Pages

Wednesday, December 28, 2011

Akibat iri hati

Namaku Audrey, aku ingin menceritakan pengalaman pahit yang sampai sekarang masih menjadi trauma yang sangat hebat bagiku. Pada waktu kejadian ini menimpa diriku aku masih siswi SMU kelas 3 di salah satu SMU negeri di Jakarta barat. Kata teman-temanku, wajahku mirip aktris Hongkong Cecilia Cung.
Aku lahir di Sumatera dan baru ke Jakarta waktu SMU. Aku tinggal sendirian di Kost di daerah kota waktu itu. Keluargu masih tinggal di Sumatera. Ayahku mempunyai perkebunan yang cukup besar disana. Aku tinggal sendirian di Kost di daerah kota.
Di sekolah aku sangat aktif di kegiatan ektrakurikuler. Pada tahun pertama aku dipilih menjadi menjadi pemain inti team volley dan basket di sekolahku. Karena prestasiku yang sangat menonjol di dalam team, guru olahragaku sangat kagum kepadaku.
Aku mengganti Lina yang menjadi kepala team Volley dan Basket saat itu dan posisi ini diberikan kepadaku. Lina adalah teman sekelasku. Sejak dipegang olehku team volley dan basket sekolahku menjadi juara 2 team volley dan dan juara 3 team basket di seluruh SMU negeri di Jakarta.
Pada waktu dipegang oleh Lina, prestasi team volley dan basket sekolah sangatlah buruk. Setelah team volley dan basket dipegang olehku, Lina aku keluarkan dari team volley maupun basket karena kulihat dia suka menjadi provokator yang membuat kekompakan team terganggu. Setelah Lina aku keluarkan dia marah besar padaku dan protes kepada guru olahragaku, tapi karena guru olahragaku takut kehilanganku dari team maka protes itu tidak digubrisnya. Lina sangatlah iri dan benci kepadaku. Mulai dari kejadian itu Lina berusaha untuk membalas dendam atas perbuatanku.
Masih kuingat awal kejadiannya dengan jelas. Pada saat itu pelajaran terakhir kelasku adalah pelajaran olahraga. Aku memakai kaos olahraga dan celana olahraga sekolahku yang bewarna abu-abu. Pada waktu aku sedang melakukan latihan volley kulihat Lina memperhatikanku terus, aku berusaha tidak melihatnya. Setelah selesai pelajaran olahraga dan pada waktu itu aku hendak balik menuju ke kelasku, Lina mengikutiku dari belakang dan memangilku, aku cukup kaget dia memangilku. Dia menghampiriku dan meminta maaf atas protes yang dia ajukan kepada guru olahragaku. Dia bilang dia turut bangga dengan prestasi team volley dan basket sekarang ini. Lina lalu menjabat tanganku meminta maaf sekali lagi kepadaku, sebagai tanda penyesalasannya dia mau mentraktirku di sebuah café.
Pertama aku menolaknya karena aku tidak mau merepotkannya, tapi dia terus memohon kepadaku. Aku melihat dari raut mukanya dia kelihatannya menyesal lalu aku menerima tawarannya karena merasa tidak enak dengannya. Yang tidak kusadari saat itu, semua itu hanya sandiwara dan jebakannya belaka untuk melaksanakan rencana balas dendamnya terhadapku.
Lina mengajakku di tempat parkir sekolah dimana dia memarkir mobilnya. Kami berdua masuk ke dalam mobil Honda CRV Hitam miliknya. Dalam waktu 20 menit sampailah kami di sebuah ruko baru. Kami berdua turun dari mobil dan masuk ke dalam ruko.
Kami langsung disambut oleh seorang Ibu. Ibu ini mempersilahkan kami masuk ke lantai 2 dimana terdapat meja dan kursi yang telah disusun dengan rapi. Ibu itu bilang karena cafenya baru akan buka besok maka hari ini masih sepi dengan pengunjung. Ibu itu menyodorkan menu makanan kepada kami. Kami memesan makanan dan lemon tea.
Setelah 5 menit turun ke lantai dasar ibu naik dengan membawa 2 gelas lemon tea. Lina langsung meneguk habis gelas yang berisi lemon tea tersebut lalu akupun menyusul manghabiskan lemon tea karena sudah kehausan sekali setelah tadi habis berolahraga di sekolah.
Sambil menunggu makanan, kami mengobrol mengenai team volley dan basket sekolah kami, 20 menit kemudian naiklah ibu itu dengan membawa beberapa piring makanan yang telah kami pesan. Kami berdua mulai menyantap makanan tersebut. Setelah selesai makan aku merasa sedikit aneh denganku, kepalaku terasa agak pusing dan mulai merasakan ngantuk yang luar biasa, penghilatanku agak kabur dan badanku terasa lemas. Setelah itu aku tidak tahu sadar lagi apa yang terjadi berikutnya denganku.
Waktu aku sadar aku berada di suatu ruangan yang sangat panas sekali sepertinya di ruangan sauna, aku masih memakai kaos olahraga abu-abu sekolahku dan rok abu-abu SMU yang sangat basah oleh keringatku. Posisi dalam posisi duduk kaki dan tangan terikat tali dan mulutku disumpal.
Aku baru sadar dengan apa yang terjadi denganku saat itu dan baru menyadari semua ini hanya jebakan dari Lina. Aku sungguh sangat menyesal telah menerima ajakannya. Aku berharap dapat keluar dari tempat ini tanpa terjadi sesuatu yang buruk terhadapku. Aku mulai mencari jalan keluar dan berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan di tangan dan kakiku tapi usahaku sia sia saja. Aku hanya dapat berdoa agar Lina merubah jalan pikirannya dan melepaskanku bahkan aku bersedia minta maaf kepadanya karena telah mengeluarkannya dari team volley dan basket.
Lima menit kemudian masuklah ibu tadi dengan membawa sebuah handuk yang basah, tanpa sepatah katapun ibu itu lalu mendekatiku dan membekap hidungku dengan handuk yang telah dibasahi dengan cairan di dalam botol tersebut. Aku meronta ronta berusaha menghindar dari bekapan handuk yang dipegang oleh ibu itu tapi karena dalam keadaan terikat aku tidak bisa berbuat banyak. Tak lama kemudian aku sudah tak sadarkan diri lagi.
Setelah sadar diriku dalam keadaan terikat dan duduk di sebuah kursi dan dihadapanku ada sebuah TV besar. Aku merasakan seluruh badanku terasa sakit dan anusku terasa sangat perih. Kuperhatikan pula seluruh yang kupakai telah diganti mulai dari BH olahraga, CD, baju olahraga, rok abu-abu SMU.
Tiba-Tiba di TV besar itu muncul tayangan terlihatlah aku dalam keadaan terikat dan tak sadarkan diri di ruangan sauna. Rupanya tayangan adalah yang terjadi padaku selama aku tak sadarkan diri.

Tak lama kemudian Ibu tadi dan Lina membuka ikatan di tangan dan kakiku dan membawaku yang tak sadarkan diri ke sebuah kamar tidur yang besar.
Aku dibaringkan di atas tempat tidur lalu ibu itu membuka Kaos dan rok yang dipakainya lalu ia menghampiriku. Ia mengambil digital camera dan mulai memotretku lalu ia melepaskan baju olahraga beserta rok SMU-ku yang basah oleh keringatku.
Baju olahragaku diciumnya terutama di bagian yang sangat basah oleh keringatku sambil melakukan onani, demikian pula rok smuku diciumnya dan kemudian diberikan kepada Lina yang turut menikmati aroma keringat yang ada di baju olahragaku dan rok SMU-ku.
Aku yang masih memakai BH olahraga dan CD berwarna biru dipotretnya lalu ia melepaskan BH dan CDku. CDku yang basah oleh keringat diciumnya terutama di bagian yang ada bekas cairan yang berasal dari vaginaku dan ini sangat merangsang sekali buatnya lalu CD dan BHku diberikan kepada Lina untuk dinikmati juga. Aku baru pertama kali menyaksikan perilaku seksual yang sangat aneh seperti itu. Mereka sangat bernafsu sekali mencium aroma keringatku.
Ibu itu memotretku lagi dalam keadaan bugil, buah dadaku serta bulu-bulu halus disekitar vagina dipotretnya bibir vagina dibukanya dan juga dipotretnya close up, kemudian badanku dibaliknya sehingga posisiku sekarang terlungkup dan kedua kakiku dilebarkan selebar mungkin sehingga kelihatan dengan jelas lubang anusku dan kemudian dipotretnya dengan close up.
Ibu itu membalikkan badanku dan mulai menciumku dengan nafsu dan menjilati telingaku dan leherku lalu kedua puting payudaraku dihisapnya dengan penuh nafsu, payudaraku diremas remasnya dan putingku digigitnya dan dipelintirnya, lalu ia mencium dan menjilat pahaku. Kedua kakiku direntangkan dengan lebar sehingga lubang kemaluanku beserta bulu-bulu halus disekitarnya kelihatan dengan jelas lalu ia mulai menjilat bibir vaginaku dengan penuh nafsu sambil memasukkan kedua jarinya ke dalam lubang vaginaku selama beberapa saat.
Ibu itu kemudian membuka BH dan celana dalamnya sendiri dan mulai mendekatkan vaginanya ke vaginaku sedekat mungkin dan mulai mengesekannya sambil menarik kedua kakiku supaya gesekannya dan kenikmatan yang diperoleh semakin nikmat. Ia terus mengesekan vagina ke vaginaku sampai ia mengeluarkan lendir putih dari lubang vagina dan mencapai orgasme.
Badanku lalu dibalikan lagi dan pantatku dilebarkan sehingga lubang anusku kelihatan dengan jelas lalu ia menusukan kedua jarinya ke dalam anusku dikocoknya dengan kedua jarinya. Ibu itu lalu mengambil penis buatan dan dilumasinya dengan cairan. Lubang anusku yang akan menjadi sasaran penis buatan tersebut. Dengan agak susah payah ia berusaha untuk memasukan penis buatan itu ke dalam anusku. Akhirnya dengan paksa ia berhasil juga memasukan penis buatan itu dan terus memasukan sampai dalam sekali dan ditekannya terus penis itu selama beberapa saat.
Aku yang masih tak sadarkan diri tidak merasakan penyiksaan yang dilakukan terhadap anusku. Anusku diperlakukan dengan kasar tanpa ampun dengan penis buatan itu sampai ibu itu merasa puas dan lemas. Kemudian tayangan di TV berhenti. Aku merasa malu sekali terhadap apa yang telah terjadi kepada diriku, dan sangat tertekan dan ketakutan sekali dengan apa yang baru saja aku saksikan di layar TV tadi.
Tiba-tiba masukkah Lina ke dalam ruangan dimana aku berada sambil mengejek dan merendahkanku. Ia berkata akan sambil tersenyum senang karena telah berhasil membalaskan dendam terhadapku dan ini belum cukup katanya sambil menyodorkan sebuah vCD dan beberapa buah album foto.
Lina berkata vCD ini berisi tayangan yang baru aku saksikan dan foto foto di album ini berisikan perkosaan yang baru saja menimpa diriku dan dia akan memperbanyak vCD dan foto-foto tersebut dan vCD dan foto-foto ini akan diposkan ke sekolah dan diedarkan ke internet dan ia akan mencari alamat rumah orang tuaku di Sumatera dari arsip di sekolah dan mengirimkan vCD dan foto tersebut ke alamat orang tuaku kalau Aku tidak bersedia menandatangai 2 lembar kertas yang baru disodornya kepadaku.
Aku sangat ketakutan mendengar ancaman yang baru saja dilontarkan Lina kepadaku serasa mau pingsan. Aku tidak tahan menerima penderitaan ini. Aku merasa sangat tertekan dan ketakukan sekali kalau vCD dan foto-foto ini sampai dilihat oleh seluruh siswa di sekolahku, lebih-lebih lagi betapa malunya kalau sampai ketahuan oleh kedua orang tuaku.
Lina memaksaku membaca isi 2 lembar kertas itu sambil tersenyum gembira. Aku mulai membaca isi surat pernyataan persetujuan yang inti isinya, Aku harus bersedia setiap saat menuruti segala perintah dan kemauannya serta tidak boleh membantah sedikitpun perintahnya kepadaku. Aku harus menerima segala resiko yang buruk atas perintah yang ia berikan kepadaku dan berjanji tidak akan menuntut juga tidak akan melaporkannya ke Polisi. Kalau melanggar isi dari persetujuan ini vCD dan foto-foto ini akan disebarkan olehnya.
Lina terus mengancamku untuk segera menanda tangani isi perjanjian ini akhirnya karena tidak ada pilihan aku menandatangi kedua lembar surat perjanjian persetujuan antara kami berdua.
Lina melonjak girang karena aku sudah ditaluknya dan nasibku selanjutnya berada ditangannya dan dia bebas menjalankan segala kemauannya kepadaku. Lina mengajakku keluar dan memberiku HP berikut nomornya. HP itu harus terus kunyalakan karena setiap saat ia akan memberikan perintahnya kepadaku lewat HP tersebut. Jika Hp itu aku matikan akibatnya vCD dan foto tersebut akan ia sebarluaskan.
Lina mengantarku kembali ke tempat kostku dan ia mengancam harus merahasiakan kejadian ini kalau aku melanggar akan menerima resikonya. Lina berkata kepadaku besok dia akan memberikan perintah pertamanya kepadaku. Ia bilang akan membawaku ke suatu club fetish dan bondage besok.
TAMAT


Pewaris pertama - 1

Dan kutarik bajunya. Kancing-kancing itu berserakan di permukaan lantai. Kupandangi buah dada yang bergelayutan di depanku. Tanpa terasa air liurku menetes ke dagu. Gadis ini begitu menyelerakan. Kujambak poni di kepalanya yang terkulai dan kutarik ke atas. Dapat kurasakan nafas lembut itu. Ia masih hidup, dan itu sesuatu yang menggembirakan. Kuamati bibirnya yang berdarah dan kantung matanya yang lebam. Mempesona. Kucium bibir itu, menggigitnya dengan gemas. Dan darah semakin banyak mengalir. Anyir. Kubiarkan cairan kental itu memenuhi rongga mulutku. Perlahan mata gadis itu semakin berkerut sebelum akhirnya membuka. Seperti yang kuduga. Gadis itu menjerit keras-keras menyadari ketelanjangannya. Menyenangkan. Kujilat bibir bawahnya serentak memegangi kepalanya supaya tidak berpaling. Gadis itu menggeliat, mencoba meronta melepaskan belenggu di tangannya. Tapi tentu saja usaha yang sia-sia. Kuangkat rok biru gadis itu. Pahanya yang tercancang membuka, membuatku leluasa untuk menyentuh dan memainkan lipatan vaginanya. Gadis itu melenguh dan jejak-jejak air mata mulai tampak di pipinya yang lembut.

Aku semakin bergairah saat gadis itu mengerang. Kuangkat tubuhku dan berdiri di belakangnya. Kubuka reitsleting celanaku dan membiarkan penisku yang menegang keluar. Gadis itu terus menggeliat. Menggeliat saat kutarik celana dalamnya menelusuri kulit kakinya yang putih mulus. Kugenggam penisku, menggerakkannya dengan cepat. Kurasakan nafsu sudah mencapai ubun-ubun kepalaku. Kujulurkan jemariku dan meraba liang vagina gadis itu. Si gadis meronta, mengejang sesaat, mengerang dan menjerit. Namun aku terlalu bergairah untuk memperhatikan ceceran darah di lantai yang membentuk pola tak menentu.

Dengan gerakan perlahan kuturunkan pinggulku dan menyusupkan batang penisku di lipatan pahanya. Gadis itu menjerit tertahan dan berusaha memalingkan wajahnya ke belakang. Matanya mendelik menatap senyumku. Aku menyukai kengerian yang terpancar darinya. Kulihat butir keringat mulai keluar dari pori-pori di kulit pantatnya. Indah sekali.

Kutekan batang penisku perlahan dengan gerakan vertikal. Sempit sekali. Kepala gadis itu terjatuh ke depan seiring rintihan tak jelas yang keluar dari bibirnya. Kuperhatikan batang penisku yang perlahan namun pasti menghilang di balik celah pantatnya. Geraman dan desahan keluar dari bibirku. Nikmat sekali. Gadis itu masih berusaha menggoyangkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Masih berusaha menghindar. Tapi tidakkah itu justeru menambah kenikmatan yang kurasakan di ujung penisku? Tubuh gadis itu mulai melemas. Kugoyangkan pinggulku semakin cepat. Aliran darah membantuku memasuki liang vaginanya. Gemerincing rantai memenuhi ruangan. Hasratku semakin memuncak.

Dan kini ia memandangiku dengan sinis. Seperti biasanya. Lamunanku buyar seketika.
"Ngapain lihat-lihat?"

"Mel. Jangan ketus seperti itu."
"Biar saja. Lagian siapa yang mau dilihati olehnya."
Ah sudahlah. Jangan bertengkar. Kupalingkan saja wajahku menatap buku yang terbuka di bawah mataku. Angka-angka serasa menari-nari di hadapanku. Kudengar Mela mendengus kesal sebelum berlalu dari hadapanku. Yah, sudahlah. Lagipula aku masih punya urusan penting yang harus kuatasi sekarang juga. Penisku mengeras. Sampai terasa sakit terjepit meja.

"Whoi, si Helm lagi on!!" Suara teriakan itu mengejutkanku.
Anak-anak yang lain mulai berkerumun dan bergunjing di sebelahku. Beberapa dari mereka tertawa dan menudingku seraya mengeluarkan kata-kata cemoohan.
"Pasti kamu lagi membayangkan Mela. Iya kan?"
Aku membenci anak-anak sok tahu itu. Tapi mereka jauh lebih kuat dariku. Dan sekarang. Aku merasa wajahku panas seperti udang rebus. Beberapa anak memegangi kedua lenganku dan menarikku berdiri, seolah ingin memperlihatkan 'barang'ku yang menegang. Aku ingin menangis seketika itu juga. Kurasakan Mela menatapku.

Plakk!!
"Kurang ajar."
"Sudah, Mel. Ayo kita keluar."

Mama. Aku ingin pulang. Kurontakan lenganku dan berlari sekencang mungkin menuju gerbang sekolah. Aku tak perduli seruan beberapa siswa dan guru di belakangku. Aku tak perduli tawa mereka yang begitu menyakitkan. Tapi mengapa suara-suara itu justru menukik di gendang telingaku, walau sudah kututup rapat-rapat? Kutubruk jeruji gerbang yang terkunci itu. Air mataku sudah terlalu banyak untuk kubendung.
Mama. Aku ingin pulang. Sekarang juga.

"Nih. Jangan cengeng. Lelaki harus tegar."
Sebuah sapu tangan coklat menempel di punggung lenganku.
Kak Ray??

Anak itu tertawa dengan gaya begitu menyebalkan.
"Lalu begitu saja kamu menangis? Hahahaha. Alangkah tololnya."
"Tapi, Kak," aku mulai bergumam.
"Sini, aku ajak kamu menemui seseorang."
Wah. Ini sesuatu yang tak pernah kusangka. Kapten tim basket mengajakku pergi bersamanya? Tapi ini masih jam sekolah.
"Cuek saja. Ayo."
Kak Ray membisikkan beberapa kata kepada penjaga sekolah yang lalu memandangiku dengan penuh perhatian. Ketakutan mulai menyelubungiku. Tapi Mas pejaga sekolah itu malah tersenyum padaku dan membuka gembok gerbang.
"Ayo. Sebelum orang-orang usil itu datang."
Tanpa berpikir panjang kuikuti langkah Kak Ray keluar.

Dan kini aku bersama Kak Ray di atas Tiger-nya. Benar-benar merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagiku dapat memeluk pinggangnya dan merasakan rambut tebalnya menyapu wajahku. Seandainya anak-anak itu dapat melihatku sekarang. Seandainya Mela melihatku sekarang.Dia pasti akan menaksirku tanpa banyak cing-cong.
"Kita ke mana, Kak?"
"Ke rumah teman."
"Oh." Dan bahkan kini aku bisa mencium bau asap rokok itu menyerang hidungku. Ini benar-benar luar biasa. Aku dan Kak Ray. Di atas motor kesayangannya. Koboi sekolah. Aku seolah dapat merasakan kenikmatan yang pasti dirasakan juga oleh Kak Ray.

"Sinting. Ngapain kamu di sini?"
Kupandangi anak-anak bercelana abu-abu itu dengan was-was. Bagaimana kalau mereka mengompasiku? Tapi Kak Ray malah tampak tenang-tenang saja. Senyum masih mengembang di bibirnya.
"Ini namanya Warung Ibu," Kak Ray menatapku tanpa menghiraukan sapaan sinis dari beberapa anak. Sinis, setidaknya menurutku.
"Hoy, Ray. Ngapain ke sini?"
"Heheh," Kak Ray tertawa," mana Kak Kemal?"
Beberapa anak yang lain tertawa. Salah seorang yang paling dekat dengan Kak Ray merogohkan jemarinya ke kantung baju Kak Ray dan mengambil sebungkus Marlboro.
Setelah menyalakan rokoknya, anak yang barusan berteriak.
"Mal!"
Seraut wajah menoleh dari samping warung. Sekejap aku terkesiap merasakan kemiripan wajah itu dengan wajah Kak Ray. Bukan wajahnya, tapi pandangan matanya. Setengah terkatup, nakal dan menggoda. Kulirik Kak Ray yang tersenyum simpul. Orang yang duduk lesehan di samping warung itu juga tersenyum.

"Hik hik hik, sini Ray."
Tawa itu sedikit menyeramkan. Tapi getarannya penuh daya tarik. Aku jadi teringat cersil Kho Ping Hoo, tentang semacam tenaga dalam yang bisa tersalurkan lewat getaran suara. Tapi aku tak bisa tersenyum saat itu. Hanya mengikuti langkah Kak Ray. Aku bahkan tak berani duduk lesehan di atas trotoar dimana orang itu duduk. Aku memilih duduk di pinggir trotoar, setengah menggantungkan pantatku.
Kulihat Kak Ray tertawa-tawa dengan orang itu, mengatakan hal-hal yang tak jelas di telingaku, sambil sesekali melirikku penuh arti.
"Hik hik hik, jadi begitu ceritanya. Hey, sini kamu."
Tawa seram itu lagi. Tapi kali ini aku seperti tertarik mendekati orang itu. Lagipula, ia memanggilku. Kak Ray hanya tersenyum. Orang itu menatapku. Kulihat lingkaran tengah matanya yang kecoklatan seakan berusaha menelanjangiku. Lalu orang itu terkekeh.
"Hik hik hik, persis Ray dua tahun yag lalu. Kacangan."
Kulihat Kak Ray tertawa sambil menggaruk-garuk rambutnya.
"Jangan begitu ah, Kak."
"Benar, kok. Lengkap dengan sisa air matanya."
Air mata?
Jadi dulu Kak Ray..

"Kita perkosa saja rame-rame."
"Telanjangi, perkosa, potong tujuh.."
"..buang ke semak-semak."
"Gantung, diperkosa. Pokoknya 'salome'."
"Sodomi."
"Ah, dasar maniak."
Kulihat wajah-wajah itu seolah menjadi begitu liar. Dan Kak Ray duduk diantara mereka seolah-olah merupakan bagian dari kerumunan itu. Aku sebenarnya tak menyukai suasana buas ini, tapi kupaksakan diriku untuk tetap tertawa. Lagipula aku sempat membayangkannya pagi tadi.Kulihat Kak Kemal--kami sudah berkenalan tadi-- menghisap rokoknya dan menghembuskan asap dari sudut bibirnya.

"Bagaimana, Rik? Kamu mau?"
"T..tidak usah r..repot-repot, Kak."
Aku ingin memaki diriku sendiri, mengapa aku bisa membuat mereka tertawa saat itu. Termasuk Kak Ray.
"Hey," salah seorang dari kakak-kakak itu berseru, "Tak perlu sungkan dengan kami. Teman Ray berarti teman kami juga."
"I..iya, K..kak."
Aku sangat ingin memaki diriku.
"Kamu mau tahu apa yang dibuat Ray tempo dulu?"
"Wah, ini off the record, Kak."
Nada Kak Ray terdengar memprotes. Tapi mataku yang memancarkan sinar keingintahuan tak bisa menipu mereka.

Kak Kemal mendekatiku dan berbisik lirih.
"Ia menelanjangi mereka semua. Satu demi satu. Helai demi helai.."
"Kak!!"
"..lalu.. menjilati kemaluan mereka dan meminum cairan mereka sepuasnya. Bergantian. Dari hari ke hari. Dan mereka begitu terpesona, bahkan kami sendiri nyaris tak kebagian."
Kerumunan anak SMA itu tertawa bersamaan, salah seorang dari mereka menimpali, "Nyaris semua. Kecuali kamu, Mal." Dan yang ditimpali hanya terkekeh. Seolah merasa bangga. Wajah Kak Ray terlihat memerah.
"Tentu, dong. Mana mungkin murid mengalahkan gurunya, hik hik hik."
Kutatap Kak Kemal dengan penuh kekaguman. Bahkan Kak Ray yang selalu gonta-ganti pacar masih mempunyai seorang guru.
"Aaahh.." tanpa sadar desahan itu keluar dari mulutku.
"Kamu mau seperti dia, Rik?"
Mendadak suasana menjadi begitu khidmat. Semua mata --termasuk Kak Ray-- menatapku dengan penuh tanda tanya. Kurasa jawabanku sudah jelas.

Bersambung . . . .


Buah hatiku isteri orang - 2

Dekat dua minggu, aku diam apabila bersama dengannya. Aku sugul. Bukan aku sengaja tetapi aku tidak mampu membohongi hatiku sendiri. Tugasku sebagai seorang isteri aku laksanakan sebaik mungkin, tapi aku merasakan semuanya tawar. Aku melaksanakannya tidak sepenuh hati. Aku sayang dan kasih kepada suamiku, tapi aku luka dan siksa dengan permintaannya itu.

Hatiku parah. Aku cuba menjalankan kerja-kerjaku di pejabat sebaik mungkin sambil menebat hati kecilku. Aku benar-benar dituba dengan kebosanan dengan masalah yang kudepani.

Di pejabatku.. Dan aku menegur nick Buahatikuis3Org.. Di chenel veteran.. Break record. Sebab enam tahun aku tak chat, kini aku memulakan chatting semula. Dan aku menegur nick itu.. Lalu kami chat.. Aku mahu meredakan masalah hatiku yang memberatkan pundak marahku.

Chatting aku dengan Abang N selesai sebab aku ada meeting petang itu. Aku mengeluh sambil membaca jawapan Abang N. Kemudian menutup komputer dan mengambil fail serta dairy lalu keluar dari bilikku menuju ke bilik mesyuarat.

Aku rindukan suasana yang dulu. Riang bergurau senda dengan suamiku. Kini, aku hanya terhibur dengan keletah anak-anak. Senyumku untuk Abang Shafie telah tawar dan tidak berperisa. Yang nyata, aku tidak mampu bertentang mata dengannya lagi. Aku benar-benar terluka. Tercuka.

Namun, Abang Shafie masih seperti dulu. Tidak jemu dia memelukku setelah pulang dari kerja walaupun sambutanku hambar. Tidak jemu dia mencuri pandang merenung wajahku walaupun aku selalu melarikan pandangan dari anak matanya.

Tidak jemu ucapan kasihnya untukku. Aku keliru. Benar-benar keliru. Adakah Abang Shafie benar-benar tidak berubah sayangnya padaku atau dia hanya sekadar ingin mengambil hatiku untuk membolehkan dia berkahwin lagi?

Dengan hati yang calar berguris luka, aku mengizinkan Abang Shafie bernikah lagi. Dan, demi untuk mendidik hati ini, aku sendiri yang menyampaikan hasrat Abang Shafie itu kepada Izah. Suamiku pada mulanya agak terkejut apabila aku menawarkan diri untuk merisik Izah buat dirinya.

"Aini? Aini serius?"
"Ya Abang. Aini sendiri akan cakap pada Izah. Aini lakukan ini semua atas kerelaan hati Aini sendiri. Abang jangan risau. Aini jujur terhadap Abang. Aini mahu lihat Abang bahagia," ujarku senyum tawar.

Aku masih perlu masa untuk mengubat luka ini. Dan inilah satu caranya. Ibarat menyapu ubat luka. Pedih, tetapi cepat sembuh-nya. Namun jelas dan berkarat parutnya.

"Abang rasa serba salah. Abang tahu Abang telah lukakan hati Aini. Tapi.. Aini sedikit pun tidak marahkan Abang. Aini terima segalanya demi untuk Abang. Abang terharu. Abang.. Malu dengan Aini."
"Tapi.. Abang kena ingat. Tanggungjawab Abang jadi semakin berat. Abang ada dua amanah yang perlu dijaga. Aini harap Abang dapat laksanakan tanggungjawab Abang sebaik-baik mungkin."

Aku bermadu. Suamiku nikah lagi dengan izinku.. Aku yang menurunkan tandatangan untuk suamiku berpoligami..

Pada hari pertama pernikahan mereka, aku menjadi lemah. Tidak bermaya. Aku tiada daya untuk bergembira. Hari itu sememangnya amat perit bagiku walau aku telah bersedia untuk menghadapinya. Malam pertama mereka disahkan sebagai suami isteri adalah malam pertama aku ditinggalkan sendirian menganyam sepi. Aku sungguh sedih. Maha hebat gelora perasaan yang ku alami. Aku tidak mampu lena walau sepicing pun.

Fikiranku melayang terkenangkan Abang Shafie dan Izah. Pasti mereka berdua bahagia menjadi pengantin baru. Bahagia melayari kehidupan bersama, sedangkan aku? Berendam air mata mengubat rasa kesepian ini. Seronok Abang Shafie dapat lubang cipap baru. Dapat menyetubuhi Izah yang muda dalam usia 26tahun. Seronoklah dia merendamkan kotenya seperti dia merendamnya ke dalam cipapku dulu.

Aku benar-benar lemas. Hidup kena teruskan juga. Aku kini bermadu dan berkongsi lelaki. Terasa aku bodoh. Lelaki bernama suami hanya hendak mengena dan mengongkek sahaja. Petang di sebatang jalan sunyi diatas bukit menghadap ke sebuah ampangan dalam sebuah kereta dengan hawa dingin dan enjin dipasang dan dihidupkan..

"Apa rasa Aini suami dah nikah secara rasmi minggu ni?"
"Soalan cepumas dan soalan sensitif Abang N. BAdd and sickening.."

Aku menahan sebak. Aku menahan airmata. Tidak tertebat dan merembas juga lalu Abang N mengesat airmataku dengan tisu.

"Menangislah it is good for you." Seru Abang N lagi.

Aku merenung dalam kelabu mataku ke wajah bersih Abang N. Dia tersenyum. Dia tahu aku mengigit jadam pahit yang memalit deria rasaku yang tercuka namun dia cuba juga menceriakan aku.

"Kalau boleh I tak mahu menanggis."
"Than don't. Laugh and shout aloud now. Buat apa ditangisi perkara yang telah you setujui. At least you know you have to share your husband."

Aku tunduk dan hatiku sakit. Aku mengangkat mukaku semula dan menjerit sekuat hatiku. Abang N mengikut aku dan kami sama-sama menjerit.

"Jom keluar kereta.. Kita menjerit kat luar halakan ke ampangan."Ajak Abang N dan mematikan enjin keretanya lalu keluar.

Aku mengesat mataku, membetulkan cermin mataku dan keluar dari kereta. Abang Nmendepangkan tangannya dan aku masuk dalam pelukannya. Kami menghadap ke ampangan. Kami menjerit sekuat-kuat hati kami.

"You feel good dear? "Tanya Abang N memegang tanganku dan meramas-ramas dengan jari jemarinya.
"Yess.. Perkara sudah berlaku. Buat apa diratapi. I sendiri yang memberikan hukuman ke atas diri I."

Angin bukit dan bau hutan menyucuk hidung dan menyegarkan. Aku memegang tangan Abang N dan berada dalam pelukannya. Jantungku berdebar dan aku tidak penah dipeluk lelaki lain selain Abang Shafie, suamiku. Namun aku berasa segar dan bahagia bagaikan seekor anak kucing dikapuk tuannya.

Ini kali keempat aku date dengan Abang N dan kami datang ke bukit ini. Dan dengan Abang N aku berkongsi masalahku. Dia seorang pendengar yang baik. Dia menguatkan semangatku untuk menghadapi kenyataan itu. Date yang lalu tidak pernah aku berada dalam pelukannya. Aku juga pelik kerana sikapku berubah dan aku berani datang dengan lelaki asing bukan suamiku.

Sebenarnya aku frust. Sebenarnya aku rindukan suamiku namun pembahgian masa untukku sudah berubah. Aku hanya memiliki suamiku selama seminggu dalam sebulan. Yang lain Abang Shafie menghabiskan masanya dengan isteri mudanya, Izah.

"Cakap tak serupa bikin kan Bang? Kesian anak-anak I tercari-cari bapa mereka dan I have to tell them that bapa mereka ada dua rumah dan mereka ada mak muda. Eii, sakitnya hati.." kataku melepaskan dan menghamburkan kata-kata semampunya.
"Apa rasa you bila you kena share kote suami you sayang? Deep inside your heart. Be fair to yourself." Tanya Abang N.

Soalan itu bagaikan gerudi merobek jiwaragaku.

"Sickening. Tot he is mine.. Now no more. That cock is not worthy to fight for. But thats the cock that gave me our beloved children. I don't enjoy it anymore. Lebih-lebih lagi with him. Hanya melepas danb melaksanakan tanggung jawab.my husband was never good in bed either." Jawabku terus terang kepada Abang N.
"What do you mean Aini?"
"Until this date-yes dia fuck saya Bang. Tapi klimaks dan kepuasan tiada. He is a quicky.." Jawabku lagi membuka pekung didada dan meludah ke langit kena semula ke muka sendiri.

Aku merenung anak mata Abang N dalam kekaburan mataku. Mataku kuyu bila Abang N mengusap dan menjalari lenganku dengan jari jemarinya. Nafasku kasar.

Perlahan-lahan Abang N memegang wajahku lembut dengan kedua belah tangannya lalu menampal bibirku dengan bibirnya. Pantas menjulurkan lidahnya dan bermain dengan lidahku.

*****

Hujan petang itu turun mencurah-curah. Angin juga bertiup kuat. Kilat memancar guruh berdentum. Kami beredar dari perbukitan dan Abang N memacu keretanya dalam hujan yang tetiba turun dengan lebatnya..

Di situ, di dalam master bedroomnya, dalam sebuah bangalo, di sebuah kawasan elite.. Aku berlabuh di bangalo Abang N. Aku benar-benar malu dicumbu.. Dirayu.. Diulit.. Diuli.. Belum pernah seusia pernikahanku-sewaktu mahu bersetubuh aku berbogel terus. Never.

Dan bila Abang N membogelkan-aku benar-benar merasa malu yang amat sangat.. Now what happens.. Aku bogel tanpa seurat benangpun depan Abang N, lelaki bukan suamiku.

"Fuyoo tetekmu tegang kencang, puting susumu cokelat senang.., cerah kulitmu mata Abang jalang.." Abang N mengusap pangkal dadaku sambil memuji harta milikku.
"Malu lerr.. Tak biasa camni.." Kataku menepis tangan Abang N yang tangannya mula merayap.
"Jangan malu.. Jangan segan sayang. You should be happy dan bangga you memang lawo dan memiliki tetek yang mengiurkan lelaki," kata Abang N sambil membelek tetekku.

Tetek adalah alat sensitifku dan seluruh kawasan dada boleh merebah dan mencairkan aku sekiranya diulit dan diuli dengan sebaik-baiknya. Bunyi hujan dan guruh kedengaran di sebalik daun tingkap yang ditutup. Bibirku dikucup panas oleh Abang N. Aku membalas dengan meng-hisap lidah Abang N dan mempermain lidahnya dengan lidahku. Kami bertukar air liur lalu menelannya. Abang N bertindak menyedut pula dan kucupan yang lama itu melemaskan walaupun sari listrik merangsang nikmat setiap saraf dan otot ditubuhku.

Hatiku berdebar kencang. Kini Abang N memegang kedua-dua buah tetekku. Tetekku akan keras bila diuli. Putingku mencanak bila dijilat, dihisap dan dinyonyot oleh Abang N. Karan nikmat mencuit saraf resahku.

Aku mula merenggek. Aku mula mengerang kecil. Dan rabaan tangan Abang N ke perutku membuat aku merasa eli geleman dan bulu romaku meremang. Mencanak naik. Lidah Abang N yang nakal menjelajah belakang tubuhku. Aku meraung mengalahkan bunyi guruh.. Tidak pernah aku begini dengan suamiku. Dan bila lidah Abang N menjilat lurah dan liang pukiku yang berair, jeritanku makin kuat dan aku menghinggutkan pukiku ke muka Abang N.

"Abangg.. Oh.. Oh.. Ohh.. Sedapnya. Tak pernah rasa Abang N. Tak pernah rasa jilatan cam ni.." renggekku dan nafasku keras. Tubuhku kejang dan terkinjal-kinjal.

Aku mula merasai kegelian yang mat sangat bila lidah Abang N memainkan clit aku. Kemudian menjilat bibir vagina dan menjolokkan lidah ke dalam lubang pukiku.

"Mak.. O.. Mak.. Sedappnya.. Abang N nice buat lagi.. Tak pernah rasa camnie.. Uu.. Arghh sedapp.. Oh Bang N.. Oh Bang N.. Nak kuar.. Gelii rasa nak kencingg.." Jeritku kuat-kuat dan memutar punggungku dan Lidah Abang N terus bermain di kebun cipapku.
"Oh.. Oh Bang nn.. Sedapp. Arghh" Aku menjerit lagi bila merasakan lubang cipapku disedut dan jus madunya ditelan oleh Abang N.

Abang N meneruskan usaha dan kerjanya untuk merangsang dan menaikkan syahwatku. Yess.. Aku terangsang dan aku lemah bila aku mencapai puncak. Baru aku rasa bagaimana riaksi cipapku. Gelinya, ngilunya kemutannya dan airnya melimpah ketika aku klimaks. Malah aku terkencing tadi hasil jilatan Abang N. Sungguh aku tidak tahan. Barulah aku tahu nikmat dijilat di cipap dan bahagian-bahagian clit dan lubang faraj yang sensasi.

Dan bila Abang N menanggalkan seluarnya, terpacullah rupa kotenya.. Mataku buntang.. Nafasku keras.. Di depanku wajahku batang kote Abang N keras mencanak dan diacahkan ke mulutku.

"Oo makk.. Besar dan panjangnya kote Abang Nn," aku menjerit terkejut lalu memegang dan meramas-ramasnya. Bolehkah aku menerima batang kote Abang N ni dalam lubang ku?

Dan akhirnya aku tetap menjerit-sakit dan pedih dipaku oleh batang kote Abang N ketika mula-mula ditujah masuk ke dalam wanitaku. Nikmatnya sedemikian. Dan akhirnya aku menjerit lagi-merasa sedap dan mendapati lubangku padat dengan menelan seluruh batang dan kepala kote Abang N yang mengembang, batang yang lebar, besar dan panjang yang menujah g spot dalam gua pukiku.

Pantas aku mengemut dan dinding pukiku mengigit batang zakar Abang N. Aku melawan pompaan keluar masuk kote Abang N dalam lubang pukiku. Aku menjerit, aku meraung, aku menangis, aku merenggek dan aku memegang kuat belakang Abang N yang menghunjam dan membenamkan batang kotenya ke dalam lubang cipapku..

"Abang nn.. Besttnyaa.. Sedappnyaa.. Padat dan sendat rasa Aini.. Abang nn.. Nak kuarr.." Aku menjerit-jerit menahan palaman kote Abang N dalam wanitaku.
"Yess.. Urghh.. Sayangku Aini.. Abang juga.." Jerit Abang n sambil mengucup bibirku. Meramas tetekku. Menjilat dan menynyot puting susuku.

Aku benar-benar lemass dan fana.. Aku menjerit lagi bila aku sampai ke puncak. Tubuhku kegelian dan bergelinjangan. Aku meramas dan memegang kuat cadar katil. Gigiku dikertap. Punggungku mengikut asakan kuat keluar masuk kote Abang N. Wajah ku mengerut dan kini aku dapat merasakan kehangatan tembakan air mani Abang N dalam farajku.

Lalu Abang N mengeluarkan zakarnya, memegang dan melepaskan pancutan maninya ke mukaku, hangat dan panas bila air mani itu menjejeh turun.

Arghh..

"Fuhh.. Nikamt Abang Nn. Inikah yang dikatakan a good solid fuck?" Tanyaku kepada Abang N.
"Aini rasa camne. Ada beda?" Tanya Abang n sambil mengusap cipapku dan memeluk tubuhku. Dia melepaskan beberapa kucupan hangat di seluruh tubuhku.

Aku benar-benar fana.

"Banyak Bang. Jilat yang Abang N buat tu pertamakali dilakukan kepada Aini. Tak sangka I leh kuar multiple times. Lemah dan lembik badan saya Bang. Kote Abang mak oii besar, lebar dan panjang.. Sakit dan pedih Bang puki Aini.. Bu I love it,"

Abang N mencubit hidungku. Mengucup dan mencium seluruh mukaku.

"Tq Aini for giving me the chance to fuck you well." Kata Abang N sambil memelukku erat dalam keadaan berbogel.
"Tq Bang for teaching me a good fuck. Giving me a well deserved Fuck. Nanti kita fuck lagi Bang ya Bang.." Kataku sambil memegang kote Abang N yang terkulai.

Aku tidak akan melupakan persetubuhan dengan Abang N ini. Yes, dengan Abang N aku merasa puas yang sebenarnya dalam menikmati senggama.

Aku bukan isteri yang baik. Aku curang. Salahkah aku menikmati keseronokan persetubuhan dengan lelaki lain? Sedangkan suamiku boleh berbuat demikian dengan aturan duniawi. Aku rela curang dan Abang N membuka mata deria rasaku tentang nikmat sex. Peraturan dan hukum tetap salah. Aku akur namun hatiku amat kangen disetubuhi Abang N selalu.



Aku menyerah

Ini adalah kisah lain yang terjadi antara aku dengan Oom Win (pamanku yang berusia 10 tahun lebih tua dariku dan masih menumpang di rumahku), ketika aku masih berumur 17 tahun. Sedikit latar belakang yang mendasari peristiwa ini dapat anda baca di cerita dengan judul "Penemuan Lubang Kenikmatan"

Ketika itu rumah memang sedang sepi, hanya Oom Win dan aku saja yang ada di rumah. Kedua orang tuaku sedang berlibur ke Bali dan kakak-kakakku yang sudah berkeluarga sudah pindah ke lain kota. Pembantu-Pembantu pun tidak ada karena memang saat itu hari lebaran.

Sambil malas-malasan, aku menonton televisi sendirian karena Oom Win juga belum pulang malam itu, jadi sekalian saja menunggu Oom Win (yang katanya akan membawa temannya malam itu). Sebetulnya aku agak kesal dengan berita itu karena aku berharap Oom Win dapat melakukan kegiatan "rutin" kami yang biasa kami lakukan sejak aku berumur 16 tahun.

Bunyi bel di pintu memecah konsentrasiku pada acara televisi, dan aku pun sudah menebak bahwa itu pasti Oom Win beserta temannya yang ada di luar pintu.

"Malam, Oom"
"Malam Anna, ini kenalkan teman Oom Adeel"

Teman Oom Win ternyata adalah seorang keturunan Pakistan-Cina dengan tampang yang notabene diatas rata-rata. Tubuhnya tegap, dadanya bidang dan perawakannya yang lumayan tinggi telah mendapatkan simpatiku.

"Anna, Adeel ini jago pijat lho"
"Anna kagak capek kok Oom, jadi kagak usah dipijat" sahutku sambil memasang tampang kesal di depan kedua orang itu.
"Anna, kamu jangan gitu dong sama teman Oom. Dia sengaja Oom undang malam ini untuk memijatmu karena Adeel bukan pemijat biasa, dia ahli kecantikan"

Setelah mendengar kata-kata kecantikan yang ternyata cukup ampuh untuk mengubah pikiranku, aku pun setuju untuk dipijat oleh Adeel.

"Adeel, kamu mandi dulu deh setelah itu giliranku"

Dan selama Adeel mandi, Oom Win menerangkan kepadaku bahwa Adeel adalah seorang pemijat professional yang dapat mempercantik pasien-pasien nya, dan kepiawaiannya telah banyak terbukti.

"Ok deh, Oom. Anna mau dipijat oleh Adeel dengan syarat nanti malam Oom mau melakukan kegiatan "rutin" kita"
"Iya, Anna, Oom janji"

Setelah selesai mandi, Adeel hanya mengenakan celana training sambil bertelanjang dada.

"Adeel, kamu mulai saja pijatnya. Aku mandi dulu," kata Oom Win.

Dengan tampang masih kesal aku pun menuju ke kamar Oom win yang ternyata telah secara diam-diam dipersiapkan untuk pijat malam ini. Kamar itu telah dilengkapi dengan lilin-lilin yang ditata rapi berjajar diseluruh dinding ruangan; tidak lupa juga minyak tradisional untuk keperluan pijat.

Lumayan juga selera Oom Win, begitu pikirku. Kami pun masuk dan membiarkan pintu sedikit terbuka karena memang tidak ada orang lain lagi di rumah itu yang akan menganggu kegiatan kami. Adeel merengkuh pinggangku sambil menuntunku ke tempat tidur Oom Win yang cukup lebar.

"Anna, saya hanyalah seorang pemijat, dan kalau kamu tidak keberatan, saya akan pijat kamu dalam keadaan bugil"

Adeel pun meninggalkan aku memberi aku waktu untuk bersiap-bersiap sementara dia menunggu di luar kamar Oom Win. Dengan perasaan heran tapi demi memenuhi janji Oom Win dan membayangkan bahwa aku akan mendapat kepuasan dari Oom Win malam ini, aku pun cuek saja dan langsung melepaskan semua pakaianku dan mengambil handuk untuk menutupi bagian pinggulku ketika berbaring tengkurap.

Karena menunggu Adeel terlalu lama, aku pun tertidur (karena suasana ruangan yang gelap temaram itu juga mendukung kantukku).

Setelah Adeel memijatku beberapa lama, tenyata tanpa kusadari Oom win yang setelah selesai mandi hanya mengenakan kimono saja, duduk di kursi sambil melihat Adeel yang sedang memijatku. Ketika aku terbangun, kurasakan lembutnya tangan Adeel memijat-memijat kepalaku dan memang kuakui pijatannya professional sekali. Minyak yang digunakannya juga terasa segar di tubuh dan berbau enak.

Adeel mengatur posisi tubuhku yang tengkurap sehingga kedua tanganku direntangkan ke arah samping. Setelah memijat kepalaku, Adeel pun memijat leherku dan beranjak ke tanganku yang dimulai dari ujung-ujung jari. Kemudian tak beberapa lama, konsentrasinya beralih ke bagian samping tubuhku yang memang menantang karena tanganku terentang ke samping. Pertama-Pertama dituangkan nya minyak ke bagian samping bahuku sehingga cairan yang dingin menuruni susuku menuju kea rah putingnya memang membuatku tersentak. Karena licinnya minyak itu, kadang-kadang tangannya mengena pentilku, dan itu membuatku semakin terangsang.

Setelah selesai dengan pungguku, Adeel pun beralih ke ujung-ujung jari kakiku, dan pelan-pelan naik ke pahaku. Ketika disingkapkannya handuk yang menutupi bagian pinggulku, aku pun mengalami rangsangan yang terasa sangat erotis, mungkin karena dengan begitu aku bisa memamerkan memekku ke orang yang baru kukenal. Pijitannya di pahaku dilakukannya tanpa menyentuh memekku yang sudah mulai basah itu, dan itu membuatku sedikit kecewa.

Tetapi hal yang tak kusangka-kusangka terjadi ketika dia mulai sedikit demi sedikit menuangkan minyak ke belahan pantatku, otomatis aku menggelinjang dan meregangkan selangkanganku. Sebelum aku sempat untuk berpikir lebih jauh, Kedua tangannya yang bertumpuk satu sama lain telah mencakup semua memekku dan memijat-memijat nya. Kedua tangannya masuk lebih dalam untuk memijat perutku sehingga otomatis pergelangan tangannya yang memang penuh minyak itu mengurut-mengurut memekku dan kelentitku. Perasaan yang kurasakan luar biasa karena gerakan itu sekaligus membuat pusarku geli dan memekku seperti diusap-diusap.

Pelan namun pasti, Adeel membalikkan badanku, dan langsung saja tangannya menuju ke payudaraku dengan pentil-pentil nya yang sudah mencuat tanda aku memang sudah terangsang hebat. Gerakan tangannya yang berputar-berputar itu ternyata tidak menyentuh pentilku sama sekali, dan itu membuatku semakin memajukan dadaku ke arahnya berharap agar Adeel segera menyentil puncaknya yang sudah tidak dapat menunggu lebih lama lagi untuk disentuh. Adeel pun tersenyum karena aku yakin bahwa dia pun tahu kalau aku ingin pentilku disentuhnya. Tak lama kemudian, harapanku menjadi kenyataan, tetapi bukan dengan jari-jari nya, Adeel meletakkan telapak tangannya yang sudah licin itu tepat diatas kedua pentilku.

Dengan gerakan memutar-memutar, Adeel "memijit" pentilku, semakin lama gerakannya semakin cepat dan semakin menekan susuku. Dengan berakhirnya gerakan itu pula aku melepaskan eranganku yang pertama tanda aku mencapai orgasmku yang pertama. Bukannya menghentikannya, Adeel malahan menyentil-menyentil pentilku dengan ujung-ujung jarinya, dan setelah pentilku menjadi keras kembali, Adeel memasang alat perangsang berbentuk lingkaran di kedua pentilku. Ternyata alat itu dapat membuatku terangsang terus-menerus terlebih ketika aku bergerak-bergerak, terasa alat yang seperti cincin itu memberikan kegelian yang sangat di ujung pentilku sehingga kedua puncak itu tetap mencuat keras.

Pelan namun pasti, pijatannya beralih kea rah perutku dan Adeel mulai menjilat-menjilat pusarku yang ternyata amat merangsang birahiku. Kembali kurasakan cairan hangat mengalir melalui memekku yang pasti telah berkilat-berkilat karena banyaknya lendir yang keluar. Lama kelamaan, pijatannya turun ke bagian dibawah pusar dengan gerakan memutar, dan gerakan itu menambah banyaknya cairan yang keluar sampai akhirnya aku mencapai orgasme yang kedua. Betapa hebatnya pijatan-pijatan Adeel ini yang ternyata tanpa disetubuhi pun aku bisa mendapatkan orgasme sampe dua kali.

Ketika aku belum reda dengan orgasmeku yang kedua kalinya, Adeel membuka selangkanganku lebar-lebar dan merekahkan kedua bibir memekku dengan tangan kirinya. Kemudian dengan telapak tangan kanannya (ke empat jari-jarinya), dia mulai menepuk-menepuk pussyku yang terpampang lebar di depannya. Gerakan-Gerakan itu bermula dengan pelan, dan setiap kali "tamparan" nya mengenai bibirku yang sudah basah itu, aku tersentak-tersentak antara rasa kaget dan erotis.

Akhirnya, pukulan-pukulan kecil itu bertambah keras dan cepat seiring dengan aku mendapatkan sensasi yang luar biasa di rondeku yang ketiga. Aku orgasme hebat diselingi erangan-erangan ketika tamparannya mengenai memekku dengan cairan kentalnya yang mengalir deras sampai ke bongkahan pantatku.

Kemudian Adeel memasangkan suatu alat yang aneh sekali di pinggangku, berupa sabuk dengan penis buatan yang berukuran sedang dengan permukaannya yang dipenuhi tonjolan-tonjolan yang tidak sama besarnya maupun tingginya. Keseluruhan alat itu berbentuk seperti ikat pinggang dengan celana dalam yang dilengkapi dengan penis mencuat kea rah dalam. Setelah agak reda, Adeel memberiku segelas air putih sambil menunggu sampai aku agak tenang kembali, dan pelan-pelan memasukkan penis itu ke dalam lubang memekku dan memasangkan strap-strapnya ke pinggangku. Adeel juga mengganjal pinggangku dengan tumpukan bantal sehingga penis itu yang telah dilumuri lubricant, dapat dengan mudah masuk ke lubang memekku.

Alat yang aneh itu ternyata memiliki remote control yang tidak terhubung dengan kabel sehingga tidak merepotkan pemakainya. Setelah dirasanya cukup siap, Adeel melebarkan kakiku dengan memekku yang telah tertancap penis palsu itu. Kemudian, dia menekan tombol di remote control yang ternyata menyebabkan alat itu bergerak memutar pelan-pelan seakan-seakan menggaruk rahimku. Dan oleh gerakan itu, maka seluruh dinding rahimku kegelian.

"Argh, argh, hmph hmph.."
"Enak kan, Anna?"
"Oh, alat biadab, oh, oh, oh"

Di tengah-tengah permainan itu, Adeel menambah getaran-getaran kecil di alat itu sehingga aku merasa melambung dibuatnya. Alat itu ternyata dapat pula mengeluarkan cairan dari bagian ujungnya, sehingga rahimku terasa disemprot-disemprot oleh cairan yang seolah-seolah terasa seperti cairan air mani.

"Oh, oh, Adeel, Anna sudah mau keluar"

Dan seketika itu Adeel menghentikan alat itu, dan tampak sekali di wajahku rasa kecewa yang amat sangat.

"Please Adeel, Anna mau, Anna nggak tahan Adeel, gerak-gerak in lagi Adeel"

Bukannya menurutiku, Adeel hanya senyum-senyum sendiri melihatku, dan aku pun tidak tahan akhirnya hanya memegang-memegang kelentitku saja. Tiba-Tiba Adeel mengulurkan tangannya, dan mengajakku untuk berdiri.

"Aku akan turuti permintaanmu jika kamu mau melakukan syaratnya"
"Please, Adeel apa aja akan aku lakuin"
"Kamu harus berjalan-berjalan di luar kamar ini dengan alat itu"
"Siapa takut, tapi please Adeel, sudah tanggung tadi"

Karena cincin yang masih terpasang di pentil-pentil ku bergoyang-bergoyang setiap kali aku bergerak, maka aku pun mulai terangsang lagi. Kemudian aku pun melangkah keluar kamar dan mulai berjalan-berjalan. Tiba-Tiba kurasakan alat itu kembali beroperasi mengorek-mengorek isi rahimku, kakiku pun menjadi lemas karena sensasi yang kurasakan lebih hebat dengan posisi tubuhku yang berubah-berubah dan kedua kaki ku yang tetap kupaksakan melangkah menambah rangsangan di kelentitku dan memekku.

"Adeel, Anna tidak kuat berjalan lagi, oh please" sambil berjalan terseok-terseok aku pun merintih-merintih.
"Ayo kamu teruskan atau alat itu kuhentikan"

Akhirnya aku hanya dapat menuruti kemauan Adeel untuk terus berjalan-berjalan dengan alat yang semakin dasyat mengorek-mengorek rahimku dengan tonjolan-tonjolan nya itu. Ketika aku mencapai orgasmeku, Aku pun terjatuh lemas di sofa.

Kemudian, Adeel menghentikan alat itu tepat ketika aku mencapai orgasmeku dan dengan hati-hati dia membereskan alat itu melepaskan nya dari pinggangku. Aku pun terkulai lemah untuk beberapa saat sebelum Adeel akhirnya membopongku ke dalam kamar Oom Win dan merentangkan kedua pahaku untuk siap dimainkan oleh penis asli milik Oom Win yang sudah berdiri tegak mencuat itu.

"Thank you banget, Adeel, aku sangat menikmati permainan ini. Sekarang kamu boleh pulang," kata Oom Sam sambil memberi Adeel sejumlah uang.
"Oom, Anna sudah nggak kuat lagi Oom," dengan tampangku yang sudah pasrah demi melihat kemaluan Oom Win yang sudah berdiri.
"Oom hanya memenuhi janji Oom, Anna"

Malam itu, akhirnya aku tertidur kecapaian setelah mendapatkan empat kali orgasme lagi dengan Oom Win dari berbagai posisi. Keesokan harinya, aku terbangun dengan posisiku yang mengangkang lebar menantang.

Tamat


Nikmatnya tubuh pembantuku

Kamis sore. Ari duduk di balkon kamarnya. Inem, pembantu yang lugu, cantik dan bahenol, mengepel lantai balkon. Ari teringat kejadian kemarin dengan Mita yang pulang tadi pagi. Tengah merenung, mata Ari tiba-tiba tertumbuk ke payudara Inem! Kancing atas baju Inem terlepas dua, sehingga payudaranya terlihat jelas. Ternyata tidak menggunakan BH. Inem menyadari Ari menatapnya jalang. Pipinya memerah, menambah ayu wajah desanya. Ketika Inem menyadari kancing baju bagian atas lepas, segera dibenarkan, dan merah di mukanya makin menjadi. Inem cepat-cepat berbenah dan keluar dari kamar Ari. Inem tampak menggiurkan dari belakang dengan kain yang melilit tubuhnya. Inem sekarang menjanda, korban perkawinan usia muda. Paling tua mungkin 18 tahun sekarang. Ari sendiri berumur 19 tahun.

Tak lama kemudian, Ari merasa birahinya muncul akibat Inem. Dipanggilnya Inem lewat intercom.
"Neem! Inem, cepet!".
"Nggih, Den Bagus", Inem tergopoh-gopoh menjawab.
"Pijetke aku, Inem, aku pegel!", keluar bulusnya Ari.
"Nggih, Den Bagus", Inem segera menuju kamar Ari.

Ketika Inem masuk, Ari ternyata sudah menanggalkan pakaiannya, dan bersembunyi di balik pintu. Inem masuk, tidak melihat Ari.
"Den, kulo sampun siap mijet", kata Inem.
"Aku dibelakangmu, Inem", Ari mengagetkan Inem yang terperangah melihat Ari telanjang.
"Den, mboten Den, ampun, Den!", Inem ketakutan. Ari tidak menjawab, hanya maju mendekati Inem. Inem mundur seiring Ari maju, hingga tersandung dan jatuh ke ranjang.
"Kulo njerit, lho, Den!", Inem mengancam.
"Teriak aja", tantang Ari, karena kamarnya kedap suara.

Ari menyusul Inem, menciumnya, dan membuka kemeja Inem. Saking ketakutan, Inem tidak berontak. Setelah kemeja Inem terlepas, Ari ganti menciumi dan mengulum payudara serta puting Inem. Payudara Inem ternyata lebih besar, lebih indah daripada cewek-cewek yang lain, dan lebih kenyal. Ari merobek kain Inem, dan ternyata bulu vagina Inem lebat sekali.

Jari Ari masuk ke dalam vagina Inem, meraba-raba, memberi rangsangan. "Nggh! Den, sampun, nggh! Den", desah Inem setelah mencapai orgasme pertamanya. Ari tidak peduli. Jarinya keluar, ganti penisnya yang mengeras masuk. Ari mengeluar-masukkan penisnya dengan keras, tapi lembut. Inem merasakan nikmat yang tiada duanya karena clitorisnya terdesak penis Ari.

Ketakutan Inem telah berubah menjadi kenikmatan. Inem menggoyangkan pinggulnya, mencoba menyedot penis Ari, tetapi Ari tetap saja dapat mengeluar-masukkan penisnya, malah mempercepat tempo. Sementara puting susu Inem dikulum Ari, lalu pindah ke leher Inem, diciuminya dengan penuh gairah. Sontak Inem mengejan, memeluk Ari erat. Tapi.., "Nggh! Nggh!", Inem mencapai orgasme lagi. Inem berusaha melepaskan diri karena capek, tapi tak berhasil. Ari tetap mengeluar-masukkan penisnya dengan lembut.

Karena Inem kehabisan tenaga, orgasmenya yang ketiga terhitung cepat, hanya sekitar tiga menit dan, "Nggh! Nggh! Ngghh! Den, sampun, kulo mboten kiat!".
Tetap saja Ari yang maniak seksini menggoyang pinggul dan mengeluar-masukkan penisnya.
"Den, stop, Den!", jerit Inem.
"Inem, sebentar", Ari merasa maninya akan keluar, dan dipercepat temponya. Ari memeluk Inem erat, begitu juga dengan Inem. Dan, "Awggh! Ngghh! Den, stop!" Inem mencapai klimaksnya terlebih dahulu.
"Ngghh!", akhirnya Ari tidak dapat membendung lagi. Ari segera bangun, mengambil sejumlah uang bernilai satu setengah bulan gaji. Diberikannya pada Inem.
"Matur nuwun sanget, Den Bagus!", Inem girang. Bayangkan, satu setengah bulan gaji!

Seminggu kemudian ketika Ari sedang berenang di kolam renang pribadinya, ketika birahinya muncul. Ari segera teringat Inem. Rumah sedang sepi. Tinggal Ari, Inem, dan Inah, Adik Inem.
"Neem! Gawe'ke (bikinin) sirup!", Ari berteriak memanggil.
"Nggih Den!" Inem menyahut.

Tak berapa lama kemudian Inem datang membawa segelas sirup. Ketika Inem mendekat, Ari mengamati tubuh Inem. Masih seperti minggu lalu. Ari menunggu Inem menaruh gelas. Setelah Inem berbalik, Ari langsung menerkam Inem. Inem memberontak.
"Den, mboten, Den", Inem mengiba seperti waktu itu. Ari tidak mempedulikannya, malah menceburkan dirinya dan Inem ke kolam renang bagian dangkal. Tubuh Inem yang terbungkus daster, segera terlihat bagian dalamnya. Inem tidak memakai bra. Payudaranya yang indah semakin mengkal dan berwarna merah muda. Rambutnya terurai, membuat dia semakin seksi, dan menambah gairah Ari.

Ari segera melepas dasternya, merobek celana dalamnya. Bibir dan leher Inem dikulum Ari. Payudaranya menegang. Ibaan Inem berganti ke desah kenikmatan. Jari Ari masuk ke vagina Inem, dan memainkannya di dalam vagina Inem. Tubuh Inem bergetar, menahan agar cairannya tidak keluar. Tapi, apa daya, tubuhnya menggelinjang hebat, seiring keluarnya cairan. Ari segera mengeluarkan jari, dan penisnya menggantikan jarinya.

Ari bermain gentle, mengeluar-masukkan penisnya dengan lembut diiringi erangan Inem. Inem mencoba mengimbangi dengan menggoyangkan pinggulnya. Ari membalas dengan mempercepat tempo, dan mengulum puting Inem, disertai gigitan-gigitan kecil.
"Den, kulo mboten kiat (kuat), Den!", iba Inem. Tubuh Inem bergetar akibat orgasme yang kedua kali. Ari meningkatkan serangan, dengan meremas pantat, dan menjilati leher Inem yang jenjang.
"Ngghh!", Inem mengerang, mengeluarkan cairannya untuk ketiga kalinya. Inem memberontak dan berhasil lepas. Lari. Tapi karena berat badannya ditahan air, Ari langsung menerkam, dan memaksa Inem bersimpuh. Langsung Ari memasukkan penisnya dari balakang dengan posisi doggie style, disertai remasan pada payudara, dan jilatan pada tengkuk Inem. Inem hanya bisa mengerang nikmat.
"Nggh!", untuk ketiga kalinya Inem menyerah kalah, lalu Ari menukar posisi Inem. Ari di bawah, Inem di atas. Ari membimbing Inem bergerak kedepan dan ke belakang. Ari mempercepat gerakan dan, "Ngghh!", Inem menyeInah untuk kesekian kalinya dengan getaran yang hebat.

"Den, kulo mboten kiat, Den!", Inem benar-benar mengiba. Melihat Inem tidak berdaya, Ari yang belum puas segera memanggil Inah, Adik Inem yang berumur 16 tahun, tapi manis, seksi, menggairahkan, dan sepertinya, masih perawan!, Hmm, Yummy!! Ari berteriak memanggil Inah..", Inah.. sini!"..
"Sekedap (sebentar), Den!", Inah tergopoh-gopoh lari ke kolam renang. Rupanya Inah belum tahu apa yang terjadi.

Sampai di pinggir kolam renang, Inah hanya melihat kakaknya telanjang bulat, tergeletak pasrah di kolam renang yang dangkal. Tiba-tiba Ari muncul dari dasar, dan melompat ke darat dengan telanjang bulat. Inah terperangah, terpaku di tempat. Ari segera melepas kebaya Inah dengan hanya sekali rengutan. Payudaranya turun naik, mengikuti gaya yang yang di praktekkan Ari.

Ari mengamati tubuh Inah. Sangat indah. Wajah desa yang ayu, makin manis bila terperangah. Rambutnya yang sepinggang, menambah seksi. Belum lagi tubuhnya. Halus dan indah seperti pahatan pematung terkenal. Lehernya yang jenjang, payudaranya yang penuh, perut kecil, tubuh padat dan indah, ditambah dengan pinggul yang besar. Ari merengut jarik Inah. Terlihatlah kakinya yang indah, paha mulus, dan bulu vagina yang lebat. Ari menciumi leher Inah, payudaranya, mengulum putingnya, dan meremas pantat Inah. "Den, mboten, Den", iba Inah, seperti ibaan kakaknya.

Terlambat, jari Ari memasuki vaginanya. Ternyata masih perawan. Tiba-tiba Inah diceburkan Ari ke kolam. Inah megap-megap. Rambutnya yang basah, menambah besar birahi Ari. Ari menyeburkan diri, mendekai Inah. Inah merapat ke dinding, berpegangan pada lis di tepi kolam. Ari menciumi bibir Inah dengan penuh nafsu, kemudian mengulumnya, seperti hendak dilumatnya. Inah yang belum pernah ciuman, kaget, tapi menikmatinya. Kemudian dengan perlahan Ari memasukkan penisnya yang mengeras ke vagina Inah yang perawan.
"Aggh!", erang Inah, meraskan sakit sekaligus nikmat, karena penis Ari besar dan panjang. Darah keluar, bercampur dengan air, lalu hanyut. Ari bermain gentle, tapi Inah tidak bisa mengimbangi. Dengan berpegang kuat-kuat pada lis, Inah mengejan.
"Nggh!! Den, nikmat, Den", desah Inah. Ari mulai lagi. Inah memeluk Ari. Ari menjilati leher, menciumi bibir, payudara, mengulum bibir dan puting. Inah mencoba menggoyang. Ari tidak mau kalah. Dipercepat gerakannya dan, "Nggh! Den, sampun (sudah), Den!", Inah mengiba.

Ari tidak peduli. Tubuh Inah diputar hingga membelakangi Ari. Kemudian dimasukkan penisnya, dan mendorong tubuh Inah ke bawah dan ke atas, sembari meraba tubuh Inah yang nyaris sempurna, meremas payudaranya, dan menjilati lehernya. Inah nampaknya menikmati permainan ini. Tapi.., "Nggh!". Inah mencapai klimaks yang ketiga. Ari menggendong Inah ke bagian dangkal lalu membaringkan di sebelah Inem yang sedang kelelahan. Ari mengambil posisi atas, dan bermain kasar terhadap Inah. Dalam posisi ini, Inah kalah sampai tiga kali.

Ari sekarang di bawah, membantu Inah. Tak lama kemudian, Inah memeluk Ari erat-erat karena sedang menahan cairannya agar tak keluar. Ari juga memeluk Inah, karena merasa air maninya akan keluar dan.., "Awggh!, Nggh!". Ari dan Inah mencapai orgasme pada waktu yang bersamaan, dan cairan mani membanjiri vagina Inah.

Tapi Ari belum puas, dan menyergap Inem. Inem tidak berdaya. Ari bermain kasar dan.., "Nggh!, Awggh!", Cairan hangat dan kental dari Ari dan Inem membanjiri vagina Inem. Ari berdiri, lalu mengambil uang sejumlah empat bulan gaji untuk mereka berdua. Inem dan Inah berterima kasih karena mendapatkan uang sebesar dua bulan gaji!



Perempuan kampung bersama Linda

Namaku Tarsih, lengkapnya Tarsih Julini. Umurku kini 42 tahun, tapi karena selalu kurawat tubuhku maka masih tampak segar. Aku termasuk perempuan yang berasal dari sebuah desa di Karawang. Aku menikah dengan Amri pada usia 22 tahun, suamiku kini telah berusia 51 tahun, ia seorang yang termasuk sukses sehingga mampu menghidupiku lebih dari cukup. Hingga saat ini kami belum dikaruniai anak. Entah, mungkin karena itu pula maka suamiku jadi sering selingkuh. Meskipun pada awalnya sembunyi-sembunyi, akhirnya aku tahu sejumlah pacar-pacar suamiku.

Awalnya memang sangat menyakitkan, tapi lama kelamaan aku tak ambil peduli lagi. Aku tak mau ambil pusing soal Amri dengan pacar-pacarnya. Yang menggelisahkan, adalah kenyataan ia jadi jarang menghampiriku, bahkan pada empat bulan terakhir ini ia sama sekali tak menyentuhku. Padahal awal perkawinan kami termasuk harmonis dan selalu hangat dalam percintaan. Aku sendiri amat menikmati seluruh pengalaman percintaan dengan Amri, karena itu pula aku tak pernah sungkan untuk melayani segala keinginan Amri karena aku memang menyukainya. Sebagai perempuan kampung bahkan dari Amri-lah kemudian jadi tahu berbagai gaya dalam melakukan hubungan sex.

Ya, sekali lagi, aku akhirnya tak peduli dengan pacar-pacarnya suamiku, tapi yang paling menyedihkan adalah keengganannya menyetubuhiku lagi. Padahal tubuhku nyaris tak ada yang berubah, sejak diperawani oleh Amri aku masih tetap langsing. Atas saran Amri pula aku rajin mengikuti fitness dan mengikuti kegiatan olahraga lainnya. Bahkan dibanding dulu waktu perawan, payudaraku kini termasuk besar.

Tetangga dan beberapa kenalanku sering bilang aku ini sexy, terutama ketika mereka memperhatikan payudara dan pantatku yang tergolong besar. Wajahku pun rasanya masih tetap sebagai bunga di kota B, yaitu kota tempat tinggalku sekarang. Malah karena aku kian matang, aku pun tahu sebetulnya banyak laki-laki yang suka melirikku. Sejauh ini aku tak pernah menggubris mereka, di lain pihak sebagai perempuan dari kampung aku masih tetap cenderung pemalu.
Sampai suatu ketika, terjadilah perubahan pada diriku yang amat luar biasa. Inilah kisahnya, sebuah kisah nyata yang betul-betul terjadi pada diriku, kisah yang membawaku ke berbagai petualang sex yang mengasyikan.

*****

Sore itu seusai fitness aku pulang bersama Linda yang menumpang di mobilku, di tengah jalan Linda memutuskan untuk ikut ke rumahku.
"Untuk sekadar minum juice sambil membuang rasa penat," katanya.
Tentu saja aku tak menolak, bahkan gembira sebab pasti seperti biasanya kalau pulang sendiri begitu tiba akan langsung disergap sepi.

Begitu tiba di rumah, setelah parkir kami langsung menuju beranda di belakang yang menghadap kolam renang ukuran kecil. Tubuh masih berkeringat sisa fitness tadi, Linda merebahkan diri di kursi malas dan aku di kursi di depan sebuah meja bulat yang berpayung besar. Segera kupanggil Komar, pembantuku, untuk membuatkan dua gelas juice tomat kesukaan kami.
Begitu Komar pergi, aku segera melepas pakaianku hingga tinggal baju senamku yang melekat ketat di tubuhku. Begitu pula Linda, ia melepas kancing-kancing bagian depan pakaian terusannya, tidak melepasnya melainkan masih dalam posisi berbaring ia membukanya lebar-lebar. Maka tampak terbukalah kini tubuh Linda yang hanya tertutup CD supermini dan BH yang hanya menutup separo buahdadanya. Ia memejamkan mata menikmati kesantaiannya. Diam-diam dan tak biasanya, mataku memandang dan menikmati keindahan tubuh Linda. Saat itulah Komar datang mengantarkan dua gelas minuman, dan karena tahu majikannya sedang santai maka ia pun segera dengan malu-malu kembali lagi ke dalam rumah.

Aku meneruskan memandangi tubuh Linda, tiba-tiba muncul dorongan keinginan yang kuat sekali untuk meraba tubuh Linda yang masih tergolek. Dasar pemalu, aku tak berani menghampirinya melainkan hanya meraba tubuhku sambil membayangkan sedang meraba-raba Linda. Tangan kiriku kueluskan di atas paha yang masih tertutup pakaian senam yang ketat, sementara tangan kananku mengelus payudaraku yang juga masih tertutup baju senam. Terus terang, di saat-saat kesepian ditinggal Amri, sesungguhnya aku sering melakukan ini sendirian. Tapi saat ini sambil memandangi Linda, sungguh perasaanku amat lain, ada rangsangan yang jauh lebih hangat dan tentu saja tidak lagi dalam perasaan sepi.

Saking minimnya CD Linda, kulihat ada bulu-bulu kemaluannya yang keluar dari pnggir-pinggir CD-nya. Dengan menatapnya, timbul keinginan untuk melihat dalam keadaan sepenuhnya telanjang. Saat itu pula kuselipkan tangan kananku ke balik baju senamku, karena tak memakai BH maka langsung jari telunjuk dan jari tengahku menyentuh puting-puting susuku yang ternyata sudah mengeras. Menyusul kemudian tangan kiriku lewat lobang pakaian di bagian perutku, nyelip masuk merogoh langsung ke arah kemaluanku. Kuraba-raba bulu-bulu kemaluanku sambil membayangkan bahwa yang kuraba adalah bulu-bulu kemaluan Linda. Ada perasaan geli dan bergejolak rangsangan luar biasa ketika jariku mulai menyentuh bagian atas bibir kemaluanku, saat itu pula tak tahan lagi aku menjepit puting susuku sambil meremas-remas payudara kiriku.

Tak tahan lagi, jari-jari tangan kiriku pun terus meluncur sampai di celah memekku yang ternyata sudah terasa basah. Aku menggosok-gosoknya dengan lembut di sana. Dengan agak susah karena terhimpit baju senam yang ketat, celah memekku itu sedikit aku rekahkan hingga kujumpai kelentitku. Jempolku dengan lembut menggosok-gosok kelentit, sementara dua jari telunjuk dan jari tengahku sedikit kumasukan ke dalam memek, setelah itu secara simultan aku maju-mundurkan; dua jari keluar-masuk sementara jempolku tetap menggosok kelentit.

"Ohh.. emhh..," tak tahan lagi aku melenguh lembut, sementara tangan kananku kian ganas meremas payudaraku bergantian dari kanan ke kiri.
"Ohh.. ahh..," saking nikmatnya maka tanpa sadar lenguhanku keluar agak keras.

Aku sama sekali tak tahu kalau Linda terbangunkan oleh suaraku. Ia sedikit membuka matanya kemudian mengintip apa yang sedang kulakukan. Karena tidak tahu dan karena nafsuku sudah kian naik, maka kocokan di memekku dan remasan tangan di buahdada-ku pun kian ganas. Dua jariku kian dalam melesak di memekku terus keluar-masuk, keluar-masuk, keluar-masuk.. Ahh.. Dan untuk masuk lebih dalam lagi, maka aku harus sedikit merunduk, dengan begitu dua jariku seluruhnya tenggelam, kujepitkan memekku hingga dinding-dinding dalamnya meremas jari-jariku. Saat merunduk itu pula, Linda yang dari tadi ngintip mulai bereaksi.

Dengan jempolnya ia kait BH mininya ke bawah hingga sekaligus buahdada-nya terbebaskan. Ketika aku balik lagi bersandar di kursi sambil tak melepaskan jariku yang tertanam di memek, kini kulihat Linda pun sedang meremas-remas buah-dada telanjangnya. Sebelah tangannya lagi pun tenggelam lewat pinggir CD supermini-nya, hingga tersingkap dan terpampang jelaslah jarinya yang tertanam di memeknya itu. Ohh.. aku malah bahagia dan tidak malu-malu lagi melihat pemandangan itu, dan kini jadi tahulah bahwa Linda pun sesungguhnya mengikuti seluruh adeganku.

"Linda, ohh.. ka.. kamu.. di.. diam-diam.. oh.." tak sanggup kuteruskan kalimatku untuk menyapa Linda, gairah kenikmatan mengubur kata-kataku yang berganti lenguhan-lenguhan. Tapi Linda rupanya tahu maksudku.
"Ya.. ya.. teruskan Teh Tarsih.. aku pun terangsang melihatmu.. teruss kocok memekmu dengan jarimuu.. ohh kita sama-samaa..teruss.. ya.. ya.. dari tadi aku lihat.. kamu gatel, yaa.. kamu pengen dientott..," kata Linda yang juga sambil terengah-engah.
"Be.. betul Linda.. akuu.. pengen dientot pake kontoll.. sudah empat bulan memekku kedinginanan Lindaa..," kataku sambil agak aneh juga karena sebelumnya tak pernah mengeluarkan kata-kata cabul di hadapan orang lain.
"Aku juga, aku ingin kontol gede yang keras menggenjot memekku.. ohh," desah Linda sambil terus kian ganas memaju-mundurkan jarinya di memeknya.

Melihat gelagat yang kian panas, aku pun jadi tak malu-malu lagi menghampiri Linda. Sambil jongkok kuhampiri langsung memeknya yang sedang mengentot jarinya sendiri. Sungguh terjadi aliran listrik rangsangan yang luar biasa ketika pertama kali kusentuhkan jariku di sana. Semula ada gerakan Linda yang mau mencabut jarinya, tapi kutahan agar tetap tertanam di sana. Linda pun mengerti kemudian melanjutkan kocokan di memeknya sendiri. Aku pun lebih mendekat lagi, kepalaku merunduk menghampiri gundukan munggil dan ternyata bibirnya cukup tebal itu.

Dengan jariku sedikit kubantu menguakan lagi CD-nya hingga semakin jelas benda merangsang itu tampil di hadapku. Celah memeknya pun kurekahkan lagi hingga kelentitnya tak terhalang lagi, langsung kuhampiri dan kujilati tepat di kelentitnya yang ternyata sudah menggumpal begitu keras. Terlihat jelas pula jari atau pun dinding luar bibir memeknya sudah begitu basah oleh cairan licin yang keluar dari dalam memeknya. Linda menggelinjang sambil mendesah nikmat ketika kelentitnya kujilat.

"Ahh.. sshhss.. ohh.. teruss.. enakk.. terus jilati di situ," desahnya.
Sambil terus kujilati, aku bilang padanya, "Kita teruskan di dalam saja, yuk, Linda..," ajakku.
"I.. i.. iyaa, aku pun pengen segera melihat Teh Tarsih bugil.. aku ingin sekali nyedot puting susu buah dada Teh Tarsih yang besar dan merangsang ituu.. Ohh, tapi teruskan dulu menjilat di situu," jawab Linda sambil tak lepas-lepasnya mengentotkan jari di memeknya sendiri.

Tanpa sepengetahuan kami, ketika seluruh adegan itu terjadi ternyata Si Komar ngintip di balik pohon sambil ngocok kemaluannya. Kami pun akhirnya beranjak menuju kamar, Komar yang belum sampai di puncak klimaks terlihat kecewa. Dari arah belakang ia mengendap mengikuti kami ke kamar. Saking bernafsunya, kami lupa menutup pintu kamar melainkan langsung naik ke ranjang dan saling melucuti sisa pakaian kami.

Kini tubuhku sudah telanjang bulat, begitu pula Linda. Kedua buahdada-ku yang besar langsung menjadi sasaran emutan Linda. Seperti bayi, ia begitu menikmati sedotan di buah-dadaku. Aku pun merasa bahagia sekali menerima sedotannya, maka kulakukan serangan balik dengan menggerayangi memek Linda yang kini sudah sepenuhnya telanjang. Jariku tak mengalami kesulitan untuk langsung melesak di memeknya yang sedari tadi sudah banjir cairan licin.

"Ahh..," desah Linda dengan mulut yang masih tersumbat puting susuku ketika jariku mulai tertanam di memeknya.
Diam-diam tangan Linda pun ternyata mencari-cari sasaran di memekku dan terasa menemukan lobangnya dan "Slepp.." jarinya pun melesak di lobang hangat memekku.
"Ohh..," desahku ketika jarinya tenggelam dan langsung dikocokannya.

Setelah sekitar tujuh menit kami dalam posisi berdiri di atas lutut sambil saling mencium mulut dan payudara masing-masing, otomatis tanpa kata-kata kami beralih posisi ke posisi 69. Linda menindihku dengan mengarahkan memeknya tepat di mukaku. Kini betul-betul memeknya itu tepat di hadapan, kelihatan masih begitu ranum, maklum Linda masih berumur 24 tahun dan belum lagi kawin. Tapi melihat kelihaiannya saat ini menggarapku, aku yakin Linda sudah sangat berpengalaman di tempat tidur.

"Oohh.. ahh.. uhh..," jeritku tiba-tiba ketika kurasakan Linda menyedot-sedot kelentitku begitu ganas, sementara jarinya dengan gerakan kian cepat menyodok-sodok lobang memekku. Aku pun dalam posisi terlentang melakukan serangan yang sama, kuusahakan jari-jariku bisa masuk sedalam-dalamnya di memek Linda. Agak sulit, tapi kuusahakan pula agar bisa menjilat-jilat dan menyedot-sedot kelentitnya.
"Aaiiyy.. ohh.. uhh.. sedapnyaa.. Teh Tarsih, teruss.. terus.. jangan berhentii.. kayaknya Linda sudah mau sampai puncakk. Ohh.. lobang memek Teh tarsih pun sudah basah sekali.., aku isap-isap cairannya.. asyikk.. dan licin sekali.. basah sekali Teh Tarsihh," jerit dan kicau Linda dengan pantat bergoyang-goyang.
"I.. i.. yaa, Lindaa.. Teh Tarsih pun rasanya sudah hampir keluarr.. Kocok teruss.. ohh aahh.. ohh aahh.. ohh aahh.. teruss.. sayangg.. sedott teruss di keelleennittnyaa.. ohh.. Linda.. saya keluarr.. Ohh, nikmatt," aku betul-betul mencapai puncak orgasme.

Maka aku pun segera seperti memiliki tanggungjawab untuk mengantar Linda mencapai puncak kenikmatannya. Segeralah saya melakukan apa yang telah diberikan Linda kepadaku. Kocokan jariku di memeknya kupercepat, dengan sekali berguling kini tubuhku berada di atas tubuh Linda, dengan begitu maka aku lebih mudah lagi untuk menggigit-gigit kelentitnya dengan gemas.

"Ohh.. Teh Tarsihh.. enak sekalii.. ohh aahh.. ohh aahh.. ohh aahh..," desahnya seirama genjotan jariku di memeknya, "Terus.. Teh Tarsih teruss.. jangan berhenti.. entot terus.. ohh aahh.. ohh aahh.. ohh aahh.. ohh..," akhirnya lenguhan panjang terdengar begitu keras, Linda mencapai orgasme ditandai tubuhnya yang tadi tegang kini melemas dan pasrah tak berdaya. Kami pun akhirnya terlentang di ranjang mengenang kenikmatan yang baru saja teralami.

Masih tanpa sepengetahuan kami, Komar ternyata meneruskan kegiatan mengocok kontolnya sendiri di balik pintu kamar yang terbuka. Meskipun tak terlalu dekat, ia bisa melihat adegan kami dengan leluasa, termasuk dengan jelas mendengarkan ocehan dan lenguhan kami. Dengan bantuan ludahnya yang berkali-kali diulaskan ke tangannya ia mengocok kontolnya yang sudah super tegang, hingga mengalami orgasme bersamaan dengan orgasmenya Linda. Tak ayal spermanya berceceran di mulut pintu kamarku. Setelah itu Komar cepat-cepat berlalu karena mungkin takut ketahuan.

Sementara sambil melepas lelah dengan tubuh kami yang masih telanjang, Linda memilin-pilin puting susuku.
"Susu Teh Tarsih ini merangsang sekali.. aku pun ingin punya susu sebesar ini," katanya dengan gemas.
"Ah, kamu ini Linda..," jawabku merasa tersanjung.
"Betul, Teh Tarsih.. pantat dan memek Teh Tarsih pun asyik sekali," kata Linda pula.
"Ah, nggak begitu, buktinya Amri meninggalkanku," kataku merendah.
"Itulah anehnya.. memek, pantat, dan payudara sebegini bagus, kok ditinggal begitu saja?" tanya Linda.
"Eh, apa Linda sudah sering main dengan sesama perempuan?" tanyaku penasaran.
"Yaa.. Teh Tarsih ini ketinggalan zaman.. Kawan-kawan kita di fitness sudah semuanya mengalami ini.. tapi kami sama-sama masih menikmati pula hubungan kelamin dengan laki-laki. Istilahnya bi-sex, Teh Tarsih," jelas Linda.
"Bi-sex, jadi main dengan perempuan OK dan dengan laki-laki pun OK?" tanyaku masih dengan nada bloon.
"Ya, begitu, malah pernah dilakukan secara bersamaan," jawab Linda cepat.
"Main dengan laki-laki sekaligus dengan perempuan? Oh, kayaknya asyik.. aku sih yang begini saja baru pertama.. gimana bisa begitu, Linda?" tanyaku semakin penasaran.
"Wah, dengan tubuh Teh Tarsih yang masih sintal sih gampang saja, sebentar keluar pun akan didapat pasangan.. malah bisa lebih dari satu. Buktinya Si Lily yang gemuk itu, hampir tiap minggu ganti-ganti pasangan..," jawab Linda dengan santainya.
"Si Lily teman kita yang Chinese yang baik hati itu?" tanyaku dengan perasaan semakin ketinggalan zaman.
"Betul, eh, Teh Tarsih mau coba? Kalau mau saya antar?" tanya Linda.

Ingat lagi kepada kesepianku yang berlarut berbulan-bulan, tentu saja ajakan Linda ini membuatku bergejolak meski terasa teramat menegangkan.
"Aku berselingkuh dengan laki-laki lain?" demikian pertanyaanku berulang-ulang muncul di kepala. Tapi sementara itu pula aku tak bisa memungkiri kebutuhan dan dorongan sexualku yang sudah tak tertahankan lagi.
"Boleh juga, sih!" jawabku singkat.
"Nah, kalau mau kita atur, deh.. tenang saja.. dijamin kita akan main dengan laki-laki yang clean.. aku pun nggak mau sembarangan Teh Tarsih," tegas Linda.

Setelah itu kami bergegas mandi bersama-sama di kamar mandi yang ada di kamarku. Berias sedikit, memakai lagi pakaian, dan segera meninggalkan kamar untuk memulai perburuan. Tiba di mulut pintu, kakiku yang belum bersepatu menginjak lendir cairan kental. Begitu dicolek kami pun segera tahu bahwa itu adalah cairan sperma yang belum mengering. Aku dan Linda saling pandang dan sempat risih, tapi kemudian tertawa cekikikan. Segera pula aku bisa menduga bahwa itu spermanya Komar. Ini akan menjadi cerita tersendiri, sementara ini aku sudah tidak sabar lagi ingin menjalani petualangan bersama Linda.

TAMAT


Tuesday, December 27, 2011

Pesta Milenium - 1

Cerita ini dimulai ketika aku dan Vira sedang menikmati makan malam di sebuah kafe di bilangan Jakarta Pusat. Tiba-tiba kami dikagetkan oleh teriakan seseorang yang ternyata teman kuliahku, Andi.
"Hai man, apa kabar", kataku.
"Baik", katanya berbasa-basi.
"Kau sendirian saja, gabung aje, sekalian gue kenalin ame Vira yang tersayang. Ma.., kenalin nich temenku waktu kuliah dulu, dia orangnya nakal dan berani".
"Bohong, saya tidak nakal kok waktu dikuliah, cuman nekat aje", kata Andi menimpali perkataanku.

Akhirnya kami larut dalam nostalgia kami sewaktu kuliah dulu. Sejam berlalu dan kami pun harus berpisah, tak lupa kami saling tukar kartu nama untuk memudahkan kontak. Sebelum kami benar-benar berpisah, tiba-tiba Andi mengajak aku dan Vira untuk menghadiri sebuah pesta pribadi menyongsong millennium baru di rumah temannya. Karena belum ada acara pada akhir tahun 2000, aku dan Vira memutuskan untuk menghadiri pesta tersebut.

Pukul 16:00, Vira sudah bersiap-siap di salon langganannya untuk merapihkan dan menata rambutnya, ia ingin tampil cantik dan seksi dalam pesta tersebut. Setelah satu setengah jam ia menata rambutnya di salon, ia menelponku untuk menjemputnya di sebuah dept store. Pukul 18:00 aku sampai di depstore dan menemukan Vira sedang membayar belanjaannya, lalu aku menghampirinya.
"Langsung pulang", tanyaku.
"Yach, kita langsung pulang untuk siap-siap datang ke pesta", jawab Vira.

Sesampai di rumah Vira langsung masuk ke kamar dan bersiap-siap untuk mandi. Vira mulai membuka satu-persatu pakaiannya sampai akhirnya telanjang bulat. Melihat Vira yang sudah telanjang bulat, nafsuku langsung naik dan aku berkata, "Ma.., ikutan mandi yach". Vira mengangguk sebagai tanda setuju, langsung aku cepat-cepat membuka seluruh pakaianku dan langsung menyusul Vira di kamar mandi. Dengan mandi berdua, nafsuku semakin memuncak dan aku pun mulai merangsang Vira dengan meremas-remas buah dadanya disertai dengan kecupan di putingnya.
"Mas kita jangan lama-lama mandinya, nanti telat datang ke pestanya", kata Vira.
Sontak nafsuku menurun dan segera aku bergegas untuk menyelesaikan acara mandi berdua tersebut.

"Mas sebaiknya aku pakai baju yang mana yach?, yang putih atau yang merah?", bisik Vira meminta pendapatku.
"Yang putih saja", jawabku, karena bajunya mempunyai belahan di dada yang cukup rendah dan belahan punggungnya sedikit di atas pantatnya yang sekal (Vira memang rajin untuk merawat tubuhnya dengan senam, baik aerobic maupun body language). Bagian bawah baju tersebut juga mempunyai belahan yang cukup tinggi kira-kira 15 cm dari pangkal pahanya.
"Berarti aku tidak bisa pake beha donk, khan nanti bisa keliatan behanya", tanya Vira.
"Tidak apa-apa", jawabku, "Khan buah yang menggantung di dadamu itu sangat indah dan menarik".
"Trus CD-nya aku pake yang warna putih juga yach Mas, itu loh yang tadi sore aku beli di depstore".
(Untuk gambaran pembaca, CD tersebut sangat seksi di mana pantat pemakainya hanya ditutupi sebuah tali dan juga bagian depannya hanya menutupi bagian segi tiganya saja.

Pukul 19:30 tepat kami berangkat ke rumah temannya Andi di perumahan elit bilangan Jakarta Selatan. Sesampai kami di rumah tersebut, ternyata sudah banyak orang yang hadir kira-kira ada 8 cowok dan 2 cewek, kemudian kami disambut oleh tuan rumah yang mengadakan pesta. Kami dipersilakan untuk melihat-lihat situasi dan pemandangan di dalam rumah besar tersebut. silakan kalian semua untuk makan dan minum sepuasnya sambil menunggu acara dimulai. Karena perut kami yang sudah keroncongan maka kami berdua bergegas untuk melihat-lihat maupun mencicipi makanan yang tersedia.

Pada saat aku sedang asyik-asyiknya makan, temanku Andi datang menghampiri dan menanyakan bagaimana makanan dan minumannya. Enak jawabku. Setelah berbicara cukup lama kemudian mengajak aku untuk mengikuti sebuah kuis yang akan dimulai nanti pada pukul 23:00.
"Kuis apa?", tanyaku.
"Seru dech kuis-nya", jawab Andi, "tapi mainnya harus berpasangan, Elu dan Vira lu udech gue daftarin, ntar pas acaranya mulai lu jangan lupa masuk ke dalam yach, OK".

Lima menit sebelum acara dimulai kami berdua berjalan menuju ke rumah dan ternyata orang-orang sudah banyak yang berkumpul. Di dalam rumah tersebut sudah disediakan beberapa bangku berjajar sebagai tempat untuk bermain. Permainan demi permainan berlangsung cepat hingga tiba acara terakhir, Quiz Millenium.

Ketika acara permainan yang terakhir dimulai, kami berdua dan beberapa pasangan lain diminta untuk maju ke depan untuk diberitahukan hadiah dan cara bermain kuis-nya. Bagi pemenang kuis maka hadiah yang akan didapatkan adalah tour gratis ke Eropa untuk dua orang dan cara bermainnya adalah sebagai berikut: Setiap pasangan merupakan kelompok sendiri-sendiri dan diharuskan menjawab pertanyaan yang dilontarkan secara bergilir atau diperebutkan. Permainan terdiri tiga babak. Dalam tiap akhir babak akan dilakukan penilaian, setiap kelompok yang memiliki nilai terendah akan mendapat hukuman. Hukuman akan diberikan kepada peserta wanita dimana kelompok yang mempunyai nilai tertinggi akan memutar sebuah papan roulette yang akan menunjukkan berapa jumlah pakaian yang harus dilepaskan (yang dimaksud dengan pakaian adalah baju, celana, rok, BH, CD, stocking, ataupun segala sesuatu yang menempel di tubuh). Apabila sudah tidak ada pakaian lagi yang melekat di tubuh maka wanita tersebut diberikan kesempatan untuk melakukan tawaran untuk menutupi kekalahannya.

Melihat cara bermain seperti itu, sontak aku ingin mengundurkan diri dari permainan. Akan tetapi Vira berkata, "tidak enak khan Mas, kita khan sudah didaftarkan dan lagian siapa tahu kita bisa menangkan hadiah tersebut". Melihat Vira yang tidak keberatan untuk ikut permainan tersebut maka akhirnya kami jadi juga mengikutinya.

Karena grogi dan kurangnya pengetahuan mengenai narkoba, akhirnya pada babak pertama kami kalah sedikit dari kelompok lain. Akan tetapi karena peraturan hanya menghukum kelompok yang terendah maka hanya kami sajalah yang dikenakan hukuman. Kemudian kelompok yang memiliki nilai paling tinggi diminta untuk memutar roulette, dengan berdebar-debar aku menunggu roulette itu berhenti dan ternyata berhenti diangka dua, berarti Vira hanya diharuskan untuk melepaskan pakaiannya sebanyak dua buah. Karena peraturannya menganggap semua yang melekat di tubuh adalah pakaian maka Vira melepaskan kedua anting yang digunakannya.

Babak kedua dimulai dan kami semakin tegang dan nervous sehingga kami kembali tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan sudah bisa ditebak kami mendapat angka yang paling rendah lagi. Kelompok yang memiliki angka yang paling tinggi diminta untuk memutar roulette dan kali ini angka yang keluar cukup besar, lima, karena tidak ada pilihan lain maka Vira mulai melepaskan sepatunya (dihitung 2), stocking (dihitung 1), dan baju terusan (dihitung 2). Setelah selesai melepaskannya, Vira tinggal mengenakan CD yang seksi. Sekarang semua mata cowok dapat dengan bebas melihat buah dada Vira yang sekel (meskipun tidak besar) dan juga pantatnya yang tidak dapat ditutupi dengan CD talinya.

Di babak ketiga, kelompok yang lainnya, terutama yang cowok, semakin bernafsu untuk mengalahkan kami sehingga akan terlepaslah penutup satu-satunya yang masih tersisa di tubuh Vira. Pada babak ketiga ini adalah babak perebutan, setiap kelompok berusaha untuk menjawab terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai jika jawabannya benar. Akan tetapi karena angka kami terpaut jauh dengan kelompok lain maka mereka kompak untuk merebut setiap pertanyaan secara bergantian sehingga kami tidak mungkin merebut setiap pertanyaan yang dilontarkan. Pertanyaan terakhir sudah selesai diperebutkan dan ternyata kami tidak memiliki kesempatan untuk menjawab salah satu pertanyaan yang diajukan sehingga sudah bisa ditebak kami tetap berada pada juru kunci.

Kali ini pemilik angka tertinggi sangat bernafsu memutar roulette, sedangkan aku terduduk lemas ketika menyadari Vira akan jadi makanan empuk semua cowok di pesta tersebut. Ternyata angka yang keluar adalah angka yang paling besar, delapan, jadi hanya dengan satu yang tersisa di tubuh Vira tidak dapat mencukupi hukuman yang didapatkan. Karenanya Vira harus mengajukan penawaran untuk menutupi kekurangan tersebut. Setelah berunding sebentar, akhirnya Vira memutuskan dia akan bernegosiasi sendiri dengan kelompok pemenang tanpa menyertakan aku, supaya aku tidak cemburu melihat mereka dengan rakus dan bebas memelototi ketelanjangan tubuh Vira. Setelah bernegosiasi cukup lama akhirnya disepakati bahwa Vira dan aku juga harus mentaati beberapa hukuman sebagai berikut: Vira tidak diperkenankan untuk mengenakan selembar benang pun di tubuhnya, alias telanjang bulat, selama pesta tersebut berlangsung, kurang lebih 2 hari. Setiap cowok yang ada di dalam pesta itu hanya boleh menyentuh tubuh Vira dari pinggang ke atas dan paha ke bawah. Setiap cowok hanya boleh menyetubuhi Vira jika sudah mendapatkan persetujuan dari Vira.

Sebelum hukumannya dimulai Andi menyuruhku untuk masuk ke dalam sebuah ruangan berkaca dan tiba-tiba aku didorong dan dikunci dari luar. Aku tidak dapat keluar dari ruangan dan hanya dapat melihat dan mendengar apa yang terjadi di pesta itu.

Pada mulanya, belum ada cowok yang berani menyentuh tubuh Vira, mereka hanya berani memelototi saja. Melihat hal itu, Andi mengambil inisiatif untuk menghampiri Vira dan mulai melakukan rabaan maupun remasan di daerah buah dada dan putingnya. Kulihat Vira agak nervous karena ia tahu semua mata cowok tertuju padanya. Untuk menghilangkan nervous, Andi menawarkan minuman beralkohol kepada Vira, dan oleh Vira langsung diminum. Sementara itu Andi belum meningkatkan serangannya, ia hanya mengajak ngobrol untuk mencairkan ketegangan. Beberapa menit berlalu kulihat tingkah laku Vira mulai berubah ia mulai menikmati setiap rabaan dan remasan Andi, wajah Vira mulai menunjukan bahwa ia mulai tinggi nafsu seksnya. Lama-kelamaan tingkah laku Vira makin liar, ia mulai berani merespon serangan dari Andi dan kulihat putingnya mulai mengeras. Ternyata Andi telah mencampurkan obat perangsang dalam minuman yang disodorkan kepada Vira dan sekarang obat itu mulai beraksi.

Bersambung . . . .


Roy anak rantau - 2

Bi Ijah terus melakukan blowjob dengan menghayatinya. Dia menghayati setiap lekuk dan benjolan-benjolan urat yang ada di batang kemaluan Roy yang membengkak itu. Roy yang sudah sangat bernafsu tidak mau ketinggalan, tangannya bergerilya dan meremas-remas payudara Bi Ijah, dan tangan yang satunya lagi menari-nari di lubang kemaluan Bi Ijah yang sudah basah lagi, daging kecil yang menyembul di situ pun tidak ketinggalan dijadikan mainan jari-jarinya. Lalu ditariknya pantat Bi Ijah mendekati mulutnya. Bi Ijah pun mengerti maksud Roy, lalu mereka pun membentuk posisi 69 dengan posisi Roy ada di bawah.

Roy yang disodori pantat sexy milik Bi Ijah dengan bernafsu sekali menjilati, menusuk-nusuk dan menyedot-nyedot vagina dan klentitnya, serta jari-jarinya menusuk-nusuk kecil ke dalam lubang pantat Bi Ijah. Bi Ijah yang dikerjai seperti itu menjadi tambah gila lagi, dia lebih kuat lagi menghisap batang kemaluan Roy, dan sambil disedot-sedot serta dikocok-kocok.
"Akh.. Sayang enak sekali hisapan kamu.. ahh..!" kata Bi Ijah disela-sela kegiatannya.
"Ukhh.. kamu juga hebat, batangku serasa sedang disedot dengan vacum cleaner.. akhh."

Mereka berdua bagaikan kesetanan saling menghisap dan menyedot sekuat-kuatnya, bagaikan anak kecil yang sedang berebutan menyedot air es. Dan tidak lama kemudian Bi Ijah mulai meregang dan mengerang, pantatnya lebih ditekan ke mulut Roy, sampai-sampai Roy sulit bernafas karena hidungnya juga tertutup oleh pantat Bi Ijah.
"Akhh.. aku hapir sampai Say.. akhh.. aku nggak kuat lagi Say.. hh.. hh.. ahh.. Say aku sampai Sayyhh.. akhh.. akhh.."
Akhirnya Bi Ijah mencapai puncak kenikmatan untuk yang kedua kalinya.

Sambil mencercau, Bi Ijah yang sedang dilanda kenikmatan itu menyedot penis Roy sekuat tenaga, sampai-sampai mata Roy terbelalak ke belakang karena rasa geli-geli nikmat yang dirasakannya melalui batang penis itu.
"Akhh.. Sayy.. sedot terus Sayy.. aku juga mau keluar.. akhh.. aku keluar Sayy.. aku keluarr.. ehh.. hh.. hh.." kata Roy sambil terus menjilati cairan yang keluar dari lubang vagina Bi Ijah.
Akhirnya menyemburlah lahar kenikmatan Roy yang langsung diterima dengan mulut Bi Ijah, dan ditelannya.

Belum puas dengan semburan lahar kenikmatan itu, Bi Ijah menyedot-nyedot dan menghisap kepala kemaluan Roy agar lahar kenikmatan itu keluar lagi.
"Akhh.. geli Sayyhh.. hh.. hh.. okhh.. nikmat sekali Say.. okhh..!" kata Roy keenakan.
Dan akhirnya mereka berdua terkapar dengan nafas masih memburu. Setelah nafas mereka mereda, mereka berhadapan dan saling tersenyum penuh makna, dan Roy mengecup kening Bi Ijah yang dibalas dengan kecupan-kecupan mesra yang berlanjut menjadi ciuman ganas di bibir Roy. Roy yang dicium dengan ganas itu bangkit lagi nafsunya, dan batangnya mulai mengeras lagi. Bi Ijah kegirangan melihat batang kemaluan Roy mulai bangkit lagi, langsung disambarnya bantang kemaluan Roy itu dan dihisap-hisapnya. Roy juga tidak tinggal diam, dia membelai-belai vagina dan klentit Bi Ijah yang masih agak basah oleh lendir kenikmatan yang mulai membasahi kemaluan Bi Ijah.

Setelah batang kemaluan Roy berdiri tegak bak tiang bendera, Bi Ijah bangkit dan jongkok di hadapan Roy. Dituntunnya batang kemaluan Roy ke liang surga dunia milik Bi Ijah, dan dengan pelan diturunkannya pantat Bi Ijah, sehingga kepala dan batang kemaluan Roy mulai masuk sedikit demi sedikit, dan menimbulkan sensasi rasa yang nikmat sekali.
"Ahh.. punya kamu enak sekali Say.. walaupun sudah basah tapi rasanya tetap peret.. ahh.." kata roy keenakan.
"Mmm.. punya kamu juga enak Say.. besarnya sangat pas, tidak terlalu besar dan tidak kecil, akhh.. punyaku serasa sesak dimasuki milikmu Say.. akhh.. uhh..!" balas Bi Ijah memuji batang Roy, yang menurutnya terasa enak sekali karena tidak terlalu besar yang dapat menyebabkan rasa perih waktu bersenggama dan sesudahnya, tapi juga tidak kecil, sehingga terasa sesak mengisi lubang kenikmatan miliknya.

Setelah masuk semua, Bi Ijah diam, tapi diaturnya nafasnya, dan minimbulkan efek empotan-empotan kecil di dalam lubang vaginanya.
"Mmm.. Say.., punya kamu bisa berdenyut-denyut yach.. mm.." kata Roy menikmati empotan-empotan vagina Bi Ijah.
"Enak ngga Say..? Aku pernah diajari sama Cie Mira, biar punyaku bisa berdenyut-denyut." kata Bi Ijah.
Lalu empotan-empotan Bi Ijah dikombinasi dengan goyangannya.
"Akhh.. Say.., hh.. enak sekali Say.., oukhh..!" kata Roy keenakan, sampai matanya merem melek.

Dan Roy pun tidak tinggal diam, dia mulai melancarkan serangannya. Dia bangkit dan mulai menciumi leher Bi Ijah yang ada di hadapannya, leher dan dadanya serta payudara Bi Ijah yang bergelantungan diserbunya dengan buas bak harimau yang sedang kelaparan. Digigit-gigitnya buah dada Bi Ijah dengan gigitan mesra dan menggairahkan, membuat Bi Ijah juga makin gencar menggoyang dan mengempot pisang kenikmatan Roy yang sedang ada di dalam lubang surgawinya.
"Ahh.. Say, sedot yang kuat Say hh.. hh.. tetekku disedot yang kuat Say.. ahh.. hh.. gigit Say.. gigit putingnya Say.. akhh.. hh.. ohh.. Say, punya kamu enak sekali yach akhh..!" cercau Bi Ijah kesetanan, karena diserbu buah dadanya dengan buas oleh Roy.
"Akh.. Say.. hh.. goyangan kamu nikmat sekali Say.. ouhkhh.. mm tetek kamu jadi tambah sexy Say, bergelantungan begini.. aemm.. mm.. srupp.." balas Roy yang tambah semangat karena nafsunya sudah memuncak.

Kemudian Bi Ijah bangun dari posisi itu, dan menungging.
"Ayo Say.. hh.. tembak aku.. hh.. dari belakang.. hh.. cepat Say, aku sudah nggak tahan.." pinta Bi Ijah pada Roy yang sedang kebingungan, karena Bi Ijah tiba-tiba menarik pantatnya ketika dia sedang keenakan.
"Huh.. awas kau.. aku balas nanti..!" kata Roy kesal dalam hati.
"Aku datang Sayang.. hh.. aku datang..!" kata Roy sambil mengatur posisi dan menempelkan pedang tumpul kebanggaannya.

Dipegangnya pantat Bi Ijah, dan ditempel-tempelkan, dan digosok-gosokannya kepala pedang itu ke bibir vagina yang sudah basah oleh cairan nafsu dan tampak sedikit meleleh keluar dari bibir vagina Bi Ijah, dan dikenakannya ke klentit Bi Ijah yang sudah membesar saking nafsunya.
"Ayo dong Say.. hh.. hh.. aku udah ngga tahan nih.! Hh.. cepetan masukin batang kamu yang enak itu ke lubangku..!" pinta Bi Ijah memelas.
Lalu Roy mulai menusukkan pedangnya ke dalam lubang kenikmatan Bi Ijah. Ditusuknya perlahan-lahan pedangnya memasuki lubang surga duniawi itu melalui pintu kenikmatan.

"Akhh.. punya kamu walaupun sudah basah tapi masih saja terasa peret Say.. akhh.. nikmat sekali..," kata Roy menikmati mili demi mili miliknya masuk ke dalam lubang kenikmatan Bi Ijah.
"Akh.. punya kamu juga enak Say.. hh.. sesak terasa mengisi memekku.. ahh.. hh..!" balas Bi Ijah.
Setelah pedang Roy masuk semuanya, ditariknya pedang itu sampai batas kepala penis agar terasa mengganjal, dan ditekan lagi sampai kira-kira tiga perempatnya, terus begitu dengan gerakkan yang lembut, sehingga menimbulkan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh mereka berdua yang merasakannya. Kenikmatan yang tidak pernah didapatkan dari suaminya itu membuat Bi Ijah semakin liar dan buas, cercauannya menjadi kian kacau.

"Akhh.. Say.. kontol kamu nikmattzz sekali Say.. hh.. kontol kamu oukh.. hh.. membuatku jadi gila saking enaknya.. ahh.. hh.. ss.. mm.. ayo dong Say.. dorong dan hentak yang keras Say.. ss.. hh.. tusuk yang keras biar.. hh.. ss.. kontol kamu menusuk sampai ke.. ss.. hh.. dalam rahimku Say.. akhh..!" cercau Bi Ijah tidak sadar, karena terbawa oleh kenikmatan yang dihantarkan oleh Roy melalui gerakan erotisnya.
Kemudian Roy mulai mempercepat gerakan keluar masuk tadi, dan mulai mengganti ritme gerakannya menjadi tiga kali seperti tadi, dan sekali dia hentakkan seluruhnya dengan keras sampai terasa terbentur mengenai dasar lubang vagina Bi Ijah.

"Ohh.. ohh.. ohh.. akhh.. Sayang.. hh.. nikmat.. ohh.. sekali.. ohh.. tusukan.. ohh.. kamu.. akhh.. Sayang.. hh.. hh..," kata Bi Ijah keenakan.
Tidak terasa, desahan Bi Ijah menjadi seirama dengan tusukan Roy, dan Roy semakin mempercepat gerakannya. Beberapa saat kemudian, Bi Ijah mulai meregang, dan erangannya semakin menjadi-jadi, pertanda dia akan mencapai klimaksnya. Roy yang sudah tahu Bi Ijah akan mencapai klimaksnya dengan tiba-tiba mencabut dengan kasar pedangnya, sehingga membuat Bi Ijah kalang kabut dibuatnya.
"Roy.. hh.. apa yang kamu lakukan Sayang.. hh.. kok kamu cabut kontol kamu Say..? Hh.. kamu jangan bikin aku marah Sayang.. hh.. ayo cepat.. kamu masukkan lagi kontol kamu itu.. hh.. hh..!" bentak Bi Ijah kesal.

Roy yang dibentak bukannya takut malah cengengesan, dan membuat Bi Ijah tambah geram dan liar. Segera ditubruknya badan Roy dan ditindihnya, dimasukkannya pedang Roy dengan kasar ke dalam lubang vagina miliknya.
"Akhh.. hh.. sekarang kamu rasakan kemarahanku.. hh.. jangan salahkan aku kalo nanti badan kamu ada yang terluka.." kata Bi Ijah geram.
Kemudian dia mulai menaik-turunkan pantatnya, dan diputar-putarnya ke kiri dan ke kanan secara acak. Karena Bi Ijah memang sudah hampir klimaks, maka tidak lama kemudian Bi Ijah mendapatkan klimaksnya dengan dasyat, bahkan lebih dasyat dari sebelumnya, mungkin karena tadi tertahan oleh ulah Roy yang memang disengaja agar Bi Ijah tersayangnya itu mendapatkan multi orgasme.

Dan Bi Ijah yang sedang mendapatkan klimaksnya, secara tidak sadar dia mencakar-cakar badan Roy, dan kemudian dia menindih tubuh Roy sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya, kemudian bibirnya menciumi bibir Roy dengan ganas serta tangannya menjambaki rambut, menggerayangi, dan mencakar semua tubuh Roy yang dapat dipegang dan dicakar. Roy juga mengalami sensasi rasa kenikmatan yang berbeda dan dasyat yang membuat dia merasakan gejolak birahi yang semakin tinggi, dan merasakan ada sesuatu yang ingin meledak dan keluar dari dalam tubuhnya melalui pedang mustikanya.

"Mmm.. Say.. mm.. Say.. mm.. aku juga mm.. mau.. mm.. keluar Say.. mm.. hmm.. hmm.." cercau Roy yang akan mendapatkan puncak kenikmatannya.
Tiba-tiba Roy memeluk erat tubuh Bi Ijah, dan memutar-balikkan tubuh mereka sehingga tubuh Bi Ijah sekarang ada di bawah, dan melepaskan ciumannya serta bagaikan orang kesetanan tubuh Roy tidak dapat berhenti bergetar, bergoyang, dan menghentak-hentakkan pantatnya agar tusukan-tusukan pedangnya selalu membentur mengenai dasar lubang vagina Bi Ijah.

"Akhh.. hh.. aku keluar Say.. hh.. hh.. akhh.. akhh.. akhh.. akhhmm..!" kata Roy yang kemudian tiba-tiba melahap semua buah dada Bi Ijah, dan disedot-sedotnya dengan kencang payudara dan puting Bi Ijah dengan buas dan liar.
Sedotan-sedotan dan disertai gigitan-gigitan liar itu membuat Bi Ijah tidak henti-hentinya merasakan klimaksnya yang datang secara bertubi-tubi. Bi Ijah yang tadinya hanya telentang pasrah dan menikmati klimaksnya menjadi beringas dan liar, punggung Roy dicakar-cakar dan rambutnya dijambak-jambak saking gemasnya.

"Akhh.. Say.. hh.. kamu sungguh pintar dan hebat.. akhh.. akhh.. akhh..!" cercau Bi Ijah.
Roy hanya diam dan menikmati datangnya klimaks yang akan dia rasakan.
"Akhh.. aku sudah ngga tahan Say.. akhh.. akhh..!" seru Roy yang kemudian diikuti dengan semburan lahar ke dalam lubang vagina Bi Ijah.
"Henghh.. enghh.. enghh.. oukhh.. nikmat sekali rasanya.. ahh..!" cercau Roy sambil terus masih menyemprotkan laharnya sambil terus menusuk-nusukkan batangnya.
"Akhh Say.. hh.. aku dapet lagi Say.. ahh.. hh.. kamu betul-betul hebat dan pintar.. hh.. hh..!" kata Bi Ijah ketika mendapatkan klimaksnya lagi.

Kemudian mereka berdua akhirnya terdiam dengan nafas yang memburu. Lalu Bi Ijah mendorong tubuh Roy hingga Roy bergulir ke sampingnya dan telentang. Disapu dengan bersihnya batang dan kepala kemaluan Roy yang masih basah oleh air mani yang bercampur dengan cairan miliknya.
"Hmm.. rasanya.. hh.. enak sekali punya kamu ini.. hh.. Say.. mm.. srupp.. mm.." kata Bi Ijah sambil menjilati dan menyedot batang kemaluan Roy sampai bersih.
Roy juga tidak mau ketinggalan, ditariknya pantat sexy milik Bi Ijah, dan langsung mulut dan lidahnya menyedot dan menjilati vagina Bi Ijah yang juga basah oleh air mani dan cairan mereka berdua.
"Srupp.. mm.. punya kamu.. hh.. juga enak rasanya.. srupp.. mm..!" balas Roy.

Setelah saling membersihkan, akhirnya mereka telentang dan memejamkan mata sambil mengatur nafas yang masih memburu sambil membanyangkan kenikmatan yang baru saja mereka rasakan dan akhirnya mereka berdua tertidur. Bi Ijah membuka mata, dan melihat Roy yang masih tertidur di sampingnya, kemudian dia bangun dan mengenakan pakaian yang berserakan di lantai. Tidak lama kemudian Roy membuka matanya, dan melihat Bi Ijah sedang mengenakan pakaiannya sambil tersenyum kepadanya.
Bi Ijah lalu menghampiri Roy, "Makasih ya Sayang, tadi itu benar-benar hebat. Sampai sekarang pun aku masih mengingat dan menginginkannya lagi.." kata Bi Ijah.
Kemudian dia mengecup kening, pipi, dan bibir Roy.

"Nanti lagi yach..! Mmuuaahh..," kata Bi Ijah sambil mengerlingkan matanya.
"Tentu Sayang.., kapan saja kamu mau aku akan selalu siap untukmu.. mmuuaahh..!" balas Roy dengan senyum manis.
Bi Ijah keluar dari kamarnya setelah kepalanya melihat ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada orang yang melihatnya keluar dari kamar Roy.

Setelah Bi Ijah keluar, Roy membaringkan badannya yang masih terasa penat setelah bercinta cukup lama dengan Bi Ijah, dan memejamkan matanya.
"Ahh.. betapa indahnya bercinta dengan Bi Ijah tersayang..," pikir Roy lagi.
Tidak lama kemudian dia pun tertidur dengan pulas sambil tersenyum.

TAMAT


Sunday, December 25, 2011

Menara hati - 2

"Kamu bolos lagi?" tanya Febrita dengan alis berkerut.
"Tolong, Feb. Ini yang terakhir. Aku kan sekarang ulang tahun. Mana mungkin Papa dan Mama mengijinkan aku keluar sampai malam?"
Dengan menggelengkan kepalanya Febrita melambai, "Iya deh. Tapi jangan lupa katakan pada Natan kalau aku juga ingin punya cowok."
Sambil tertawa kupeluk sahabatku. "Kamu baik deh."
"Dari dulu," ucapnya pendek.

"Bagaimana?" tanya Natan yang sudah menunggu di lapangan parkir. Kumiringkan kepalaku sedikit dan mengembangkan senyumku. Natan tertawa dan melangkah ke samping mobil, membukakan pintu untukku. "Silahkan Tuan Puteri."
"Kita ke mana?" tanyaku setelah mobilnya meluncur di jalanan. Natan menggenggam jemariku dan menatapku. "I have something for you."
"Oh, ya?" tanyaku ingin tahu.
Setelah parfum, gaun, gelang sampai ke kalung selama enam bulan hubungan kami, apa lagi yang akan diberikannya sebagai kejutan untukku? Pasti sesuatu yang istimewa mengingat hari ini ulang tahunku.

"Welcome to my humble house," ucap Natan setelah membukakan pintu untukku. Dalam hati aku merasa sesuatu yang tidak benar sedang berlangsung di sini.
"Nat, nanti kalau ada orang tua kamu bagaimana?"
"Mereka sedang di Jakarta, hanya ada pembantu dan sopir."
Kuangkat kepalaku dengan ragu-ragu, memandang rumah besar yang pasti dua kali lipat rumahku itu di depan mata. "Ayo," bisik Natan di telingaku dan menutup pintu mobil. Sesaat kemudian pemuda itu sudah menyeretku melintasi pagar menuju pintu ruang depan yang terbuat dari kayu jati berukir.

"Tutup mata," bisiknya seraya tersenyum misterius di depan wajahku.
"Nggak mau ah," jawabku masih ragu-ragu.
Natan tertawa dan meletakkan jemarinya di kedua mataku. "Ayo tutup, ini kejutan."
Akhirnya kututup mataku dan kudengar suara pintu dibuka. Natan menuntunku masuk dan melangkah beberapa detik sebelum berkata, "Sekarang pelan-pelan duduk."
Mengikuti kata-katanya kududukkan tubuhku dan merasakan keempukan sofa di bawahku.
"Natan?" tanyaku saat merasakan pegangannya lepas dari lenganku.
"Ssshh," kudengar Natan berbisik tak jauh dariku.
"Buka mata," akhirnya kudengar Natan berkata lembut.

Delapan

Tak ada kata yang bisa kuucapkan saat melihat apa yang kulihat di hadapanku saat itu. Bermacam hidangan terhampar di sebuah meja kayu, dua batang lilin menyala di tengah-tengah meja, memberikan sedikit cahaya di ruangan yang remang-remang karena jendela ditutup.
"Natan," bisikku lirih. Di sisi lain meja, Natan dengan tersenyum membungkukkan tubuhnya dan mengangkat naik sebuah kue taart cokelat dengan lilin berbentuk angka di atasnya.
"Selamat ulang tahun, Mia."
"Natan," lagi-lagi hanya namanya yang bisa kubisikkan.
Perlahan kurasakan wajahku memanas dan air mata menetes di pipiku. Natan bangkit berdiri, menghampiriku dan memeluk leherku dari belakang.
"Kok nangis? Kamu nggak suka?"
Bagaimana bisa tidak suka? Seumur hidupku, saat inilah saat yang paling istimewa yang pernah kualami. Candle light dinner. Bagaimana aku bisa tidak suka? Bagaimana aku tidak menangis melihat mimpi-mimpi yang jadi kenyataan?
"Mia?" Natan berbisik di telingaku.
Dengan spontan kubalik tubuhku, menarik kepalanya dan mengecup bibirnya. Natan membalas melumat bibirku selama beberapa saat, sebelum menarik tubuhku menjauh, menyeka air mataku dan mencium keningku.
"Sudah, ayo kita makan."
Masih terisak kubalikkan tubuhku menghadapi meja makan.
Ya Tuhan, apa yang diperbuatnya hingga aku tak merasa jatuh cinta padanya?

Sembilan

"Bukan begitu, begini," Natan berkata sambil tertawa. Tangannya menopang tubuhku hingga tak sampai terjatuh. Dengan wajah merah aku berusaha meluruskan tubuhku. "Susah." Natan masih tertawa dan mencium bibirku.
"Belajar dong."
Perlahan kuperhatikan lagi irama yang keluar dari tape-deck di samping TV dan menggerakkan kakiku seiring gerakan Natan. Beberapa saat kemudian tubuhku sudah limbung lagi, kali ini aku benar-benar terjatuh ke atas karpet. Natan tertawa dan mendudukkan tubuhnya di sebelahku.
"Badanku lemas," bisikku lirih.
Kurasakan Natan memeluk tubuhku dan menempelkan kepalaku di dadanya.
"Lain kali pelan-pelan saja."
Bukan itu. Tapi tubuhku terasa lemas sekali. Dan rasa panas di kepalaku.
"Mia?" kudengar Natan berkata di telingaku. Aku tak sanggup menolehkan kepalaku, semua terasa berputar. Kuraih leher pemuda itu dan memeluknya erat-erat.
Natan mengecup bibirku..

Sepuluh

Rasa nyeri dan dingin di tubuhku membuatku terbangun. Betapa terkejutnya hatiku saat kulit lenganku menyentuh kulit seseorang. Kuangkat tubuhku dan terkesiap melihat Natan berbaring di sebelahku, telanjang bulat. Aku juga, telanjang. Kutarik tepian selimut di pahaku dan menutupi dadaku, bingung apa yang terjadi dan apa yang harus kuperbuat. Natan menggeliat dan membalikkan tubuhnya. Rambutnya kusut dan matanya terlihat berkantung, "Mia? Kamu bangun?"
"Natan..?" bisikku lirih, dan air mata mulai membanjir di pipiku. Kurasakan lengan pemuda itu melingkar di punggungku, bibirnya menempel di telingaku.
"Aku sayang kamu, Mia."
Masih terisak kurasakan bibirnya menyentuh bibirku. Lengannya melepaskan genggamanku pada selimut dan menekan tubuhku berbaring.

"Natan.." desahku saat merasakan tubuh pemuda itu menindihku.
"Aku sayang kamu," bisikan itu kembali mengiang di telingaku. Kurasakan getaran-getaran kecil di pori-pori tubuhku saat Natan membelai dan mengecup buah dadaku. Ingin rasanya kucampakkan tubuh pemuda itu, tapi tubuhku sendiri terasa begitu lemas dan benakku terasa berputar. Natan mengangkat kedua lenganku ke atas dan menciumi leherku. Panas merasuki tubuhku, membuatku menggelinjang dan mendesah. "Ahh," erangku saat sesuatu menekan kemaluanku dan memaksa masuk. Rasa nyeri kembali menyerang selangkanganku.

"Mia," kudengar Natan memanggil namaku dengan lembut. Kubuka mataku yang sedari tadi kupejamkan dan kulihat Natan memandangku hangat lalu mengecup bibirku yang setengah terbuka. Lalu kurasakan benda keras yang menyesak di kemaluanku tadi melesak dan menusuk dengan rasa nyeri yang luar biasa. Kudengar Natan mendesah dan mengerang di atasku. Perlahan kurasakan kesadaran mulai meninggalkanku dengan pertanyaan-pertanyaan 'apa ini? apa itu'. Tapi kecupan-kecupan Natan di tubuhku menarik kesadaranku kembali, membuat tubuhku berguncang. Rasa nyeri itu perlahan menghilang saat Natan menggerakkan tubuhnya, berganti dengan rasa geli yang menyenangkan. Natan mengulum bibirku dan menarik lenganku melingkari lehernya. Benda keras itu bergerak-gerak di dalamku, memaksaku menggeliat dan mengerang. Perlahan tapi pasti suatu rasa merangsak naik dari selangkangan menelusuri tulang punggungku, membuka semua pori-pori kulitku, membuat bulu-buluku meremang. Mendadak langit kamar berputar di atas kepalaku, kilatan cahaya menggelapkan dan rasa pening sekejap menyerang kepalaku. Kurasakan benda keras itu tertarik keluar. Natan mengerang dan tubuhnya kaku di atasku.

"Mia, aku sayang kamu. Selamat ulang tahun, Sayang."
Dan aku tak bisa berkata apapun juga, bahkan saat pemuda itu menyusupkan kepalanya di dada telanjangku. Pikiranku terasa kosong, tubuhku benar-benar lemas sekarang, walau rasa nyeri itu sudah jauh berkurang. Apa yang terjadi? Apa yang sudah kulakukan barusan?

Sebelas

Natan membetulkan letak kaca mataku sebelum mengecup keningku di depan teras. "Aku pulang dulu, Mia. Aku sayang kamu." Dan aku mulai meragukan kata-kata yang sejak tadi sore mengiang di kepalaku dengan nada yang begitu menteramkan.
"Natan.."
"Ya?" pemuda itu membalikkan tubuhnya.
Kupeluk tubuhnya erat, berusaha meyakinkan bahwa Natan tidak menipuku dan mempermainkanku selama enam bulan ini.
"Aku sayang kamu juga."
Kurasakan Natan membelai punggung dan rambutku.
"Akhirnya kamu katakan juga."
Dalam air mata yang kembali mengalir di pipiku aku tertawa. Bahagia?

Dua belas

Kami sempat melakukannya beberapa kali lagi dua bulan sesudahnya. Aku senang, karena Natan benar-benar sayang padaku. Ia membuktikannya dengan tidak merubah perlakuannya padaku, masih penuh kasih sayang dan kelembutan. Hanya satu kata yang mengusik benakku setiap malam menjelang tidur, yaitu 'dosa'. Karena sebagai anak yang terlahir di sebuah keluarga yang religius, mama dan papa berulang-ulang mengingatkanku untuk tidak terjerumus dalam seks pranikah. Tapi apa yang sudah kulakukan sekarang? Bahkan pada saat aku dan Natan melakukannya terakhir kali, aku mulai merasa menikmatinya. Kalau bukan aku berarti tubuhku.

Hingga suatu hari yang menyakitkan..

"Filmnya bagus," ucapku tersenyum padanya saat melangkah keluar gedung bioskop. Natan memandangku dan ikut tersenyum. "Sayang sekali heroin-nya harus mati. Jaman sekarang cerita yang happy-ending susah didapatkan."
Dengan mengangguk kulangkahkan kakiku memasuki mobil. Mendadak rasa pening yang amat sangat merasuk di kepalaku, membuat kakiku terpeleset dan tubuhku terjatuh di samping mobil.
"Mia?" seru Natan seraya mengangkatku beridiri.
Dunia terasa berputar. Kupegang atap mobil dan berusaha menghilangkan pening itu dengan menggoyangkan kepalaku. Sejak dua bulan lalu memang rasa pusing dan mual sering menyerang kepalaku dengan frekuensi tak teratur.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Natan masih memegangi pinggangku.
"Nggak apa-apa."
"Aku antar kamu pulang saja."
Mengangguk lemah kumasukkan lagi tubuhku ke dalam mobil.

Sesampainya di rumah kubuka lemari obat dan mengeluarkan sebungkus neuralgin kepunyaan mama.
"Kamu sakit?" tanya mama di pintu dapur.
"Pusing," jawabku lemah.
Mama mendekat dan memegang lenganku, mendadak alisnya berkerut manatapku. "Kamu tambah gemuk."
"Masa?" jawabku tak acuh seraya menyorong obat dengan air dingin. Kulepaskan lenganku dari mama dan melangkah ke kamar.

Pagi itu. Pukul tiga, rasa sakit kembali mengguncang otakku dan memaksaku bangun. Mendadak perutku merasa mual yang amat sangat. Kularikan tubuhku ke kamar mandi dan sekejap kemudian cairan lengket tumpah keluar dari mulutku dan memenuhi WC. Perutku melilit dan kepalaku sakit.Ya Tuhan, pikirku dalam hati. Aku hamil?

Tiga belas

"Masa?" tanya Natan dengan wajah pucat keesokan harinya di kantin.
"Aku takut," bisikku lirih. Natan menolehkan kepalanya dan memastikan tidak ada seorangpun yang memperhatikan kami.
"Lalu?" tanyanya, sebuah pertanyaan bodoh yang tak ingin kudengar saat itu. Kubetulkan letak kaca mataku, menatap pemuda itu berang. Ingin rasanya saat itu aku berteriak padanya, namun Febrita sudah menghampiri kami.
"Ayo, Mia. Kita masih ada tugas untuk dikerjakan."
"Jawab sendiri pertanyaanmu," desisku sebelum bangkit berdiri. Natan menatapku dengan pandangan sedih. Jangankan kamu Natan, aku sendiri yang punya tubuh juga merasa ingin mati.

Empat belas

"Mia! Mia! Kamu kenapa?"
Febrita memegangi lenganku. Kurasakan semua orang mulai berkerumun dan mengelilingiku. Tak tertahan lagi kumuntahkan kembali semua isi perutku. Kudengar bapak dosen berseru, "Cepat bawa anak ini ke rumah sakit."
Sesuatu terasa menusuk kepalaku saat lengan-lengan itu memapahku berdiri. Kilatan-kilatan kembali menggelapkan dan menerangi pandanganku. Perlahan suara-suara ribut berubah menjadi desau angin yang menghantarkan kegelapan itu memenuhi benakku.
Natan? Di mana kamu Natan?

Kularikan kakiku sambil berseru-seru memanggil nama kekasihku.
Ini bukan kehamilan.. Natan! Nataann!
Lorong itu masih gelap dengan nebula-nebula menyelimuti pandanganku.

Lima belas

Kubuka mataku saat kurasakan sebuah bibir yang kering mengecup pipiku lembut. Kulihat pemuda itu sudah duduk di sampingku. Wajahnya masih pucat seperti minggu kemarin saat kukatakan bahwa aku hamil. Kukembangkan senyumku padanya dan ia ikut tersenyum.
"Sejak kapan di sini?" tanyaku lirih padanya.
Natan, masih tersenyum, membetulkan letak selimut yang menutupi tubuhku sampai ke dada.
"Lumayan. Sekitar Satu jam-an."
Kucoba mengangkat tubuhku tapi Natan menahan. "Tiduran saja."
"Oke," sahutku dan merasakan tubuhku benar-benar lemas. Kuacungkan tanganku ke arah kaca mata di samping tempat tidur. Natan mengambilnya dan memasangkannya di kepalaku.
"Kamu tahu sesuatu yang menyenangkan?" bisiknya lirih.
"Apa?" tanyaku ingin tahu.
"Kamu nggak jadi hamil," jawabnya. Lalu kami berdua tertawa.
Tawa itu pahit. Kami berdua tahu itu. Mendadak Natan menjatuhkan kepalanya di perutku dan menangis.

"Mia.."
"Ssshh, kok nangis?" Kubelai rambutnya yang ikal. Bahkan air mataku sudah habis sejak empat hari yang lalu. Natan mengangkat kepalanya, meraih tanganku dan menciuminya.
"Hey, kan geli," candaku.
Natan tersenyum walau air mata masih terlihat di pipinya. "Betapa aku menyayangi kamu, Mia."
"Aku tahu."
Suasana mendadak jadi hening.
"Natan?"
"Ya," jawab pemuda itu dengan lembut.
"Aku mau bercinta denganmu."
"Hah?" pemuda itu lalu tertawa, "Sekarang? Di sini?"
"Ya. Di mana lagi?" ucapku tersenyum.

Natan menatap ke pintu kamar, tertawa dan membuka retsleting celananya.
"Dasar," ucapnya tersenyum. Dengan tertawa kutarik tubuhnya ke atas tempat tidur. Natan menciumi bibirku, wajahku, telingaku, leherku, dada telanjangku. Membuatku menggelinjang dalam kenikmatan. Kubiarkan pemuda itu bergerak-gerak di atasku, memasuki tubuhku dan memenuhi rongga kewanitaanku dengan kelelakiannya. Bersama kami mengerang lirih dan mendesah lembut, tak ingin perawat-perawat itu tahu apa yang kami nikmati saat itu.

"Natan," bisikku terengah.
Natan mengangkat kepalanya dari dadaku. "Ya?"
"Keluarkan di dalam?" pintaku sambil melirik kepadanya. natan membelalakkan matanya.
"Yang benar saja?" Sesuatu yang tak pernah dilakukannya.
"Benar," bisikku padanya. Natan tersenyum dan sebutir air mata kembali jatuh di perutku.
Aku sayang kamu, seolah matanya berkata demikian. Natan menundukkan kepalanya dan menggerakkan pinggulnya semakin cepat. Kurasakan sentakan demi sentakan memicu rangsangan listrik itu ke otakku.
"Natan," desahku memanggil namanya. Natan menggeliat dan mengencangkan pinggulnya, menekan lama. Kurasakan semburan cairan itu panas di dalam kemaluanku. Kulegakan listrik yang sampai di otakku dengan menghembuskan nafas lega, sekejap kemudian endomorfin bekerja melenakanku dalam kelelahan dan kenikmatan yang tiada taranya.
Natan menyusupkan kepalanya di leherku dan berbisik, "Aku tetap sayang kamu, Mia. Selamanya."
Dan bahu pemuda itu beguncang kembali. Di sela isak tangisnya kurangkul lehernya dan berbisik menimpali. "Aku juga, Natana."

Aku tahu, tak lama lagi aku akan meninggalkan dunia dengan kanker otak yang sudah mengeroposkan tubuhku. Namun apa yang selama ini menjadikan iri-ku sudah kubayar impas. Tak ada lagi yang kuharapkan selain menikmati masa-masa terakhirku di samping orang-orang yang kukasihi. Mungkin penyesalanku yang terutama adalah mengapa semua ini terlalu cepat berawal dan berakhir. Tapi itulah yang namanya hidup. Selalu penuh kejutan.

Saat kulangkahkan kakiku menelusuri anak tangga demi anak tangga menuju ke puncak menara untuk melihat gunung dan bukit di bawah, aku sadar bahwa akhirnya aku takkan sanggup menggapai puncak itu. Tapi bahagiaku karena aku menyaksikan sudah pemandangan indah itu dari celah tembok menara. Tak perlu muluk, yang penting bahagia, bukan?

TAMAT