Nama saya adalah Anis. Usiaku sekarang 38 tahun dan berat badan 57 kg serta kulitku berwarna sedikit hitam. Kini aku tinggal bersama seorang istri dengan 3 orang anak di salah sati ibu kota Kabupaten Sulsel, yang masih bestatus kontrakan. Aku menikah dengan seorang gadis dari suku lain di sulsel th. 1990 atas dasar kemauan orangtua kami. Meskipun pernikahanku tidak didasari rasa cinta yang mendalam, namun sebagai pria normal yang bernafsu tinggi, penyaluran sexku adalah utama, yang terbukti dengan lahirnya 3 orang anak dari rahim istriku itu.
Ceritanya berawal ketika aku mengirim cerita porno yang tidak sepenuhnya benar ke salah satu situs cerita porno sekitar Bulan Juni tahun lalu. Dalam cerita itu, aku sengaja memaparkan kondisi kehidupan rumah tanggaku yang kurang stabil, terutama dari segi keuangan. Aku paparkan bahwa kami tidak mempunyai apa-apa kecuali hanya istri dan 3 orang anak serta modal ketahanan dalam melakukan hubungan sex. Malah aku tawarkan diri kepada wanita siapa saja yang berminat untuk menyewa modalku itu dengan rupiah untuk mencukupi kebutuhan hidupku bersama keluargaku, apalagi waktu itu aku memang sedikit terlilit hutang pada orang lain.
Dalam iklan porno yang kukirim tersebut, aku muat juga syarat-syaratnya antara lain bebas usia dan status (boleh yang bersuami asal dijamin aman), siap menyewa tempat/penginapan khusus, siap disetubuhi dengan gaya dan posisi apa saja, siap membayar sejumlah uang jika ia betul-betul mengalami kepuasan batin, siap mencukur rambut khasnya jika memang agak lebat. Sebaliknya aku berjanji untuk menjilati seluruh tubuhnya dan menggauli sesuai kebutuhannya. Boleh saja menawar sebelum hari H-nya.
Pada mulanya aku tidak yakin iklanku itu akan mendapat tanggapan, apalagi biasanya si wanitalah yang seharusnya disewa untuk itu. Namun rejekipun datang. Hanya berselang 4 hari setelah iklan porno itu saya umumkan melalui salah satu situs cerita porno, eh ternyata ada responnya, malah 2 wanita lagi. Aku betul-betul gembira dan bahagia sekaligus jadi tantangan buatku karena aku tidak terlalu yakin sebelumnya dan belum punya persiapan untuk itu. Tapi aku berfikir bahwa sudah terlanjur basah, apa boleh buat harus saya sambut dengan senang hati, apalagi modal sex yang kumiliki tidak kurang sedikitpun. Hanya saja tidak berlebihan sesuai yang mungkin dibayangkan oleh para pembacanya.
Respon email yang pertama kali kuterima berinisial Tia_.. @yahoo.com dan saat itu pula saya baca dan membalasnya. Isi emailnya singkat sekali. Ia hanya menulis kalau dirinya tertarik dengan tawaranku dan ingin menyewa dan membelinya sekaligus serta ia minta aku menjawab dan menerangkan ciri-ciri kepribadianku jika aku betul-betul serius. Sedang ia sendiri tidak menyebutkan apa-apa soal dirinya kecuali alamat email. Besok malamnya saya buka kembali emailku, ternyata berisi dengan nama Tia lagi. Kali ini, sudah agak panjang. Setelah saya baca, aku tahu kalau dia tinggal dalam kotaku, meskipun ia menolak untuk memberitahu alamat rumah dan nomor telponnya. Tapi ia menulis kalau dia adalah Kepala bidang tata usaha di salah satu instansi swasta. Usianya sudah kepala 5 tapi gairah sexnya masih agak tinggi. Suaminya agak lebih tua sedikit dari dirinya tapi super sibuk dengan pekerjaannya di luar rumah selaku wiraswastawan, sehingga hubungannya di atas ranjang tidak rutin dan tidak teratur sesuai yang ia inginkan.
Setelah yakain kalau ia betul-betul serius, akupun lalu membalas saat itu pula dan mengutarakan kembali keadaan ekonomi rumah tanggaku yang sebenarnya dan juga sedikit hubunganku dengan istri di atas ranjang. Malah aku minta agar mengirim photo dan no. HP-nya serta menyebutkan tempat pertemuannya nanti. Sayapun minta agar ia bersumpah dan berjanji untuk menerima akibatnya jika ia hanya mempermainkanku, sebagaimana pula saya siap lakukan (menulis sumpah). Besok malamnya saya kembali buka emailku dan ternyata nama Tia kembali muncul. Setelah saya buka isinya, ternyata Tia sudah melakukan persiapan akhir. Ia menyebutkan penginapan tempat kami ketemu nanti, warna pakaian yang dikenakannya serta hari H-nya. Tinggal menunggu persetujuanku lewat email saja.
Entah pengaruh dari mana sehingga aku mulai sedikit gemetar bercampur bahagia, ragu, takut, bimbang dan bersemangat silih berganti sejak saya menerima putusan terakhirnya itu. Bahkan mataku yang tadinya mudah sekali tertidur, tiba-tiba rasa ngantukku sulit sekali dan gairahku untuk cepat-cepat bobo bersama istri semakin menurun. Mungkin karena peristiwa yang kami hadapi betul-betul istimewa dan luar biasa bersejarah atau karena takut dan malu kalau-kalau kami kepergok nanti oleh teman atau kenalan lainnya, apalagi suami Tia atau keluarganya ataupun karena takut dipermainkan. Yang jelas kenyataan itulah yang saya rasakan saat itu. Sedang mengenai gairah sexku terhadap istri memang sengaja kukurangi sebagai persiapan untuk bertarung dengan wanita yang belum kukenal nama, wajah dan gambarannya sama sekali. Bahkan kemampuannya di atas ranjang bisa-bisa saya KO jika kurang persiapan, sehingga dapat mengecewakan kami berdua seumur hidup.
Hari itu hari Sabtu sesuai jadwal yang ia tetapkan, saya bangun cepat sekali yakni sekitar jam 5.00 subuh padahal mataku larut malam baru tertidur. Paling lambat Jam 7.30 pagi, saya sudah harus menunggu di penginapan yang dimaksud karena jadwalnya jam 8.00 pagi, tapi saya tidak mau ia perhatikan lebih dahulu. Karena itu, istriku masih dalam keadaan tidur nyenyak, aku sudah selesai mandi lalu berpakaian yang sedikit rapi dan menyemprotkan farfum. Waktu itu saya mengenakan baju kaos warna ungu dengan celana panjang warna hitam lalu memasukkan ke dalam tas pakaianku 1 pasang pakaian lagi sebagai persiapan bermalam. Belum saya selesai menutup tasku, istriku tiba-tiba menegur.
"Kok cepat sekali persiapan berangkatnya pa', tidak seperti biasanya?" katanya terheran, sebab malamnya aku memang sudah buat alasan kalau aku mau ketemu orang tua yang tinggal di suatu desa yang agak jauh dari kotaku. Biasanya jam 8.00 pagi baru ada mobil berangkat ke sana.
"Kebetulan ma' saya mau singgah dulu di rumah teman karena katanya ia juga mau ikut jalan-jalan ke kampung, siapa tahu terlambat ke sana, khan bisa ketinggalan mobil" alasanku berbohong tapi masuk akal.
Jam 7.00 pagi itu, saya naik becak berangkat ke penginapan tersebut dengan jantung berdebar bercampur takut dan gembira. Jam 7.25 saya sudah masuk ke penginapan itu. Sebelum masuk, saya lihat-lihat dulu kiri kanan kalau-kalau ada wanita agak gemuk mengenakan baju warna abu-abu dengan celana warna biru sesuai informasinya lewat email. Saya sendiri sengaja tidak menyampaikan ciri-ciri pakaian yang kukenakan biar sama-sama sibuk dan bingung mencarinya. Beberapa wanita yang lalu lalang keluar masuk penginapan itu, bahkan banyak yang berdiri di depan costumer servicenya, tapi belum satupun wanita yang kulihat sesuai ciri-ciri yang telah disampaikannya. Aku mau tanya petugas penginapan, tapi aku tidak tahu nama yang akan kutanyakan dan saya juga semakin ragu jangan-jangan ia permainkan aku. Akhirnya saya beranikan diri saja bertanya ke salah satu petugasnya kalau-kalau ada tadi wanita yang agak gemuk dengan warna pakaian tersebut telah terdaftar sebagai tamu, namun jawabnya belum ada.
Saya mencoba mengamati semua wanita yang ada dalam ruang tamu, ternyata ada satu orang yang seolah memperhatikanku dari tadi sambil sedikit tersenyum. Tapi aku tidak yakin kalau wanita itu yang kucari, karena bentuk tubuh, rambut, warna baju dan celananya serta kulitnya tidak ada yang sesuai informasinya. Aku semakin meragukan keseriusannya, apalagi jam dinding yang ada di ruang penginapan itu sudah menunjukkan pukul 8.05 pm. Dalam hatiku kalau sampai lewat 30 menit lagi ia belum juga muncul, aku akan pergi saja meninggalkan penginapan itu dan langsung pulang kampung sesuai janjiku pada istri di rumah.
"De' cari siapa? sejak tadi saya perhatikan, nampaknya ada yang dicari dan ditunggu yach?" kata seorang wanita yang sejak tadi memperhatikanku
"Oh, iya bu', ada keluarga yang saya cari, katanya ia mau nginap di sini dan jam 8.00 ia sudah tiba di tempat ini, tapi kok sudah lewat jadwal, ia belum juga muncul," alasanku mengaku sebagai keluarga.
"Mungkin ada halangannya de' diperjalanan" ucapannya singkat.
"Yah mungkin juga atau ia sengaja membohongiku untuk menguji sejauh mana perhatianku padanya" kataku membenarkan.
"Tapi, kok ade' ini nampaknya serius dan penting sekali seolah lama sekali tidak jumpa, emangnya ia dari mana de'?" tanya wanita itu seolah ingin tahu lebih banyak dan nampak penuh perhatian padaku.
"Iya betul, ia baru pulang dari luar Sulawesi dan belum kukenal betul wajahnya, tapi informasinya melalui telpon katanya ia datang sekitar jam 8.00 pagi di penginapan ini dengan perawakan agak gemuk, pakaian berwarna abu-abu-hitam serta rambut panjang," jelasku menyinggung tanda-tanda yang diberikan oleh wanita yang kutunggu itu.
"Oh yah, ibu ini petugas atau tamu penginapan ini?" tanya aku serius.
"Sama dengan ade', aku juga menunggu seseorang yang sama sekali belum kukenal nama, alamat, bodi dan wajahnya," jawabnya sedikit tertawa.
"Jangan-jangan ibu.." tanyaku namun mendadak putus, sebab ia juga tiba-tiba melontarkan kata-kata persis yang kuucapkan (serentak).
"Ha.. Ha.. Ha.., hi.. Hi.. Hi" kami ketawa bersama-sama sambil saling menunjuk karena kami saling yakin kalau apa yang kami cari ternyata sudah dari tadi ketemu, namun berbeda dengan tanda-tandanya.
Setelah kami puas tertawa, bahkan saling menunjuk, akhirnya kami sama-sama terdiam sejenak lalu tersenyum sambil saling menatap dengan tatapan yang tajam sekali dan agak lama. Dalam hatiku ternyata wanita ini kelihatannya masih muda, cantik dan jauh beda apa yang kubayangkan. Setelah puas saling tatap, saya tawarkan untuk memesan kamar secepatnya biar nanti dalam kamar baru cerita dan saling tatap sepuasnya.
"Ayo, iku aku ke sini" katanya tiba-tiba sambil menarik tanganku dan membawaku naik ke atas terus masuk ke salah satu kamar yang terletak di sudut penginapan itu. Aku ikut saja tanpa kata-kata dan tanpa pikir panjang. Setelah kami berada dalam kamar, ia terus menutup pintunya lalu duduk di tepi sebuah rosban yang agak kecil dan sederhana, bahkan kasurnya biasa-biasa saja, lagi pula cuma satu tempat tidur. Dalam hati kecilku mungkin dari tadi ia sudah pesan khusus ruangan ini dan ia nampaknya sudah tahu keadaan penginapan ini.
"Ayo, dekat sini donk, jangan malu-malu, kita khan sudah sepakat dan sama-sama tahu apa tujuan kita ke sini, lagi pula tidak ada orang lain yang memperhatikan dan melarang kita berbuat apa saja dalam kamar ini, karena kita sudah carter, sudah halal.. Ha.. Ha.. Ha" katanya sambil ketawa, karena aku masih berdiri mengamati gambar-gambar yang tertempel dalam kamar itu. Tanpa sepata katapun, aku ikut bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya. Terus duduk persis di sampingnya lalu saling menatap lagi sambil tersenyum, tapi tiba-tiba tangannya merangkul di leherku dan memelukku erat sekali dan mencium pipiku sejenak, lalu ia mundur ke tembok bersandar dengan kaki melonjong persis menyentuh pantatku.
"Bu', .. Betul.. " belum saya selesai bicara, ia langsung memotong,
"Aduuh, mulai saat ini saya mohon jangan lagi dipanggil ibu, panggil saja nama emailku 'Tia' oke?" katanya tegas.
"Okelah, bila itu permintaannya, tapi saya tadi mau bilang bahwa impian kita ini betul-betul bisa jadi kenyataan, padahal sebelumnya saya tak pernah yakin ada wanita yang mau mengubris iklanku.. Hi.. Hi," kataku sambil ketawa dan gelengkan kepala.
"Kita liat aja nantilah, apa betul bisa kita buktikan sesuai komitmen kita semula atau hanya sekedar impian belaka, tapi yang penting kita ketemu dan saya cukup senang dan bahagia, sekalipun kau tidak mampu mewujudkan janjimu semula, aku tetap siap membayar sewanya sesuai tawaranmu di internet. Oh yah, saya panggil apa anda sekarang?" katanya serius dan seolah ingin membesarkan semangatku.
Bersambung . . . .
No comments:
Post a Comment