Pages

Tuesday, December 27, 2011

Pesta Milenium - 1

Cerita ini dimulai ketika aku dan Vira sedang menikmati makan malam di sebuah kafe di bilangan Jakarta Pusat. Tiba-tiba kami dikagetkan oleh teriakan seseorang yang ternyata teman kuliahku, Andi.
"Hai man, apa kabar", kataku.
"Baik", katanya berbasa-basi.
"Kau sendirian saja, gabung aje, sekalian gue kenalin ame Vira yang tersayang. Ma.., kenalin nich temenku waktu kuliah dulu, dia orangnya nakal dan berani".
"Bohong, saya tidak nakal kok waktu dikuliah, cuman nekat aje", kata Andi menimpali perkataanku.

Akhirnya kami larut dalam nostalgia kami sewaktu kuliah dulu. Sejam berlalu dan kami pun harus berpisah, tak lupa kami saling tukar kartu nama untuk memudahkan kontak. Sebelum kami benar-benar berpisah, tiba-tiba Andi mengajak aku dan Vira untuk menghadiri sebuah pesta pribadi menyongsong millennium baru di rumah temannya. Karena belum ada acara pada akhir tahun 2000, aku dan Vira memutuskan untuk menghadiri pesta tersebut.

Pukul 16:00, Vira sudah bersiap-siap di salon langganannya untuk merapihkan dan menata rambutnya, ia ingin tampil cantik dan seksi dalam pesta tersebut. Setelah satu setengah jam ia menata rambutnya di salon, ia menelponku untuk menjemputnya di sebuah dept store. Pukul 18:00 aku sampai di depstore dan menemukan Vira sedang membayar belanjaannya, lalu aku menghampirinya.
"Langsung pulang", tanyaku.
"Yach, kita langsung pulang untuk siap-siap datang ke pesta", jawab Vira.

Sesampai di rumah Vira langsung masuk ke kamar dan bersiap-siap untuk mandi. Vira mulai membuka satu-persatu pakaiannya sampai akhirnya telanjang bulat. Melihat Vira yang sudah telanjang bulat, nafsuku langsung naik dan aku berkata, "Ma.., ikutan mandi yach". Vira mengangguk sebagai tanda setuju, langsung aku cepat-cepat membuka seluruh pakaianku dan langsung menyusul Vira di kamar mandi. Dengan mandi berdua, nafsuku semakin memuncak dan aku pun mulai merangsang Vira dengan meremas-remas buah dadanya disertai dengan kecupan di putingnya.
"Mas kita jangan lama-lama mandinya, nanti telat datang ke pestanya", kata Vira.
Sontak nafsuku menurun dan segera aku bergegas untuk menyelesaikan acara mandi berdua tersebut.

"Mas sebaiknya aku pakai baju yang mana yach?, yang putih atau yang merah?", bisik Vira meminta pendapatku.
"Yang putih saja", jawabku, karena bajunya mempunyai belahan di dada yang cukup rendah dan belahan punggungnya sedikit di atas pantatnya yang sekal (Vira memang rajin untuk merawat tubuhnya dengan senam, baik aerobic maupun body language). Bagian bawah baju tersebut juga mempunyai belahan yang cukup tinggi kira-kira 15 cm dari pangkal pahanya.
"Berarti aku tidak bisa pake beha donk, khan nanti bisa keliatan behanya", tanya Vira.
"Tidak apa-apa", jawabku, "Khan buah yang menggantung di dadamu itu sangat indah dan menarik".
"Trus CD-nya aku pake yang warna putih juga yach Mas, itu loh yang tadi sore aku beli di depstore".
(Untuk gambaran pembaca, CD tersebut sangat seksi di mana pantat pemakainya hanya ditutupi sebuah tali dan juga bagian depannya hanya menutupi bagian segi tiganya saja.

Pukul 19:30 tepat kami berangkat ke rumah temannya Andi di perumahan elit bilangan Jakarta Selatan. Sesampai kami di rumah tersebut, ternyata sudah banyak orang yang hadir kira-kira ada 8 cowok dan 2 cewek, kemudian kami disambut oleh tuan rumah yang mengadakan pesta. Kami dipersilakan untuk melihat-lihat situasi dan pemandangan di dalam rumah besar tersebut. silakan kalian semua untuk makan dan minum sepuasnya sambil menunggu acara dimulai. Karena perut kami yang sudah keroncongan maka kami berdua bergegas untuk melihat-lihat maupun mencicipi makanan yang tersedia.

Pada saat aku sedang asyik-asyiknya makan, temanku Andi datang menghampiri dan menanyakan bagaimana makanan dan minumannya. Enak jawabku. Setelah berbicara cukup lama kemudian mengajak aku untuk mengikuti sebuah kuis yang akan dimulai nanti pada pukul 23:00.
"Kuis apa?", tanyaku.
"Seru dech kuis-nya", jawab Andi, "tapi mainnya harus berpasangan, Elu dan Vira lu udech gue daftarin, ntar pas acaranya mulai lu jangan lupa masuk ke dalam yach, OK".

Lima menit sebelum acara dimulai kami berdua berjalan menuju ke rumah dan ternyata orang-orang sudah banyak yang berkumpul. Di dalam rumah tersebut sudah disediakan beberapa bangku berjajar sebagai tempat untuk bermain. Permainan demi permainan berlangsung cepat hingga tiba acara terakhir, Quiz Millenium.

Ketika acara permainan yang terakhir dimulai, kami berdua dan beberapa pasangan lain diminta untuk maju ke depan untuk diberitahukan hadiah dan cara bermain kuis-nya. Bagi pemenang kuis maka hadiah yang akan didapatkan adalah tour gratis ke Eropa untuk dua orang dan cara bermainnya adalah sebagai berikut: Setiap pasangan merupakan kelompok sendiri-sendiri dan diharuskan menjawab pertanyaan yang dilontarkan secara bergilir atau diperebutkan. Permainan terdiri tiga babak. Dalam tiap akhir babak akan dilakukan penilaian, setiap kelompok yang memiliki nilai terendah akan mendapat hukuman. Hukuman akan diberikan kepada peserta wanita dimana kelompok yang mempunyai nilai tertinggi akan memutar sebuah papan roulette yang akan menunjukkan berapa jumlah pakaian yang harus dilepaskan (yang dimaksud dengan pakaian adalah baju, celana, rok, BH, CD, stocking, ataupun segala sesuatu yang menempel di tubuh). Apabila sudah tidak ada pakaian lagi yang melekat di tubuh maka wanita tersebut diberikan kesempatan untuk melakukan tawaran untuk menutupi kekalahannya.

Melihat cara bermain seperti itu, sontak aku ingin mengundurkan diri dari permainan. Akan tetapi Vira berkata, "tidak enak khan Mas, kita khan sudah didaftarkan dan lagian siapa tahu kita bisa menangkan hadiah tersebut". Melihat Vira yang tidak keberatan untuk ikut permainan tersebut maka akhirnya kami jadi juga mengikutinya.

Karena grogi dan kurangnya pengetahuan mengenai narkoba, akhirnya pada babak pertama kami kalah sedikit dari kelompok lain. Akan tetapi karena peraturan hanya menghukum kelompok yang terendah maka hanya kami sajalah yang dikenakan hukuman. Kemudian kelompok yang memiliki nilai paling tinggi diminta untuk memutar roulette, dengan berdebar-debar aku menunggu roulette itu berhenti dan ternyata berhenti diangka dua, berarti Vira hanya diharuskan untuk melepaskan pakaiannya sebanyak dua buah. Karena peraturannya menganggap semua yang melekat di tubuh adalah pakaian maka Vira melepaskan kedua anting yang digunakannya.

Babak kedua dimulai dan kami semakin tegang dan nervous sehingga kami kembali tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan sudah bisa ditebak kami mendapat angka yang paling rendah lagi. Kelompok yang memiliki angka yang paling tinggi diminta untuk memutar roulette dan kali ini angka yang keluar cukup besar, lima, karena tidak ada pilihan lain maka Vira mulai melepaskan sepatunya (dihitung 2), stocking (dihitung 1), dan baju terusan (dihitung 2). Setelah selesai melepaskannya, Vira tinggal mengenakan CD yang seksi. Sekarang semua mata cowok dapat dengan bebas melihat buah dada Vira yang sekel (meskipun tidak besar) dan juga pantatnya yang tidak dapat ditutupi dengan CD talinya.

Di babak ketiga, kelompok yang lainnya, terutama yang cowok, semakin bernafsu untuk mengalahkan kami sehingga akan terlepaslah penutup satu-satunya yang masih tersisa di tubuh Vira. Pada babak ketiga ini adalah babak perebutan, setiap kelompok berusaha untuk menjawab terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai jika jawabannya benar. Akan tetapi karena angka kami terpaut jauh dengan kelompok lain maka mereka kompak untuk merebut setiap pertanyaan secara bergantian sehingga kami tidak mungkin merebut setiap pertanyaan yang dilontarkan. Pertanyaan terakhir sudah selesai diperebutkan dan ternyata kami tidak memiliki kesempatan untuk menjawab salah satu pertanyaan yang diajukan sehingga sudah bisa ditebak kami tetap berada pada juru kunci.

Kali ini pemilik angka tertinggi sangat bernafsu memutar roulette, sedangkan aku terduduk lemas ketika menyadari Vira akan jadi makanan empuk semua cowok di pesta tersebut. Ternyata angka yang keluar adalah angka yang paling besar, delapan, jadi hanya dengan satu yang tersisa di tubuh Vira tidak dapat mencukupi hukuman yang didapatkan. Karenanya Vira harus mengajukan penawaran untuk menutupi kekurangan tersebut. Setelah berunding sebentar, akhirnya Vira memutuskan dia akan bernegosiasi sendiri dengan kelompok pemenang tanpa menyertakan aku, supaya aku tidak cemburu melihat mereka dengan rakus dan bebas memelototi ketelanjangan tubuh Vira. Setelah bernegosiasi cukup lama akhirnya disepakati bahwa Vira dan aku juga harus mentaati beberapa hukuman sebagai berikut: Vira tidak diperkenankan untuk mengenakan selembar benang pun di tubuhnya, alias telanjang bulat, selama pesta tersebut berlangsung, kurang lebih 2 hari. Setiap cowok yang ada di dalam pesta itu hanya boleh menyentuh tubuh Vira dari pinggang ke atas dan paha ke bawah. Setiap cowok hanya boleh menyetubuhi Vira jika sudah mendapatkan persetujuan dari Vira.

Sebelum hukumannya dimulai Andi menyuruhku untuk masuk ke dalam sebuah ruangan berkaca dan tiba-tiba aku didorong dan dikunci dari luar. Aku tidak dapat keluar dari ruangan dan hanya dapat melihat dan mendengar apa yang terjadi di pesta itu.

Pada mulanya, belum ada cowok yang berani menyentuh tubuh Vira, mereka hanya berani memelototi saja. Melihat hal itu, Andi mengambil inisiatif untuk menghampiri Vira dan mulai melakukan rabaan maupun remasan di daerah buah dada dan putingnya. Kulihat Vira agak nervous karena ia tahu semua mata cowok tertuju padanya. Untuk menghilangkan nervous, Andi menawarkan minuman beralkohol kepada Vira, dan oleh Vira langsung diminum. Sementara itu Andi belum meningkatkan serangannya, ia hanya mengajak ngobrol untuk mencairkan ketegangan. Beberapa menit berlalu kulihat tingkah laku Vira mulai berubah ia mulai menikmati setiap rabaan dan remasan Andi, wajah Vira mulai menunjukan bahwa ia mulai tinggi nafsu seksnya. Lama-kelamaan tingkah laku Vira makin liar, ia mulai berani merespon serangan dari Andi dan kulihat putingnya mulai mengeras. Ternyata Andi telah mencampurkan obat perangsang dalam minuman yang disodorkan kepada Vira dan sekarang obat itu mulai beraksi.

Bersambung . . . .


No comments:

Post a Comment