengoleskan minyaknya ke leher dan kuduk Ayu. Dia urut-urut layaknya tukang urut yang langsung membuat Ayu menggeliatkan leher dan kepalanya mengimbangi arah urutan tangan Mbah Blabar.
Nampak Ayu mulai menikmati enaknya diurut. Mungkin perjalanan dari Jakarta sepanjang hari ini memang membuat lelah tubuh Ayu, sehingga urutan tangan Mbah Dukun ini terasa nikmatnya.
"Kalau pijatan Mbah membuat sakit Neng boleh mengaduh atau merintih agar Mbah bisa mengurangi kekuatannya," pesan tambahan Mbah Blabar yang bertolak belakang dengan wanti-wantinya kepada Burhan agar tidak mengeluarkan gaduh yang akan membuat jin Soni marah.
Dari leher dan kuduk tangan dukun itu turun ke bahunya. Dengan tetap membiarkan tali kutang tetap ditempatnya tangan-tangannya yang berusaha menggapai bagian bahunya menyingkirkan sedikit demi sedikit kain putih penutup bahu dan punggungnya. Ayu masih mengepit kain itu untuk menutupi kutang dan dadanya.
Kini tangan Mbah Dukun dengan leluasa mengoleskan minyak zaitun itu ke bahu dan punggung Ayu. Dia menyusupkan olesan tangannya ke bawah tali kutang. Olesan itu merata dan turun hingga ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun nampak terampil mengurut ataupun mengelus bagian-bagian tubuh Ayu. Tak luput pula sisi kanan dan kiri hingga ketiak istri Burhan ini diolesinya dengan minyak dari Mesir ini. Nampak oleh Burhan bagaimana mata Mbah Blabar nampak sangat bergairah. Mata itu nampak hendak menelan punggung istrinya.
Kemudian secara berbisik Mbah Dukun minta supaya kain penutupnya dilepas saja. Dan tanpa ba bi bu Ayu mengikuti saja perintah Mbah Blabar. Dia juga ingin agar Burhan menyaksikan sendiri betapa dia patuh dengan perintah dukun yang dipercayainya ini. Diam-diam sisa kedongkolan pada suaminya masih membekas di hatinya.
Sementara itu dari balik asap dupa Burhan mengamatinya dengan melototkan matanya. Semua yang sedang berlangsung terjadi sangat dekat dan tepat di depan matanya. Dia ingin bertanya apakah Mbah Blabar akan menjamahi seluruh tubuh istrinya untuk memoleskan minyak itu? Namun dia ingat janjinya untuk tidak bereaksi apapun pada apa yang akan dilihat maupun didengarnya. Dia juga takut apabila membuat jin Soni marah.
"Inilah hak mutlak dan kenikmatan seorang dukun," demikian kata dalam hati Mbah Blabar.
Apapun yang dia maui gampang dipenuhi oleh pasiennya. Bahkan rata-rata mereka takut akan akibat buruknya macam Burhan yang kini menyaksikan istrinya dielusi Mbah Blabar langsung di depan matanya itu.
Tangan Mbah dukun mulai menjamah iga samping dan ketiak kanan kiri Ayu. Dan nampaknya Ayu mulai merasa merinding. Kecuali tukang pijat perempuan di kampungnya selama ini tak satupun lelaki pernah menjamah tubuhnya macam ini. Dia merasakan elusan tangan Mbah Blabar dengan cepat membuat hangat tubuhnya. Terkadang jari-jarinya bermain dengan menekan dan mengelus sehingga membuat saraf-saraf pekanya terangsang.
"Naikkan lengannya Neng, biar Mbah bisa mengolesi ketiak Neng," perintahnya yang langsung dipenuhi Ayu.
Terus terang rabaan tangan Mbah Blabar ini semakin menghanyutkan sanubarinya. Tangan-tangan yang mengelus ini betapa lembutnya. Dia tak acuh dengan kemungkinan kecemburuan suaminya. Toh ini semua gara-gara kemauan Burhan. Dan dia tak pernah minta pertimbanganku, demikian sikap Ayu.
"Ahh.. Mbah.. Terus elusi aku Mbaahh.." begitu jerit hatinya.
Tetap dari arah belakang punggung Ayu kini tangan Mbah Blabar meluncur ke wilayah dadanya. Jari-jari itu menggosok atau mengelus berputar tepat di bawah gundukkan payudaranya. Terus berputar dan berpilin jari-jari itu benar-benar membuat dada Ayu berdegup kencang.
Muka Ayu terasa memerah. Perasaan tak sabar menunggu tangan Mbah Blabar merambah buah dadanya terasa menggebu. Tanpa malu dia mendesah. Ada semacam hasrat yang mulai merambati saraf-sarafnya. Ayu terus mendesah atau terkadang merintih. Hasrat birahinya-lah yang telah membuat kehangatan tubuhnya. Bahkan sekarang mulai terasa kegerahan.
Mbah Blabar tahu bahwa suhu syahwat Ayu mulai panas dan menaik. Ini memang telah menjadi perhitungannya. Tangannya juga merasakan degup jantung pasiennya yang yang semakin keras memukul-mukul dadanya. Dan Mbah Blabar yakin pasiennya kini semakin menunggu jamahan tangannya terus bergerak. Dan memang kini saatnya tangannya memasuki wilayah yang sangat peka.
Dengan menambahi lumuran minyak zaitun di telapak tangannya dia mulai menyusupkan jari-jarinya ke bawah kutang untuk menyentuhi puting susu, tangan Mbah Blabar mulai mengoles-olesi gundukkan payudara Ayu.
Mengelus, menggosok, memilin secara bergantian dalam irama yang sangat sistematis dari tangan Mbah Blabar pada kedua payudaranya membuat hasrat birahi Ayu langsung terbakar. Kembali tanpa ragu kini dia melepaskan desahan dan rintihan nikmatnya. Posisi Mbah Blabar yang memeluki dari punggungnya juga menambah rangsangan birahinya.
Mau tak mau wajah Mbah Blabar semakin lekat di punggung Ayu. Hembusan hangat nafas Mbah Blabar pada kulit punggungnya sangat terasakan. Gairah syahwat Ayu langsung bagai kena sentuhan listrik ribuan watt. Sapuan nafas Mbah Blabar yang mengenai punggungnya itu menjadi paduan harmonis dengan elusan, gosokkan dan pilinan di buah dadanya.
"Aa.. A.. Mpuunn.. Mbaahh..' Ayu mendesah-desah dan merintih.
Jangan tanya betapa bingung Burhan menyaksikan bagaimana istrinya mendesah dan merintih macam ini. Dalam ruangan Bale Semadi yang sempit dan remang karena asap dupa ini terasa bernafas semakin sesak. Kebingungan Burhan ini tak boleh ditunjukkan. Dia ingat jin Soni yang pemarah. Namun perasaan bingung itu kini terasa menyimpang. Rasa khawatirnya bergeser.
Libido Burhan mulai terusik dan mengambil alih rasa bingung dan khawatir. Suara desah dan rintih istrinya telah mengubah bingung dan khawatirnya menjadi hasrat birahi. Dalam duduk bersila itu Burhan merasakan kemaluannya mulai mendesaki celananya. Acchh.. Macam apa pula ini? Apa yang terjadi pada diriku, demikian suara batin Burhan.
Dia melihat keringat istrinya mulai mengucur. Demikian pula Mbah Dukun. Ruangan sempit ini semakin panas oleh terbakarnya hasrat syahwat. Bergaya seakan kelelahan, tanpa sungkan dan ragu Mbah Blabar menyandarkan wajahnya ke punggung Ayu. Namun nampak mulutnya bekerja. Dia menyedoti keringat di punggung istrinya itu.
Yang lebih menambah bingung Burhan adalah saat menyaksikan istrinya Ayu menerima semuanya itu tanpa protes dan menghindar. Walaupun wajahnya terus menyeringai mengiringi desah dan rintihnya. Walaupun tubuhnya terus bergeliatan seakan menahan kepedihan seperti saat tukang urut kampung juga memijat dan mengerok tubuhnya saat masuk angin. Adakah hal itu disebabkan kepatuhannya pada dirinya yang suaminya?
"Ampun Mbahh.. Ampuunn.." demikian rintih pilu yang keluar dari mulut Ayu.
Dalam geliatnya Ayu mengeluh kepanasan dan tanpa diminta Mbah Blabar dia melepasi sendiri kutangnya sehingga kini tubuh bagian atasnya menjadi sepenuhnya telanjang. Dicampakannya kembali kutangnya ke lantai. Batin Mbah Blabar menyeringai girang. Akal bulusnya berjalan mulus.
Bersambung . . . .
Faktor turunnya gairah
Ada saat-saat suami atau istri merasa tak lagi bergairah. Apa perlu obat kuat? Ketahuilah manfaat dan efek sampingnya. Banyak kejadian, suami istri berpisah karena tak lagi menemukan kebahagiaan batin. Memang, gairah sangat memegang penting dalam akatifitas seksual yang normal. Tanpa gairah, hubungan seks akan hambar. Tapi kenapa pada masa-masa tertentu gairah dapat menurun? Ada berbagai hal yang menjadi penyebab.
Faktor Fisik
Faktor fisik inipun dipengaruhi oleh berbagai faktor pula yang antara lain bersifat alami seperti usia. Umumnya gairah seks tiap orang akan menurun pada usia 45-50 tahun. Karena pada usia itu, hormone yang mendukung gairah seks memang menurun. Penyebabnya bisa banyak, termasuk problem nonseksual sperti kegemukan dan sebagainya. Tak heran, lelaki yang memasuki usia lansia kelihatan loyo.
Di sisi lain, gairah seks perempuan tak dipengaruhi hormone perempuan (estrogen dan progesterone) , namun justru dipengaruhi hormone lelaki. Hormone yang bertanggungjawab pada gairah seks perempuan ini justru tak menurun pada usia lanjut. Perempuan hanya memiliki sedikit testosterone. Jika pun turun, sedikit sekali pada perempuan menurunnya gairah seks tak begitu kentara.
Yang terjadi perempuan kehilangan sifat keperempuanannya. Seperti kecantikan memudar, menopause, seiring meningkatnya usia, sementara gairah seksnya tetap. Karena itu jika bicara pada perempuan lansia, yang proaktif justru perempuan. Peyebab fisik lain ialah penyakit gula, jantung koroner dan lever. Bisa juga karena obat-obatan. Entah karena terlalu banyak mengkonsumsi obat penenang dan narkotika. Semua hal diatas bisa jadi peneyebab menurunnya gairah, bahkan bisa menyebabkan impotensi.
Faktor Nonfisik/Kejiwaan
Mungkin saja komunikasi diantara suami istri tak berjalam lancer, sehingga hubungan mereka menjadi kurang mesra dan tak lagi tertarik satu sama lain.
Faktor Pribadi
Seperti munculnya perasaan rendah diri terhadap pasangan atau anggapan salah seorang pasangan bahwa seks hanya sekedar kewajiban. Bisa saja, suami maunya to the point, tak ada pemanasan terlebih dahulu sehingga istri tak mendapatkan kepuasan. Akibatnya, seks bagi istri dianggap suatu kewajiban.
Apapun faktor penyebabnya, pengobatan untuk meningkatkan atau memulihkan gairah tak bisa langsung berhasil. Jangan berharap, sekali datang ke ahli lalu semua persoalan jadi beres. Juga belum tentu sekarang diberi obat penambah hormon, lantas besoknya gairah membaik. Kadang butuh waktu lama untuk menda-patkan hasil. Apalagi jika peneyebabnya faktor kejiwaan.
Faktor Fisik
Faktor fisik inipun dipengaruhi oleh berbagai faktor pula yang antara lain bersifat alami seperti usia. Umumnya gairah seks tiap orang akan menurun pada usia 45-50 tahun. Karena pada usia itu, hormone yang mendukung gairah seks memang menurun. Penyebabnya bisa banyak, termasuk problem nonseksual sperti kegemukan dan sebagainya. Tak heran, lelaki yang memasuki usia lansia kelihatan loyo.
Di sisi lain, gairah seks perempuan tak dipengaruhi hormone perempuan (estrogen dan progesterone) , namun justru dipengaruhi hormone lelaki. Hormone yang bertanggungjawab pada gairah seks perempuan ini justru tak menurun pada usia lanjut. Perempuan hanya memiliki sedikit testosterone. Jika pun turun, sedikit sekali pada perempuan menurunnya gairah seks tak begitu kentara.
Yang terjadi perempuan kehilangan sifat keperempuanannya. Seperti kecantikan memudar, menopause, seiring meningkatnya usia, sementara gairah seksnya tetap. Karena itu jika bicara pada perempuan lansia, yang proaktif justru perempuan. Peyebab fisik lain ialah penyakit gula, jantung koroner dan lever. Bisa juga karena obat-obatan. Entah karena terlalu banyak mengkonsumsi obat penenang dan narkotika. Semua hal diatas bisa jadi peneyebab menurunnya gairah, bahkan bisa menyebabkan impotensi.
Faktor Nonfisik/Kejiwaan
Mungkin saja komunikasi diantara suami istri tak berjalam lancer, sehingga hubungan mereka menjadi kurang mesra dan tak lagi tertarik satu sama lain.
Faktor Pribadi
Seperti munculnya perasaan rendah diri terhadap pasangan atau anggapan salah seorang pasangan bahwa seks hanya sekedar kewajiban. Bisa saja, suami maunya to the point, tak ada pemanasan terlebih dahulu sehingga istri tak mendapatkan kepuasan. Akibatnya, seks bagi istri dianggap suatu kewajiban.
Apapun faktor penyebabnya, pengobatan untuk meningkatkan atau memulihkan gairah tak bisa langsung berhasil. Jangan berharap, sekali datang ke ahli lalu semua persoalan jadi beres. Juga belum tentu sekarang diberi obat penambah hormon, lantas besoknya gairah membaik. Kadang butuh waktu lama untuk menda-patkan hasil. Apalagi jika peneyebabnya faktor kejiwaan.
Sensasi erotik saat menjadi waria - 2
Jaguar Koh Abong kabur menuju suatu tempat. Aku tidak begitu tahu di mana nih, belok, belok, belok lagi langsung masuk garasi. Koh Abong kemudian turun, kulihat dia berbicara sebentar dengan penjaga garasi itu. Kemudian baru mendatangi dan membuka pintu mobil untukku.
Aku merasa sangat tersanjung. Aku diperlakukan bak putri jelita, bak selebriti yang jadi rebutan para pecintanya. Abong meraih tanganku, menggandeng, naik tangga kayu, membuka pintu dan masuk ke kamar. Kamar tidur yang luas, mewah, sejuk karena AC-nya. Ada meja rias besar, itulah yang diam-diam kucari, dan diam-diam aku melintas di cermin besarnya dan, wow.., aku sendiri tidak mengira, aku benar-benar sangat cantik dan sensual. Aku.., Lisa Ramon.
Dan aku langsung menggeliat saat kurasakan Koh Abong meraih pinggangku. Dia mencium leherku, kudukku, bahuku. Dia terus mencium, turun ke belikatku. Aku menggeliat, "AACCHH..", kukeluarkan desahan untuk Koh Abong. Desahan pelacur waria yang haus, desahan seakan dari waria peot yang sudah setahun tidak ada yang mau ngentot bokongnya.
Kemudian bak gasing di tangannya tubuhku diputar hingga kami saling berhadapan. Dia benamkam wajahnya ke leherku, dia isap leherku dan menyedotnya. Wah, berabe nih, timbul bekas cupang dong, tapi hal itu terlalu nikmat untuk kutolak atau kuhindari.
Kemudian kami saling melumat. Rupanya jago sekali Koh Abong ini dalam kissing. Lidahnya berputar-putar dalam rongga mulutku, sedotannya menguras seluruh air liurku. Kemudian Koh Abong mendorongku ke ranjang, uuhh.., dia menyergapku, menyerangku, menerjangku, meradang.., rasanya Koh Abong ini sangat.., sangat memujaku.. Dia rengkuh tubuhku, di telanjanginya aku, dijilatinya aku, seluruh tubuhku, seluruh pori-poriku, seluruh celah, bukit, maupun lembah yang terhampar di tubuhku tak ada yang tertinggal dari jilatannya.
Aku rasakan begitu nikmatnya saat wajahnya tenggelam dalam selangkanganku, bagaimana lidahnya itu terus mengocok-ngocok celah selangkanganku itu.
'Bau khan Kohh.., baauu khann..', aku mengerang.
'Biarin sayangg.. aku rasanya ingin menelan kamu Lisaa.. biarkan aku menelan kamu yyaa..', pintanya penuh kehausan.
Juga saat dia menjilati duburku, 'JANGANN KOHH.., BAUU KOHH.., JANGAANN..', tetapi Koh Abong tetap tidak menggubrisku.
Dia juga menjilat seluruh permukaan telapak kakiku, jari-jari kakiku, dia jilati betisku hingga pedih rasanya.
Entah dia sudah 'keluar' berapa kali, tetapi malam itu aku telah memuntahkan spermaku 3 kali. Dan dari semua muntahan spermaku, selalu dia minta padaku agar tidak dimuncratkan ke tempat lain kecuali ke mulutnya.
'Jijik khan Koh..', kataku, tetapi dia tidak mempedulikannya.
Dan kulihat bibirnya yang telah belepotan spermaku, begitu sibuk mengecap-ngecap sebelum akhirnya ditelan. Pada pukul 2 malam, setelah 6 jam dia puas mengeksplorasi seluruh tubuhku, dia mengantarkanku ke stasiun Pasar Turi. Dia turun membukakan pintu mobil untukku dan membantu menghidupkan mesinnya, dia khawatir kalau terjadi masalah dengan kendaraan tersebut setelah cukup lama di parkir.
Kemudian dia kembali membukakan pintu dan membantuku keluar. Aku turun untuk pindah ke Daihatsu sewaanku. Tiba-tiba diberikannya berlembar-lembar uang padaku. Aku menolak, tetapi dia memaksa, karena dirinya juga senang, katanya. Aku jadi terharu, Koh Abong sangat baik padaku dan aku menjadi merasa sangat tersanjung.
Sesudah dia pergi, aku kembali berbenah. Kuambil cermin riasku, kuseka semua coreng moreng di mukaku. Lipstik, pensil alis, bedak segala macam merk, shiseido dan sebagainya. Kuganti rokku dengan celana pendek, blusku dengan T-shirt, hingga aku kembali menjadi Norman, staf akunting dari sebuah perusahaan di Jakarta yang sedang bertugas di kantor cabangnya di Surabaya.
Aku kembali ke hotel untuk tidur. Ternyata aku merasa sangat lapar. Kuambil sisa bekal roti dari tasku, kuambil juga Coca Cola kalengku. Aku bangun pukul 8 pagi, walaupun sebenarnya aku masih merasa lelah, tetapi pagi itu aku merasa sangat segar.
Setelah mandi, aku bersiap ke kantor. Aku mengenakan dasi Valentino yang baru kubeli dari Singapore lengkap dengan jepitannya. Kuambil blazer Hugo Boss-ku. Aku pergi sarapan di Bumi Hyatt. Saat aku akan membayar, kurogoh kantongku, aku terperanjat.., Koh Abong.., uang yang diberikannya tadi malam itu.., 2 juta rupiah dalam pecahan ratusan ribu yang masih baru. Ooohh.., aku langsung ereksi kembali.., aku gembira bukan karena besarnya jumlah uang itu, tetapi itu pasti diberikan Koh Abong untukku dengan penuh penghargaan padaku, dan penghargaan itulah yang membuatku berbinar-binar sepanjang hari itu.
Di kantor, Pak Hendro, kepala cabang Surabaya menyambutku dengan sangat santun. Aku tahu, dia berharap pemeriksaan audit olehku akan kuberikan sedikit kelonggaran apabila terjadi hal-hal yang kurang 'pas' di mataku. Aku paham, hal seperti itu lazim di mana-mana. Kebanyakan orang kita memang kurang paham akan makna hakiki setiap aspek dalam akunting. Mereka biasanya sekedar pengguna jasa saja.
Hari itu aku pulang seperti biasa, pukul 3 sore dari kantor cabang itu. Dengan penuh gairah aku menghadapi malam yang kedua untuk kembali menjadi Lisa Ramon di Jalan Irian Barat Surabaya itu. Aku akan membeli pakaian baru dari uang pemberian Koh Abong semalam. Aku mampir ke Mall Tunjungan. Kali ini aku ingin tampil dengan sangat berbeda dibandingkan tadi malam. Aku yakin bahwa hal ini juga akan menjadi suatu surprise bagi diriku sendiri. Aku ingin melihat diriku yang lain dalam kostum yang berbeda, Lisa Ramon pada malam yang ke-dua di Jalan Irian Barat Surabaya.
Aku pilih rok terusan dengan kain yang lembut berwarna hitam, dengan tali kecil yang menggantung pada bahu, sehingga bahuku yang mulus akan nampak terbuka. Kemudian dengan penuh keyakinan pula, aku membeli sepatu berhak tinggi model boot hingga sedikit di atas mata kakiku. Untuk semua itu, aku menghabiskan hampir sejumlah 800 ribu rupiah. Biarlah, aku benar-benar ingin memuaskan diriku sendiri kali ini.
Berdasarkan pengalaman kemarin, setelah puas makan di Restoran Padang di depan hotelku, pada pukul 7.00 malam aku baru keluar dari hotel. Langsung menuju stasiun Pasar Turi, kemudian parkir dan berdandan di sana. Tepat pukul 7.40, aku sudah kembali menjadi Lisa Ramon. Aku segera keluar dari mobilku, memanggil taksi dan menuju Jalan Irian Barat.
Kepada sopir taksi, aku minta diturunkan di dekat kerumunan waria-waria di bawah lampu lalu lintas Jalan Irian Barat itu. Begitu aku membuka pintu dan turun dari taksi, kerumunan waria-waria itu nampak terkesima.
'Wee.., anak baru.., anak baru.., waria baru nihh..', suara mereka dengan jelas kudengar.
Aku berusaha untuk menahan diri dan berendah hati.
'Selamat malam teman-teman', satu dua di antara mereka menyahut kemudian mendatangiku.
'Baru yaa.., dari mana, uhh kamu cantik sekalii..'.
'Trims. Aku dari Jakarta. Kesepian nih sendirian di rumah. Boleh gabung yaa.., paling cuma sampai besok koq..'.
Hal ini perlu kujelaskan, karena biasanya para waria kurang suka jika ada 'pesaing' baru, apalagi jika 'pesaing' tersebut sangat seksi seperti diriku ini.
'Ada yang namanya Bella tidak?', aku bertanya sekalian menginformasikan bahwa aku mengenal seseorang di Jalan Irian Barat ini.
'Aku punya pesan untukk Bella dari temannya Norma di Jakarta', kataku lebih lanjut.
'Ooouuwww.., kamu teman Norma. Bagaimana kabarnya?', ternyata Norma sangat dikenal di daerah ini, maklum Norma juga seorang organisator para waria yang biasanya memimpin kegiatan-kegiatan sosial di berbagai kota, atau ikut meramaikan berbagai acara hiburan yang melibatkan banyak waria.
Tak lama kemudian yang namanya Bella muncul kedepanku. Benar kata Norma, Bella ini sangat cantik dan apik, dan juga sangat ramah serta.., menurut Norma cocok dengan seleraku, kontol Bella sangat besar dan panjang, dia adalah satu-satunya waria di Jalan Irian Barat yang memiliki kontol sebesar itu. Aku pasti akan sangat terkesan. Kemudian aku diperkenalkan dengan teman-temannya, juga dengan pemimpin komunitas mereka di Jalan Irian Barat itu, namanya Angel, yang juga sangat baik dan ramah.
Mereka semua mengerumuniku dan memuji penampilanku. Tentu saja aku berbunga-bunga, tetapi aku berusaha untuk tetap rendah hati. Kusambut simpati mereka semua padaku. Aku berusaha ramah pada semuanya, yang jelek, yang tua, yang muda, yang pendek dan lain-lainnya. Aku merasakan kehangatan mereka sebagai sesama banci atau waria.
Jalan Irian Barat ini sangat ramai di malam hari. Mobil segala merk berseliweran, lampunya sengaja disorotkan besar-besar. Penumpangnya ingin menikmati pemandangan para waria di sepanjang jalan itu. Jalan Irian Barat berubah menjadi 'cat walk' bagi para waria.
Nampak sekali malam itu aku menjadi pusat perhatian para tamu yang berseliweran di situ. Didampingi oleh Bella, aku menyambut sapaan mereka dengan ramah. Nampak beberapa anak muda memarkir mobilnya, kemudian turun mendatangiku. Mereka sopan, mengajakku mengobrol, terkadang berbisik ke telingaku.
'Kamu cantik sekali, mirip Sharon Stone', demikian pendapat mereka.
Rupanya kemiripan dengan Sharon Stone itu menjadikanku sangat populer. Bahkan banyak yang memanggilku dengan julukan 'Sharon'.
Beberapa waktu kemudian tak kulihat lagi Bella, mungkin dia sudah dibawa tamunya, juga Angel, Betty, Angie, Bonny, Mariam, Nelly. Aachh.., saat ini mungkin bibir mereka sedang disesaki penis-penis lelaki, atau lidah-lidah mereka sedang menjilati anal pasangannya, atau pantat mereka sedang ditembus kontol lelaki dan dikocok-kocoknya.
'BBLLAARR.., SRREETT.., SUUIITT..', sebuah Honda Accord berhenti tepat di sampingku.
Kaca jendelanya nampak bergerak terbuka. Dari balik pintunya nampak bapak-bapak yang gemuk dengan kulitnya yang hitam serta bibirnya yang tebal, sepertinya orang Ambon atau Irian.
'Halloo, apa kabarr? Jalan-jalan nyookk..', aku mendekat, tanganku memegang pinggiran pintu sambil sedikit membungkuk untuk memberi perhatian pada yang di dalam.
Dia berdua, sama-sama berkulit gelap, sama-sama gemuk dan nampaknya juga seumur. Aku merasa agak ngeri juga. Sebagai pendatang baru aku perlu berhati-hati. Tetapi toh aku harus tetap bersikap ramah, tidak pilih-pilih.
'Haii Pak Adop, apa kabar?', tiba-tiba dari belakangku seorang waria menyapa penumpang Honda Accord itu.
Nampaknya di antara mereka sudah biasa bertemu.
Orang yang bernama Pak Adop itu menyambutnya dengan ramah, menanyakan tentang diriku yang baru kali ini dilihatnya di Jalan Irian Barat ini. Dan akhirnya aku tahu, Pak Adop itu adalah pengusaha yang terkenal di Surabaya, dan dia sering mampir ke jalan ini. Dia sangat dikenal baik dan pemurah.
'Jangan khawatir Liss, terima saja kalau dia mengajak kencan. Baik koq orangnya, tetapi hati-hati, barangnya gedee buanget..'.
Kata-kata terakhir yang menyangkut barang Pak Adop itu membuatku merinding dan menggelinjang. Saraf-saraf libidoku langsung bereaksi. Lubang pantatku juga langsung terasa mengencang dan gatal.
'Jangan bengong, non Lisa.., ayoo naik..', teman Pak Adop, Pak Abi namanya sudah turun dengan menggandeng tanganku, membuka pintu Accord itu dan sepertinya aku tak punya pilihan, dan aku masuk ke mobil.
Mobil itu langsung bergerak meninggalkan Jalan Irian Barat.
'Tunggu Pak Adop, masa Lisa sendirian nihh..?', aku bertanya setengah protes.
'Nggak pa-pa lah, sekali-kali sendirian, nggak usah khawatir, pokoknya Lisa akan balik utuh, mungkin ada tambahan sedikit, beberapa cc yang terbawa di tubuh Lisa nanti..', rajuknya sambil diringi tawa kedua tamu baru saya ini.
Aku langsung membayangkan, malam ini aku akan 'dimakan habis' oleh orang-orang hitam ini. Pantatku akan dijebol oleh 'tank-tank' orang-orang Ambon atau Irian ini, seperti halnya tank-tank Amerika dan Inggris yang menembus kota Baghdad. Ah biarlah, hitung-hitung untuk pengalaman, toh mereka baik dan cukup dikenal di tengah komunitas jalan Irian Barat itu. Aku tidak perlu terlalu khawatir.
Dari neon box di depan hotel, nampaknya aku diajak memasuki Motel Kenanga, aku sendiri tidak tahu dimana itu. Seperti halnya kemarin, petugas motel menunjukkan tempat yang masih kosong. Mobil langsung masuk ke garasi yang kemudian secara otomatis menutup. Pak Adop, Pak Abi dan aku sendiri turun dari mobil dan segera naik ke lantai dua.
Kamar yang telah dipesan cukup luas dan bersih. Aku lihat ada dua bed dengan spreinya yang putih. Ada telepon dan TV. Melalui telepon di kamar itu, Pak Adop memesan minuman dan makanan kecil. Aku rasakan angin lembut menghembus telingaku. Pak Adop yang rupanya sangat sigap, sudah dalam keadaan setengah telanjang, dia merangkulku dari belakang, tangannya memeluk dadaku, kontolnya terasa mengganjal di bokongku. Dia menempelkan bibirnya di bawah telingaku sambil berbisik, 'Sharon Stone-ku (lagi-lagi Sharon Stone), aku horny sekali melihatmu..', wajahnya langsung merangsek, merambati punggungku. Tali blusku digigit dan direnggutnya untuk melepaskan blus dari tubuhku.
Bersambung...
Aku merasa sangat tersanjung. Aku diperlakukan bak putri jelita, bak selebriti yang jadi rebutan para pecintanya. Abong meraih tanganku, menggandeng, naik tangga kayu, membuka pintu dan masuk ke kamar. Kamar tidur yang luas, mewah, sejuk karena AC-nya. Ada meja rias besar, itulah yang diam-diam kucari, dan diam-diam aku melintas di cermin besarnya dan, wow.., aku sendiri tidak mengira, aku benar-benar sangat cantik dan sensual. Aku.., Lisa Ramon.
Dan aku langsung menggeliat saat kurasakan Koh Abong meraih pinggangku. Dia mencium leherku, kudukku, bahuku. Dia terus mencium, turun ke belikatku. Aku menggeliat, "AACCHH..", kukeluarkan desahan untuk Koh Abong. Desahan pelacur waria yang haus, desahan seakan dari waria peot yang sudah setahun tidak ada yang mau ngentot bokongnya.
Kemudian bak gasing di tangannya tubuhku diputar hingga kami saling berhadapan. Dia benamkam wajahnya ke leherku, dia isap leherku dan menyedotnya. Wah, berabe nih, timbul bekas cupang dong, tapi hal itu terlalu nikmat untuk kutolak atau kuhindari.
Kemudian kami saling melumat. Rupanya jago sekali Koh Abong ini dalam kissing. Lidahnya berputar-putar dalam rongga mulutku, sedotannya menguras seluruh air liurku. Kemudian Koh Abong mendorongku ke ranjang, uuhh.., dia menyergapku, menyerangku, menerjangku, meradang.., rasanya Koh Abong ini sangat.., sangat memujaku.. Dia rengkuh tubuhku, di telanjanginya aku, dijilatinya aku, seluruh tubuhku, seluruh pori-poriku, seluruh celah, bukit, maupun lembah yang terhampar di tubuhku tak ada yang tertinggal dari jilatannya.
Aku rasakan begitu nikmatnya saat wajahnya tenggelam dalam selangkanganku, bagaimana lidahnya itu terus mengocok-ngocok celah selangkanganku itu.
'Bau khan Kohh.., baauu khann..', aku mengerang.
'Biarin sayangg.. aku rasanya ingin menelan kamu Lisaa.. biarkan aku menelan kamu yyaa..', pintanya penuh kehausan.
Juga saat dia menjilati duburku, 'JANGANN KOHH.., BAUU KOHH.., JANGAANN..', tetapi Koh Abong tetap tidak menggubrisku.
Dia juga menjilat seluruh permukaan telapak kakiku, jari-jari kakiku, dia jilati betisku hingga pedih rasanya.
Entah dia sudah 'keluar' berapa kali, tetapi malam itu aku telah memuntahkan spermaku 3 kali. Dan dari semua muntahan spermaku, selalu dia minta padaku agar tidak dimuncratkan ke tempat lain kecuali ke mulutnya.
'Jijik khan Koh..', kataku, tetapi dia tidak mempedulikannya.
Dan kulihat bibirnya yang telah belepotan spermaku, begitu sibuk mengecap-ngecap sebelum akhirnya ditelan. Pada pukul 2 malam, setelah 6 jam dia puas mengeksplorasi seluruh tubuhku, dia mengantarkanku ke stasiun Pasar Turi. Dia turun membukakan pintu mobil untukku dan membantu menghidupkan mesinnya, dia khawatir kalau terjadi masalah dengan kendaraan tersebut setelah cukup lama di parkir.
Kemudian dia kembali membukakan pintu dan membantuku keluar. Aku turun untuk pindah ke Daihatsu sewaanku. Tiba-tiba diberikannya berlembar-lembar uang padaku. Aku menolak, tetapi dia memaksa, karena dirinya juga senang, katanya. Aku jadi terharu, Koh Abong sangat baik padaku dan aku menjadi merasa sangat tersanjung.
Sesudah dia pergi, aku kembali berbenah. Kuambil cermin riasku, kuseka semua coreng moreng di mukaku. Lipstik, pensil alis, bedak segala macam merk, shiseido dan sebagainya. Kuganti rokku dengan celana pendek, blusku dengan T-shirt, hingga aku kembali menjadi Norman, staf akunting dari sebuah perusahaan di Jakarta yang sedang bertugas di kantor cabangnya di Surabaya.
Aku kembali ke hotel untuk tidur. Ternyata aku merasa sangat lapar. Kuambil sisa bekal roti dari tasku, kuambil juga Coca Cola kalengku. Aku bangun pukul 8 pagi, walaupun sebenarnya aku masih merasa lelah, tetapi pagi itu aku merasa sangat segar.
Setelah mandi, aku bersiap ke kantor. Aku mengenakan dasi Valentino yang baru kubeli dari Singapore lengkap dengan jepitannya. Kuambil blazer Hugo Boss-ku. Aku pergi sarapan di Bumi Hyatt. Saat aku akan membayar, kurogoh kantongku, aku terperanjat.., Koh Abong.., uang yang diberikannya tadi malam itu.., 2 juta rupiah dalam pecahan ratusan ribu yang masih baru. Ooohh.., aku langsung ereksi kembali.., aku gembira bukan karena besarnya jumlah uang itu, tetapi itu pasti diberikan Koh Abong untukku dengan penuh penghargaan padaku, dan penghargaan itulah yang membuatku berbinar-binar sepanjang hari itu.
Di kantor, Pak Hendro, kepala cabang Surabaya menyambutku dengan sangat santun. Aku tahu, dia berharap pemeriksaan audit olehku akan kuberikan sedikit kelonggaran apabila terjadi hal-hal yang kurang 'pas' di mataku. Aku paham, hal seperti itu lazim di mana-mana. Kebanyakan orang kita memang kurang paham akan makna hakiki setiap aspek dalam akunting. Mereka biasanya sekedar pengguna jasa saja.
Hari itu aku pulang seperti biasa, pukul 3 sore dari kantor cabang itu. Dengan penuh gairah aku menghadapi malam yang kedua untuk kembali menjadi Lisa Ramon di Jalan Irian Barat Surabaya itu. Aku akan membeli pakaian baru dari uang pemberian Koh Abong semalam. Aku mampir ke Mall Tunjungan. Kali ini aku ingin tampil dengan sangat berbeda dibandingkan tadi malam. Aku yakin bahwa hal ini juga akan menjadi suatu surprise bagi diriku sendiri. Aku ingin melihat diriku yang lain dalam kostum yang berbeda, Lisa Ramon pada malam yang ke-dua di Jalan Irian Barat Surabaya.
Aku pilih rok terusan dengan kain yang lembut berwarna hitam, dengan tali kecil yang menggantung pada bahu, sehingga bahuku yang mulus akan nampak terbuka. Kemudian dengan penuh keyakinan pula, aku membeli sepatu berhak tinggi model boot hingga sedikit di atas mata kakiku. Untuk semua itu, aku menghabiskan hampir sejumlah 800 ribu rupiah. Biarlah, aku benar-benar ingin memuaskan diriku sendiri kali ini.
Berdasarkan pengalaman kemarin, setelah puas makan di Restoran Padang di depan hotelku, pada pukul 7.00 malam aku baru keluar dari hotel. Langsung menuju stasiun Pasar Turi, kemudian parkir dan berdandan di sana. Tepat pukul 7.40, aku sudah kembali menjadi Lisa Ramon. Aku segera keluar dari mobilku, memanggil taksi dan menuju Jalan Irian Barat.
Kepada sopir taksi, aku minta diturunkan di dekat kerumunan waria-waria di bawah lampu lalu lintas Jalan Irian Barat itu. Begitu aku membuka pintu dan turun dari taksi, kerumunan waria-waria itu nampak terkesima.
'Wee.., anak baru.., anak baru.., waria baru nihh..', suara mereka dengan jelas kudengar.
Aku berusaha untuk menahan diri dan berendah hati.
'Selamat malam teman-teman', satu dua di antara mereka menyahut kemudian mendatangiku.
'Baru yaa.., dari mana, uhh kamu cantik sekalii..'.
'Trims. Aku dari Jakarta. Kesepian nih sendirian di rumah. Boleh gabung yaa.., paling cuma sampai besok koq..'.
Hal ini perlu kujelaskan, karena biasanya para waria kurang suka jika ada 'pesaing' baru, apalagi jika 'pesaing' tersebut sangat seksi seperti diriku ini.
'Ada yang namanya Bella tidak?', aku bertanya sekalian menginformasikan bahwa aku mengenal seseorang di Jalan Irian Barat ini.
'Aku punya pesan untukk Bella dari temannya Norma di Jakarta', kataku lebih lanjut.
'Ooouuwww.., kamu teman Norma. Bagaimana kabarnya?', ternyata Norma sangat dikenal di daerah ini, maklum Norma juga seorang organisator para waria yang biasanya memimpin kegiatan-kegiatan sosial di berbagai kota, atau ikut meramaikan berbagai acara hiburan yang melibatkan banyak waria.
Tak lama kemudian yang namanya Bella muncul kedepanku. Benar kata Norma, Bella ini sangat cantik dan apik, dan juga sangat ramah serta.., menurut Norma cocok dengan seleraku, kontol Bella sangat besar dan panjang, dia adalah satu-satunya waria di Jalan Irian Barat yang memiliki kontol sebesar itu. Aku pasti akan sangat terkesan. Kemudian aku diperkenalkan dengan teman-temannya, juga dengan pemimpin komunitas mereka di Jalan Irian Barat itu, namanya Angel, yang juga sangat baik dan ramah.
Mereka semua mengerumuniku dan memuji penampilanku. Tentu saja aku berbunga-bunga, tetapi aku berusaha untuk tetap rendah hati. Kusambut simpati mereka semua padaku. Aku berusaha ramah pada semuanya, yang jelek, yang tua, yang muda, yang pendek dan lain-lainnya. Aku merasakan kehangatan mereka sebagai sesama banci atau waria.
Jalan Irian Barat ini sangat ramai di malam hari. Mobil segala merk berseliweran, lampunya sengaja disorotkan besar-besar. Penumpangnya ingin menikmati pemandangan para waria di sepanjang jalan itu. Jalan Irian Barat berubah menjadi 'cat walk' bagi para waria.
Nampak sekali malam itu aku menjadi pusat perhatian para tamu yang berseliweran di situ. Didampingi oleh Bella, aku menyambut sapaan mereka dengan ramah. Nampak beberapa anak muda memarkir mobilnya, kemudian turun mendatangiku. Mereka sopan, mengajakku mengobrol, terkadang berbisik ke telingaku.
'Kamu cantik sekali, mirip Sharon Stone', demikian pendapat mereka.
Rupanya kemiripan dengan Sharon Stone itu menjadikanku sangat populer. Bahkan banyak yang memanggilku dengan julukan 'Sharon'.
Beberapa waktu kemudian tak kulihat lagi Bella, mungkin dia sudah dibawa tamunya, juga Angel, Betty, Angie, Bonny, Mariam, Nelly. Aachh.., saat ini mungkin bibir mereka sedang disesaki penis-penis lelaki, atau lidah-lidah mereka sedang menjilati anal pasangannya, atau pantat mereka sedang ditembus kontol lelaki dan dikocok-kocoknya.
'BBLLAARR.., SRREETT.., SUUIITT..', sebuah Honda Accord berhenti tepat di sampingku.
Kaca jendelanya nampak bergerak terbuka. Dari balik pintunya nampak bapak-bapak yang gemuk dengan kulitnya yang hitam serta bibirnya yang tebal, sepertinya orang Ambon atau Irian.
'Halloo, apa kabarr? Jalan-jalan nyookk..', aku mendekat, tanganku memegang pinggiran pintu sambil sedikit membungkuk untuk memberi perhatian pada yang di dalam.
Dia berdua, sama-sama berkulit gelap, sama-sama gemuk dan nampaknya juga seumur. Aku merasa agak ngeri juga. Sebagai pendatang baru aku perlu berhati-hati. Tetapi toh aku harus tetap bersikap ramah, tidak pilih-pilih.
'Haii Pak Adop, apa kabar?', tiba-tiba dari belakangku seorang waria menyapa penumpang Honda Accord itu.
Nampaknya di antara mereka sudah biasa bertemu.
Orang yang bernama Pak Adop itu menyambutnya dengan ramah, menanyakan tentang diriku yang baru kali ini dilihatnya di Jalan Irian Barat ini. Dan akhirnya aku tahu, Pak Adop itu adalah pengusaha yang terkenal di Surabaya, dan dia sering mampir ke jalan ini. Dia sangat dikenal baik dan pemurah.
'Jangan khawatir Liss, terima saja kalau dia mengajak kencan. Baik koq orangnya, tetapi hati-hati, barangnya gedee buanget..'.
Kata-kata terakhir yang menyangkut barang Pak Adop itu membuatku merinding dan menggelinjang. Saraf-saraf libidoku langsung bereaksi. Lubang pantatku juga langsung terasa mengencang dan gatal.
'Jangan bengong, non Lisa.., ayoo naik..', teman Pak Adop, Pak Abi namanya sudah turun dengan menggandeng tanganku, membuka pintu Accord itu dan sepertinya aku tak punya pilihan, dan aku masuk ke mobil.
Mobil itu langsung bergerak meninggalkan Jalan Irian Barat.
'Tunggu Pak Adop, masa Lisa sendirian nihh..?', aku bertanya setengah protes.
'Nggak pa-pa lah, sekali-kali sendirian, nggak usah khawatir, pokoknya Lisa akan balik utuh, mungkin ada tambahan sedikit, beberapa cc yang terbawa di tubuh Lisa nanti..', rajuknya sambil diringi tawa kedua tamu baru saya ini.
Aku langsung membayangkan, malam ini aku akan 'dimakan habis' oleh orang-orang hitam ini. Pantatku akan dijebol oleh 'tank-tank' orang-orang Ambon atau Irian ini, seperti halnya tank-tank Amerika dan Inggris yang menembus kota Baghdad. Ah biarlah, hitung-hitung untuk pengalaman, toh mereka baik dan cukup dikenal di tengah komunitas jalan Irian Barat itu. Aku tidak perlu terlalu khawatir.
Dari neon box di depan hotel, nampaknya aku diajak memasuki Motel Kenanga, aku sendiri tidak tahu dimana itu. Seperti halnya kemarin, petugas motel menunjukkan tempat yang masih kosong. Mobil langsung masuk ke garasi yang kemudian secara otomatis menutup. Pak Adop, Pak Abi dan aku sendiri turun dari mobil dan segera naik ke lantai dua.
Kamar yang telah dipesan cukup luas dan bersih. Aku lihat ada dua bed dengan spreinya yang putih. Ada telepon dan TV. Melalui telepon di kamar itu, Pak Adop memesan minuman dan makanan kecil. Aku rasakan angin lembut menghembus telingaku. Pak Adop yang rupanya sangat sigap, sudah dalam keadaan setengah telanjang, dia merangkulku dari belakang, tangannya memeluk dadaku, kontolnya terasa mengganjal di bokongku. Dia menempelkan bibirnya di bawah telingaku sambil berbisik, 'Sharon Stone-ku (lagi-lagi Sharon Stone), aku horny sekali melihatmu..', wajahnya langsung merangsek, merambati punggungku. Tali blusku digigit dan direnggutnya untuk melepaskan blus dari tubuhku.
Bersambung...
Subscribe to:
Posts (Atom)