Aku mempunyai pacar, sebut saja namanya Liza. Selama pacaran aku hanya pernah menciumnya sekali saja, yaitu pada saat kami jadian kurang lebih sebulan yang lalu. Setiap aku memboncengkannya dengan sepeda motor, punggungku sering menjadi sasaran payudaranya yang lumayan besar kurang lebih ukurannya 36 B pada saat aku mengerem mendadak. Aku jadi semakin terangsang melihat tubuhnya yang mulai mekar di usianya yang seminggu lagi genap 20 tahun. Aku sendiri sudah berumur 24 tahun. Aku sering memimpikan bisa tidur dengannya.
Suatu siang Liza datang ke rumahku, yang pada saat itu aku dan penghuni rumah lainnya belum pulang. Ketika tiba dirumah aku melihatnya tertidur di atas kursi teras rumah. Aku pun membangunkannya lalu mengajaknya masuk. Karena masih mengantuk ia tidak melihat kalau di depannya ada kursi kecil sehingga ia tersandung dan akan terjatuh, secara refleks aku menarik tubuhnya agar tidak jatuh hingga kami berpelukan. Namun karena tidak siap aku juga kehilangan keseimbangan dan ikut terjatuh menindih tubuhnya. Liza terjatuh terlentang dan kepalanya membentur lantai dengan cukup keras sampai ia pingsan.
Perlahan aku membangunkan Liza yang tidak bergerak, namun ia tidak segera sadar. Sejenak aku melihat bagian dada Liza naik-turun dengan tenang, seperti orang yang tidur lelap.
"Liz.. Liz.. Liza.." aku memanggil, tapi gadis itu tetap diam.
Aku ulangi lebih keras di dekat telinga, juga diam. Aku guncang-guncangkan pundak Liza, juga diam. Nekad, aku membuka kedua kelopak mata Liza untuk lebih meyakinkan. Tetap tak ada reaksi.
"Hi hi hi.. wah kesempatan nih aku bisa menikmati tubuhmu Liz.. payudaramu bakal kuremas dan kumakan,"
Bisikku sambil meremas-remas kedua payudara Liza yang masih tertutup berlapis kain.
"Vaginamu ini juga bakal aku kerjain," lanjutku sambil meremas-remas pangkal paha Liza dari luar pakaiannya.
Kuperlakukan seperti itu, Liza tetap tak bereaksi. Lalu aku membopongnya ke dalam kamarku dan membaringkannya di atas tempat tidurku. Lalu aku menutup semua pintu rumahku, lalu kembali lagi ke kamarku. Aku menyeringai melihat gadis yang telah kupacari selama sebulan itu dalam keadaan tak berdaya.
Seperti singa kelaparan menerkam mangsanya, kedua tanganku langsung mencengkeram gundukan di dada Liza yang tertutup baju. Aku terus meremas dan menarik-narik gumpalan daging dalam genggamannya itu ke kanan, kiri dan atas. Akibatnya, baju Liza di bagian dada kusut.
"Hmm.. Vaginamu boleh juga, tebel kayak kue apem," bisikku sambil kini meremas pangkal paha Liza.
Aku lalu melepas 3 kancing di bagian atas baju Liza. Lalu, bagian bawah bajunya kutarik hingga melewati kepalanya. Liza ternyata mengenakan kaus lengan pendek bodyshape yang membuat payudaranya tampak menonjol dan kemulusan lengannya terlihat bebas. Tak berlama-lama, aku melepas kaus itu. Perhatianku beralih ke bagian bawah tubuh Liza yang tertutup rok dalam transparan. Rok dalam itu pun segera lepas. Aku kini berlutut di sisi Liza yang tetap berbaring dalam damai. Lalu aku melepaskan kaitan BH Liza. Bola mataku seperti akan meloncat keluar melihat keindahan payudara Liza. Begitu segar, mulus dan putih. Saking putihnya, pembuluh darah kebiruan di balik kulit mulusnya terlihat jelas. Putingnya mungil tapi cukup menonjol, seperti karet penghapus di kepala pensil. Kedua tanganku tak henti-henti meremas sementara mulutku terus melahap, mengulum dan menggigit-gigit puting susu Liza. Aku berhenti sebentar, lalu memandangi "hasil karyaku".
Sekujur permukaan buah dada Liza kini basah oleh liurku, terutama dibagian kedua pucuknya yang kini makin tegak kemudian masing-masing kujepit dengan ibu jari dan telunjuk. Kutarik ke atas sampai batas maksimal. Dalam keadaan sadar, Liza pasti sudah menjerit-jerit kesakitan. Aku lalu melepas jepitanku, hingga kini gumpalan daging itu terjatuh dan berguncang ke sisi kanan dan kiri tubuhnya. Perhatianku kini tertuju ke CD Liza yang tampak penuh. Kuremas dengan penuh nafsu, sambil jari tengahku mencari-cari jalan masuk. Tak sabar, kutarik CD Liza turun.
"Edan, Vagina yang indah," kataku sambil merosot hingga wajahku tepat di muka pangkal paha Liza.
Kurenggangkan paha gadisku itu, lalu dengan rakus kujilati kemaluan Liza itu. Dengan jari-jari aku menguakkan liang kemaluan di depanku. Perlahan daging segar itu membuka, memperlihatkan bagian dalam yang kemerahan dan basah.
"Asyiikk.. cewekku ini masih perawan," teriakku sambil membuka celananya.
Kini aku bersiap-siap menyetubuhi gadisku itu. Kepala penisku sudah terjepit bibir vagina Liza, sementara kedua tanganku berpegangan pada kedua payudara Liza yang tetap terpejam. Tiba-tiba pada saat itulah Liza tersadar dan membuka kedua matanya.
"Eh.. apa yang kamu lakukan Mas "
Pekiknya karena mendapatkan dirinya dalam keadaan siap aku setubuhi. Liza lalu meronta dengan menendang perutku sampai aku terjatuh. Lalu ia mencari pakaiannya, dan dengan tergesa-gesa ia memakainya. Aku hanya bisa melihat gadisku itu memakai pakaiannya kembali. Ia lalu bergegas keluar kamar namun buru-buru aku cegah untuk menjelaskan semuanya kepadanya.
Setelah lama merayunya akhirnya ia mau mendengarkan penjelasanku, bahwa yang aku lakukan itu sebagai bukti cintaku dan itupun belum sampai merenggut kegadisannya. Akhirnya ia mau memaafkanku, dan aku pun segera merayunya lagi untuk menuntaskan nafsuku yang tadi soalnya sudah tanggung. Ia mengangguk tapi dengan syarat agar jangan sampai merusak keperawanannya.
Aku lalu memegang kedua tangannya, lalu secepat kilat mendaratkan ciuman di pipinya. Liza diam saja. Kesempatan itu tidak kusia-siakan, lalu mulutku kuarahkan ke bibirnya. Liza tetap diam saja. Tidak menolak, tapi tanpa reaksi. Perlahan bibirnya kulumat, dan respon yang terjadi adalah Liza membuka mulutnya, sementara tangannya mencengkeram tanganku.
"Liz, tolong mulutnya dibuka..!" bisikku di telinganya sambil kemudian kembali mengecup bibirnya.
Liza kemudian mulai membalas memagut bibirku.
"Nah, begitu.., dibalas aja..!" kataku.
"Rasakan aja, nggak sakit kok..," lanjutku sambil tangan kananku mengusap pinggangnya.
Pagutannya semakin cepat dan terdengar dengus napas yang semakin keras dari mulut Liza sambil tanganku menyingkap dan membuka bajunya sampai rambutnya yang hitam panjang tergerai. Saatnya mungkin hampir tiba, dan tidak kusia-siakan, bibirku kemudian turun ke lehernya yang jenjang dan putih. Kecupan-kecupan hangat kudaratkan di sekujur lehernya, sementara tanganku tidak hentinya mengelus pinggangnya. Sementara tangan kiriku tengah berusaha menyusup ke belahan dada Liza, dan supaya tidak ada protes dari Liza, bibirnya segera kukulum, lidahnya serta langit-langit mulutnya kujelajahi dengan lidah.
Rupanya Liza mulai terbakar birahi, hingga dia tidak sadar ketika aku menyingkapkan bajunya lalu salah satu tanganku telah berada di antara gundukan daging di dadanya. Beberapa kancing baju yang terlepas pun tidak disadari Liza, yang sekarang sibuk membalas lumatan bibirku dan mengeluarkan erangan-erangan kecil. Aku kemudian menunduk, dan bibirku mencari di antara dadanya yang menonjol itu. Hingga akhirnya kutemukan puting payudaranya yang keras, namun terasa lembut. Liza terpekik sejenak, manakala dia tahu, bibirku telah menjepit salah satu puting payudaranya. Namun birahi telah membakarnya, hingga Liza lupa apa saja yang telah terjadi padanya.
Tanganku bekerja cepat. Hasilnya, nampak payudaranya yang putih mulus menonjol besar. Liza hanya bersandar ke dinding. Wajahnya kemerahan, seakan menahan sesuatu. Pada saat aku menyedot dan menghisap payudaranya, Liza hanya mampu menggigit-gigit bibirnya. Tangan kananku bekerja kembali, kali ini meremas pantat Liza yang kenyal dan cukup proporsional. Aku yakin, jika dalam keadaan normal, Liza akan marah besar jika pantatnya kuremas. Tapi pada saat ini, dia seakan pasrah pada apa yang akan kuperbuat. Aku dalam posisi sedang menetek sambil berdiri, sementara Liza hanya menyandarkan punggungnya ke tembok. Tangan kananku sambil meremas pantat, mencari restlueting, yang akhirnya kutemukan.
Tangan kiriku berada tepat di selangkang Liza, dan tidak tinggal diam, bekerja mengusap bagian bawah Liza. Kedua tanganku bekerja optimal. Hingga tanpa disadari lagi oleh Liza, rok panjang yang dikenakannya telah jatuh ke lantai. Secepat kilat, aku jongkok lalu menciumi kemaluan Liza yang saat itu masih dibalut celana katun coklat muda. Liza sudah tidak mampu lagi berkata-kata. Kurasakan gundukan daging di selangkangan Liza lembab dan mengeluarkan aroma, antara bau keringat dan bau lain, mungkin khas bau kemaluan wanita.
Tampak bulu-bulu halus dan panjang ada di jepitan celana dalam. Tidak tertutupi secara sempurna, hingga tampak menyembul di selangkangannya. Perlahan pinggir celana tersebut kutarik, lalu lidahku mulai mencari-cari. Asin dan lembab terasa di lidahku. Tanpa memperdulikan rasa seperti itu, lidahku terus mencari. Napas Liza semakin memburu, dan setiap kali lidahku menari di antara belantara rambut kemaluannya, Liza menggerakkan pinggulnya searah dengan gerakan lidahku.
Lalu Liza kubimbing ke kursi makan, dan segera aku melucuti celana dalamnya yang basah kuyup oleh cairan asin. Kakinya kubuka selebar mungkin. Nampak di sana, sejumput rambut hitam sangat lebat, menutupi gundukan belahan daging. Merah muda dan mengkilap karena basah oleh cairan. Bibir vagina Liza dan tersembunyi, sementara klitorisnya coklat tampak mengeras. Cairan terus saja mengalir dari lubang di bagian bawah.
Liza menutup matanya kembali saat aku jongkok di hadapannya. Lalu lidahku mulai menari, mengusap dan menjilati seluruh bagian vagina Liza. Tangannya diletakkan di bahuku, kadangkala rambutku ditariknya saat klitorisnya kuhisap. Sambil menjilati serta mengulum kemaluan Liza, tangan kananku meremas-remas payudaranya. Bergantian dari kiri dan kanan. Putingnya keras mengacung. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, kedua kakinya mengatup, menjepit kepalaku serta tangannya menarik rambutku. Sakit.
"Ohh, Mas.. kenapa ini.. aduhh..!" katanya dengan suara lumayan keras.
Untung letak rumahku agak masuk dari jalan, jadi aku tidak perlu khawatir orang lain mendengar teriakan Liza orgasme. Hal ini berlangsung cukup lama, 5 menit mungkin. Liza orgasme, mungkin yang pertama kalinya dalam hidupnya. Aku biarkan saja, hingga tubuhnya kembali seperti semula.
Tetapi lidahku tidak berhenti mengusapi dan menjilati kemaluannya yang saat ini benar-benar sangat basah.
"Ohh.., aaghh.. aduh.. aduh.. jangan Mas..!" erang Liza saat lidahku bekerja secara cepat melumat lagi klitorisnya.
"Udah Mas. Aku udah nggak kuat..!" katanya kemudian.
Aku lalu berdiri, lalu mengeluarkan kemaluanku dari dalam celana.
"Ayo dong dipegang.." kataku sambil mengangsurkan penisku tersebut ke arahnya.
Liza menerima penisku itu dengan kedua tangannya. Terasa nikmat saat penisku berada dalam genggaman Liza. Tangannya halus, terutama saat mengelus ujung penisku.
Lalu Liza memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Perlahan kutekan keluar masuk berkali-kali. Liza tidak sadar, dan akibat kocokan serta himpitan di bibirnya, aku merasa ada sesuatu yang mendesak dari dalam tubuhku.
"Liz, aku mau orgasme, tolong dikocok aja.." kataku.
Lalu keluarlah muntahan cairan hangat dari ujung kemaluanku. Sperma itu tumpah di dada Liza yang tidak tertutup sempurna, ada yang mendarat di pipi, juga di paha.
"Ogghh.., Liza.. ohh..!"
Liza tidak berhenti mengocok, meski cairan mani sudah selesai tumpah.
"Liz, udah.. sakit..!"
Liza berhenti lalu mencari roknya dan segera menghambur ke kamar mandi. Aku juga mencari kain lap, untuk membersihkan sisa-sisa air maniku yang tumpah di kursi serta lantai. Setelah sekian waktu, Liza keluar dari kamar mandi. Dia tampak segar karena baru saja membasuh wajahnya. Pakaiannya juga sudah rapi. Aku mendaratkan ciuman di pipinya sambil tersenyum. Aku mengantarkan Liza hingga keluar dari halaman rumahku.
Bersambung . . . . .
No comments:
Post a Comment