Pages

Sunday, December 25, 2011

Pelayan di kantorku - 1

Lani, masih bocah, anak dari desa di Bogor, umurnya kira-kira baru 16 tahun, 165 cm/50 kg, bekerja sebagai pelayan di kantorku. Aku tahu kalau kontolnya gede saat secara kebetulan kencing berbarengan di toilet kantor. Suatu siang, ketika aku sedang kencing, Lani datang dan langsung kencing di urinal sampingku. Mataku mengintip. Saat dia merogoh celananya dan mengeluarkan kontolnya, aku nyAris kelenger. Uhh.., kontolnya seperti belalai gajah. Tidak disunat. Jatuh melengkung ke mulut urinalnya. Dalam keadaan tidak ngaceng itu, kontolnya nampak sebesar arem-arem (lontong Bogor isi daging & kentang) yang masih dibungkus daun pisang. Airnya kencingnya yang kuning keruh mancur dari ujung kulupnya. Pancuran itu nampak tebal, artinya lubang kencing kontol Lani pasti besar niihh. Jakunku naik turun, menelan air liurku sendiri. Darahku langsung naik, mataku nanar. Ampuunn, seperti apa gedenya lubang kencing itu, macam apa gedenya kontol itu kalau lagi ngaceng. Macam apa lagi kalau pancuran kuning keruh itu langsung mancur ke mulutku, uuhh. Sebagai photographer dari sebuah biro iklan di Jakarta, aku sering memotret obyek-obyek di luar Jakarta. Ada beberapa job yang harus segera kuselesaikan. Aku akan memotret obyek pantai di Anyer. Mungkin akan makan waktu sekitar 2 hari. Siang itu aku langsung ke ibu Erna, salah seorang manager kreatif kantorku dan sekaligus atasanku. Aku laporkan bahwa aku akan memotret ke Anyer. Bu Erna langsung menyetujuinya. 'Kamu harus kerja cepat Don. Minggu ini semua materi harus sudah masuk. Termasuk photo-photo Anyer. Kapan kamu berangkat?'. 'Mau saya sih sore ini, Bu. Dan saya minta ada yang membantu di lapangan, Bu. Kalau boleh, bagaimana kalau si Lani saya ajak'. 'Bagus. Kalau begitu siap-siap saja. Kerjaan lainnya kau serahkan saja pada Gono. Biar dia belajar tanggung jawab. OK. Kamu urus deh kebutuhanmu. Hubungi Dio (kasir kantor), aku tunggu apa-apa yang mesti saya tanda tangani'. Uhh.., senangnyaa.. Kupanggil Lani, 'Lan, kamu ikut aku ke Anyer. Ini perintah Bu Erna. Udah, tidak usah bawa apa-apa. Baju-baju nanti beli saja di sana. Paling-paling kamu khan hanya pakai celana kolor dan kaos oblong', kelakarku. Bukan main senangnya si Lani. Ini adalah tugas pertamanya ke luar kota. Sesudah aku berikan detail tugas-tugasnya, dia langsung mempersiapkan peralatan photography yang perlu di bawa. 'Jangan lupa tripod sama payung lampu. Dan ambil itu kotak kamera di lemari belakang, masukan semuanya ke mobil'. Semangat Lani membuat dia sigap dan tak kenal lelah. Dengan uang saku yang cukup banyak untuk bersenang-senang di Anyer nanti, pada pukul 5 sore itu aku sudah berada dibelakang kemudi Kijang kantorku, bersama Lani di sampingku. Di belakang tampak setumpuk peralatan memotret. Ada lampu, ada tiang, ada rol kabel dan lain-lainnya. Tetapi sungguh mati, yang aku pikirkan sepanjang 3 jam perjalanan ke Anyer itu hanyalah kontol Lani yang gede itu. Aku ingat saat di toilet tadi siang, kontol yang segede belalai gajah itu. Uuuhh .. aku jadi ngaceng sepanjang Jakarta sampai Anyer. Diselingi makan dan mengisi bensin di jalan, aku memasuki Hotel Mambruk Anyer sekitar jam 8.30 malam. Langsung check in. Aku memasuki kamar standar hotel itu, satu kamar bersama Lani. Sengaja aku minta single bed. Dan mau tidak mau si Lani mesti tidur seranjang denganku. Aku belagak pilon saja. Dan Lani yang belum pernah merasakan hotel, percaya saja sama aku. 'Kamu mandi dulu. Aku mau cari-cari keperluan buat kamu tuh di toko depan', aku akan carikan celana cossy pendek, celana dalam dan T-shirt untuk Laniku.. oohh. Kutunggu dia selesai mandi. Kuteriaki dari luar, 'Lan, pakai handuk saja, nih ganti baju dan celana yang bersih'. Lani keluar pakai handuk. Saat kuserahkan pakaian barunya, dia akan balik berpakaian ke kamar mandi, tapi kucegah. 'Di sini saja. Kaya cewek aja, pakai malu'. Dan untuk kedua kalinya aku berkesempatan untuk mengintip. Tetapi saat memakai celana dalam dan celana pendeknya, dia langsung mengenakannya dari bawah handuknya. Baru sesudah itu handuknya jatuh ke lantai. Yang bisa kusaksikan hanyalah gundukan yang menggunung dari arah celana depannya. Untuk sementara aku puas. Sesudah aku mandi, aku ajak Lani makan malam di restoran. Aku suruh dia mencoba makan steak. Dia belajar bagaimana makan dengan pisau dan garpu. Ohh.. dasar cah ndesoo.. Seusai makan, 'Minum bir ya..', tawarku. 'Saya tidak minum bir Pak, khan ada araknya, haram..', komentarnya pendek. Spontanitas erotis yang dibarengi naluriku keluar dari otakku.., aku membisikinya ,'Lan, yang tidak boleh minum bir itu mereka yang kontolnya disunat..', seketika Lani mundur dari bisikanku, dia menatapku .. 'Kamu khan tidak sunat.. ya khan??'. 'Koq Bapak tahu?!', dengan tampang heran. 'Tahuu doongg..', 'dari mana?', dia penasaran.. 'Tadi pagi khan kamu kencing di samping saya di kantor. Aku lihat kontolmu yang gede itu. tidak disunat khan?', dia tersipu, malu barangkali.. 'tidak pa-pa,.. makanya minum saja. Nihh..'. Diambilnya gelas bir yang kusodorkan. Dia minum sedikit, terus nyengir, 'Pahit koq..?!' 'Pelan-pelan, jangan langsung ditetidak habis. Taruh dulu sambil lihat-lihat tuh.. cewek.. cantik khan.. aku ingin lihat kalau kontolmu ngaceng segede apaan..??', aku berucap sambil tersenyum, melirik reaksinya. Dia tertawa, 'Bisa saja Pak Dondi ..'. Kira-kira jam 10.30 kami kembali ke kamar. Aku lihat dia agak sempoyongan. Kurangkul pinggulnya. 'Lan, aku penasaran.. gimana sih kontolmu bisa gede..?', 'tidak tahu pak, khan udah dari sononya kali ..', jawabnya tidak begitu malu lagi .. 'Boleh lihat tidak Lan, boleh lihat tidak Lan.., tidak pa-pa yaa??!'. Dia tidak menyahut, sempoyongan. Aku buka pintu. Lani langsung merebahkan badannya telenyang di ranjang. Dia menutup matanya. Bagian celananya yang menggunung tak bisa kulepaskan dari pandanganku. Aku menelan ludahku. Adakah sengaja dia membiarkan aku memandangi gundukan itu? Pernahkah, mungkin pernah ada seseorang yang.., entah siapa orangnya. Mungkin di desanya sana.. yang juga menggoda seperti aku sekarang ini?? Aku tidak ngerti. Aku duduk saja di kursi persis di depan dia telentang di ranjang. Tanpa kelihatan olehnya aku mengelusi kontolku yang ngaceng dari luar celanaku. Karena semakin kegatalan terserang birahi, kuraih koran dari meja disampingku untuk menutupinya. Tanganku masuk merogoh kontol dalam celanaku. Aku mengelus-elus, memijit-mijitnya. Aku sangat horny. Sambil terus memandang dengan ekor mataku, aku membayangkan tanganku membuka kancing celana pendeknya, menarik resluitingnya, mengeluarkan kontolnya yang masih lemes kali, mengendus aromanya dan menciumi, menjilati dan mengulumnya. Elusan dan pijitan pada kontolku semakin intensif. Kontolku semakin menegang. Aku merasa perlu mengendorkan celanaku, kubuka kancing dan resulitingku. Kurogoh kontolku dan kukeluarkan dari pinggir celana dalamku. Kuteruskuan pijitan dan elusan-elusanku. Semakin horny hingga precumku mencetus. Semakin nikmat. Hhhuuhh.. aku mendengus pelan. Air maniku muncrat di tangan. Sebagiannya meleleh ke celanaku. Dengan sedikit beringsut kontolku lekas kumasukkan kembali ke celana. Sedikit kutekan agar tidak nampak menonjol dari luar. Kemudian aku bersender pada jok kursiku. Masih menikmati bagaimana spermaku tadi muncrat dengan sangat nikmatnya.. Kemudian aku pindah ke ranjang, aku rebah menghadap ke Lani. Kulihat dia masih menutup matanya. 'Tidur Lan??'. 'belum, Pak ..'. Aku terdiam. Sama-sama diam. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Lani. Rasanya aku terlelap. AC kamar yang begitu dingin membuat aku terbangun. Aku lihat jam tanganku. Pukul 2 malam. Aku lihat Lani disampingku. Ternyata dia belum bergerak dari posisi semula saat dia merebahkan diri telentang diranjang sepulang makan malam tadi. Kulihat sepatunya belum dilepas. Kugoyang-goyang tubuhnya, kubangunkan dia. Tak juga bergerak. Huh.. dasar bocah desa.. makan kenyang lantas tidur, kaya orang mati lagi, biar kamar hotel rubuh rasanya dia tidak akan bangun juga. Aku turun dari ranjang. Kulepaskan sepatunya. Hi.., hi.., baru kali ini ada bos membukakan sepatu pelayannya. Tetap saja dia tetap tidak bangun seperti orang mati. Kulepas tali sepatunya, kulepas sepatunya satu-satu, kulepas kaos kakinya, tiba-tiba saat itu juga, keluar keinginan isengku. Aku cium kaos kakinya, huh.., bau sepatu murahan campur bau kaki anak desa, seperti bau rumput alang-alang. Aku jadi bernafsu. Di tengah malam yang dingin di kamar AC ini libidoku ikut bangun. Birahiku datang. Kaos kaki Lani itu kuciumi lebih dalam ke hidungku. Kuisap-isap, barangkali ada keringat kakinya yang nempel. Kontolku lantas jadi ngaceng berat. Aku kemudian melihat kesempatan. Lani yang tidurnya kayak orang mati ini. Wow.., pelan-pelan hidungku kutempelkan pada kakinya, pada jari-jari kakinya, kuhirup aromanya .. Kuciumi pula telapak kakinya, kujilat tengahnya, tepi-tepinya, kugigit tumitnya, uuhh.., sedap sekalii.., Aku semakin berani.., betisnya kujilat, kucium dan kusedot.., Lani menggeliat, tetapi tidak juga bangun. Terdengar nafas bocah ini yang sangat lelap tertidur. Keberanianku mendorong tanganku merogoh lebih dalam ke celananya. Kuraih kontolnya dan dengan perlahan kuremas-remas. Aku jadi ingin sekali membuka resluiting celananya. Tanganku melepas kancing celana dan resluitingnya. Nampak celana dalamnya. Pelan-pelan semuanya aku perosotkan ke bawah hingga pahanya. Kontolnya yang seperti belalai gajah itu terkulai. dari jembut-jembutnya yang nampak rapi tumbuh di seputar selangkangannya yang coklat mulus bersih, selangkangan bocah desa ini, kontol itu nampak lembut dan pasrah. Kudekatkan hidungku. Aroma "rumput ilalang" pedesaan kembali menerpa hidungku. Kontol Lani yang masih terbungkus kulupnya yang tebal itu seakan memanggilku untuk mengulumnya. Sambil tangan kiriku mengelusi kontolku sendiri dalam celanaku, tangan kananku meraih belalai kecil itu. Aku menjilatinya, kemudian mengulumnya, menyedot-nyEdotnya. Kemudian kukeluarkan dari mulutku. Aku ingin melihat ujung kontolnya saat tidak tertutup kulup. Kutarik kulupnya pelan ke belakang kepalanya. Seakan monumen yang baru diresmikan. Tutupnya meluruh pelan-pelan. Ujung kontol Lani muncul, dimulai dengan penampakkan celah yang dalam yang menyimpan lubang kencingnya. Kemudian muncul, muncul, muncul .., semakin utuh kepala itu menampakkan bentuknya. Hhhuuhh.. ini sich helm raksasa. Bonggolan jamur merang merah besar yang masih kuncup segar.. hhuuhh. Sulit aku menahan liurku. Saat kudekatkan hidungku, bau keju menyergap.. oo yaa.. macam gini nih yang jarang aku temui. Bau yang khas dari kontol yang tidak disunat. Keringat yang keluar dari kulup dengan permukaan helm Nazinya menggumpal tersembunyi pada lipatan-lipatan kulup itu yang kemudian tersimpan beberapa waktu hingga mengeluarkan bau keju kontol, demikian yang aku tahu. Dan bau itu sangat khas tentunya. Lidahku berusaha mencari "keju" itu .. dan saat kudapatkan, yang kurasakan ujung lidahku menyentuh sesuatu yang sedikit lengket ke kulit lipatan kulup, lidahku langsung menyapu menjilati untuk dibawa kemulutku dan kukenyam-kenyam merasakan asin-asinnya sebelum akhirnya kutelan mengisi perutku. Selanjutnya kujilati "jamur merang" merah yang besar dan segar itu. Ooohh .. nikmatnya menjilati kontol Lani, anak bocah, pelayan kantorku, yang tetap terlelap dalam tidurnya. Sambil tangan kiriku mengelus dan memijit-mijit kontolku sendiri, aku menjilati kontol Lani sepuasku. Aku semakin beringas. Birahiku semakin meliar. Sementara aku bingung dari mana bagian lain yang aku ingin lahap berikutnya. Paha Lani yang kerempeng juga menarik nafsuku. Kujilat hingga semua pori-porinya lumat oleh ludahku. Kemudian tanganku mencoba menyingkap T-shirtnya. Dada Lani yang tipis kurambah. Aku menyisir mulai dari perutnya. Heran .. tidur Lani sama sekali tidak terusik. Aku ingin menciumi ketiaknya, tetapi sulit. Tidak mungkin aku mengangkat T-shirtnya. Akhirnya aku cium saja wajahnya. Bibirnya yang sedikit menganga dalam tidurnya, kulumat. Aku mencoba mengisap ludahnya. Dapat.. Kulumat bibir Lani hingga puas. Tidurnya sama sekali tidak bergeming. Mungkin asyik dalam mimpinya. Pada gilirannya, kucoba memiringkan tubuhnya. Ternyata dia bergerak, tetapi bukannya terbangun. Dia miring dengan posisi bokongnya setengah tengkurap. Dan posisi itu yang memang aku harapkan. Dengan posisi itu aku bisa menciumi bokongnya, kemudian menciumi lubang analnya yang terbuka dengan sedikit tanganku membelah celah pantatnya itu. Langsung aroma anal Lani menyergap hidungku. Huuhh.. aku sungguh terangsang. Elusan dan pijitan tangan kiri pada kontolku menjadi semakin intensif. Aku mengendorkan celanaku dengan membuka kancing dan resluitingnya. Kukeluarkan kontolku dari celah samping celana dalamku. Kemudian elusan dan pijitan tanganku berubah jadi kocokkan halus sepenuh nikmat perasaan yang mengalir melalui fantasi seksku. Kujilati lubang anal Lani. Disinilah, saat wajahku sibuk di anal ini, dengan lidah yang menjilat-jilat dan dan bibir yang menyEdotnya, aku ingin spermaku muncrat.
Bersambung . . . .


No comments:

Post a Comment