Kejadiannya dimulai 4 atau 5 tahun yang lalu. Waktu itu produksi di perusahaanku sedang booming sehingga diadakan penerimaan karyawati baru. Diantara sekian banyak pelamar ada satu yang jelas kulihat sangat berbeda. Kulitnya putih bersih, raut wajahnya cantik, dan bulu-bulu halus tampak jelas hitam kontras dengan warna kulitnya. Aku segera ke bagian personalia meminta data-datanya, setelah kulihat CV-nya yang cukup baik, aku meminta kepada personalia untuk dijadikan asistenku, akhirnya setelah melewati proses yang cukup rumit dia menjadi asistenku.
Mula pertama dia bekerja, aku sudah dapat melihat kecerdasannya dalam menangani pekerjaan, semua pekerjaan yang kuberikan dapat diselesaikannya dengan baik. Seperti pepatah Jawa bilang "Witing tresno jalaran soko kulino" Kebersamaan akan menumbuhkan rasa sayang, begitu pula yang terjadi denganku. Aku yang pada mulanya sudah tertarik pada pandangan pertama kian jatuh dalam perangkap asmaranya. Kucoba mengakrabkan diri dengannya, keluar makan bareng sering kami lakukan, tapi sampai saat itu aku belum berani macam-macam kepadanya, karena dia pernah mengungkapkan bahwa dia sudah mempunyai pacar. Memang sejak saat dia mengungkapkan bahwa dia sudah punya pacar, keinginanku untuk menjadikannya sebagai kekasih sudah hilang.
Setelah melewati masa pendekatan yang cukup panjang, akhirnya aku bisa mengajaknya Weekend. Karena saat itu katanya pacarnya sedang ditugaskan ke luar kota. Aku membawanya menuju pantai Ancol yang romantis. Sambil menyantap nasi goreng kami mengobrol panjang lebar, dari situ kuketahui bahwa ternyata dia berasal dari keluarga Broken, ayahnya kawin lagi saat usianya baru 3 tahun, hingga dia merasakan kurang kasih sayang dari ayahnya.
Kurengkuh dia dalam pelukanku, kubelai rambutnya yang hitam. Ombak di laut semakin beriak menyaksikan kemesraan kami. Perlahan kukecup keningnya, dia memejamkan matanya, bibirnya yang sensual sedikit terbuka seakan mengundangku untuk melumatnya, namun aku tidak berani gegabah, aku hanya mencium pipinya.
"San, boleh Bapak mengekspresikan rasa sayang Bapak", bisikku lembut di telinganya. Dia hanya diam mungkin masih mencerna arti kalimatku.
"Kalau Bapak memang sayang sama Santi, jangan sekali-kali Bapak mengecewakan Santi", jawabnya manja.
"Bapak tidak pernah mengecewakan wanita, Sayang" jawabku lembut. Kurapikan rambutnya yang diterpa angin laut dengan jari-jariku, tiba-tiba Dia mengambil tanganku dari keningnya dan mencium dengan bibirnya.
"Santi sayang sama Bapak! Santi nggak mau kehilangan Bapak", air matanya terasa hangat di jari-jariku. Kuseka air matanya dengan sapu tanganku.
"Bapak tidak akan meninggalkan Santi", janjiku. Bibirnya tersenyum tipis mendengar janjiku.
Perlahan kudaratkan bibirku di bibirnya, terasa hangat menjalar ke seluruh tubuhku, aku melumat bibirnya dengan perlahan.
"Kenapa Santi tidak membalas ciuman Bapak.."
"Santi tidak mengerti, Pak!"
Aku hanya diam dan berfikir, benarkah anak jaman sekarang belum mengenal arti ciuman.
"Memangnya Santi tidak pernah melakukannya dengan pacar Santi?"
"Belum, Ppak.."
Akhirnya setelah saya ajarkan secara singkat, dia mulai dapat membalas lumatan dan permainan lidahku. Tanganku mulai menjalajahi dadanya, kuremas perlahan dengan gerakan memutar, sementara bibirku mulai menjelajahi lehernya yang indah. Kubuka kancing bajunya yang paling atas, jari-jariku segera menerobos ke dalam bajunya yang sudah terbuka, aku merasakan tonjolan lembut, tidak besar namun halus sekali. Jari- jariku berputar mencari puting buah dadanya, sementara bibirku sudah sampai di belakang telinganya. Susah sekali mencari puting buah dadanya, karena masih belum tumbuh, putingnya masih mungil dan rata dengan gundukan buah dadanya, pertanda belum terjamah oleh siapa pun. Perlahan tapi pasti putingnya mulai mencuat ke atas, jari-jariku semakin aktif memilinnya dengan gerakan memutar. Sementara tangannya menekan tanganku sehingga tekanan pada buah dadanya semakin keras.
"Pak.. nikmat, teruskan.." erangan yang keluar dari mulutnya semakin membuatku semangat, tapi aku masih sadar bahwa aku di tempat terbuka. Aku segera menghentikan aktivitasku dan merapikan kancing bajunya yang terbuka.
"Kenapa, Pak?" tanya Santi keheranan.
"Ini kan tempat umum Sayang, bagaimana kalau kita sewa cottage saja."
"Tidak mau! Santi takut."
"Nggak apa, Bapak tidak akan berbuat macam-macam terhadap Santi", aku merayunya.
"Santi tidak akan mau, Pak!" tegasnya.
Aku tidak memaksa lebih lanjut, aku hanya diam.
"Bapak marah ya sama Santi."
"Tidak Sayang, Bapak hanya sedikit pusing."
Aku rengkuh dia dalam pelukanku.
"Kenapa?" tanyanya polos.
Aku sungguh bingung menjelaskannya, aku pusing karena sedang 'on', Batang kejantananku terasa berdenyut-denyut terus.
"Bagaimana kalau kita teruskan di mobil, Sayang" ajakku. Dia mengangguk.
Setelah setelan jok kurebahkan, aku kembali mencumbuinya, meneruskan kemesraan yang tadi tertunda meskipun di dalam mobil sempit tapi tidak ada seorang pun yang dapat melihat kami. Bajunya sudah kutanggalkan sehingga aku dengan bebas dapat mencumbui dadanya, saat lidahku yang hangat dan basah menjilati puting buah dadanya yang masih mungil, erangan lirih semakin sering keluar dari bibirnya. "Jangan berisik, Sayang" aku mengingatkannya, karena aku takut terdengar keluar. Tapi hanya sebentar saja, kembali mulutnya mengeluarkan erangan, terlebih saat puting buah dadanya kuhisap dan kugigit pelan. Gundukan buah dadanya yang halus kuhisap kuat-kuat sehingga meninggalkan bercak merah sesudahnya.
Tanganku segera bergerak mengangkat roknya. Aku merasakan kulit pahanya yang ditumbuhi bulu-bulu halus, kupilin-pilin pahanya yang gempal, dan saat tanganku bergerak menarik celana dalamnya, tangannya menahan tanganku. "Jangan Pak, yang satu itu jangan.." Aku yang sudah dikuasai nafsu tak mempedulikannya. Aku terus berusaha menanggalkan celana dalamnya tapi cekalan tangannya semakin kuat menahan gerakan tanganku. Aku tidak memaksa lagi.
"Kenapa?" bisikku, "Santi tidak sayang sama Bapak?"
"Bapak boleh mencumbu apa saja, tapi yang satu itu jangan, saya masih perawan, Pak!"
"Tapi dari erangan yang keluar, sepertinya Santi sudah pengalaman."
"Santi sendiri tidak sadar, Pak. Bahkan pernah saat Santi masturbasi di kamar, Ibu menegur Santi, karena erangan Santi terdengar ke luar kamar, Santi sampai malu waktu itu, Pak."
Aku hanya mengangguk, berarti erangan-erangannya yang heboh tadi hanya bawaan sifat saja.
"Ya, sudah! Santi bisa buat Bapak orgasme dengan tangan, bisa kan?" aku menyerah, pikiranku cuma satu, bagaimana melepaskan air maniku yang rasanya sudah mengumpul penuh di buah zakarku.
"Santi belum pernah, Pak!"
"Coba dulu dong, katanya Santi sayang sama Bapak."
"Iya Pak"
Aku ajarkan kepadanya cara onani yang membuat nikmat lelaki, setelah kurasa dia bisa. aku segera mengeluarkan senjataku yang sudah tegang.
"Aw.. besar banget Pak."
"Nggak apa, sini" aku bimbing tangannya ke senjataku.
Aku mulai merasakan genggamannya yang hangat, perlahan jari-jarinya yang lentik bergerak ke atas ke bawah mengocok batang kejantananku, aku mulai merasakan nikmat, sembari rebahan di jok aku memejamkan mata membayangkan bahwa saat itu senjataku sedang terbenam di dalam kemaluan Tamara Blezinky artis idolaku. Berfikir seperti itu senjataku semakin mengeras dan berdenyut-denyut.
"Pak, tangan Santi capek, Pak!" tiba-tiba saja Santi membuyarkan khayalanku. Aku yang sudah spanning langsung merengkuh lehernya dan membenamkan wajahnya ke dadaku.
"Lakukan seperti yang tadi Bapak lakukan terhadap Santi", sambil mengarahkan mulutnya yang mungil ke dadaku.
"Loh, Bapak kan lelaki"
"Sama saja, San, laki-laki juga perlu rangsangan biar cepat orgasme" Tanpa dikomando dua kali mulutnya yang mungil mulai menciumi dadaku sementara jari-jarinya terus mengocok batang kejantananku, perlahan aku merasakan nafasku semakin memburu, butir-butir keringat membasahi seluruh tubuhku.
"Terus, San.. Bapak mau keluar" Gerakan tangannya semakin cepat, kepala kemaluanku semakin mengkilat oleh pelumas yang dikeluarkan batanganku, sementara lidahnya yang runcing dan hangat terasa menggelitik puting dadaku bahkan dihisapnya, membuat sensasi tersendiri di seluruh aliran darahku.
Setengah jam berlalu, aku merasakan batang kejantananku semakin menggembung, akhirnya berbarengan dengan hisapan kuat di puting dadaku, kukeluarkan spermaku hingga muncrat dan mendarat di perutku.
"Sudah San, Bapak sudah keluar", aku melepaskan genggaman tangannya di batang kemaluanku.
"Capek sekali tangan Santi, Pak!, rasanya sudah tak sanggup lagi digerakkan."
"Bapak lama sih keluarnya."
Aku hanya diam dan mencium keningnya sebagai ungkapan rasa sayang dan puas atas segalanya.
Sepanjang perjalanan pulang, kami semakin akrab dan mesra, kami membuat perjanjian bahwa kami boleh berpacaran dengan siapa pun asalkan kebersamaan kita tidak akan hilang sampai kapan pun. Aku hanya mengangguk setuju.
Buat cewek-cewek yang mau advise atau berkenalan kirim aja e-mail.
TAMAT
No comments:
Post a Comment