Untuk menyelesaikan tugas kuliah, aku harus meminjam buku dari teman. Tapi, sayang bukunya sedang dipinjam oleh teman ceweknya. Dia menyarankan untuk menelepon temannya, siapa tahu sudah selesai. Dia lalu memberi nomor telepon, kucatat dan langsung aku menelponnya.
telepon diangkat, suara cewek menyapa dari seberang sana. Waktu kutanya nama teman tersebut, dijawab tidak ada. Rupanya salah sambung. Entah temanku yang salah memberi nomor, atau aku yang salah catat. Yang pasti, karena aku merasa cewek penerima telepon itu tidak mau terburu-buru memutuskan hubungan, aku juga tidak langsung menutup telepon. Pendek kata, terjadilah perkenalan dan dialog yang cukup panjang. Aku jadi tahu dia tinggal di daerah Lebak Bulus bersama pembantu, adik perempuan dan anak ceweknya. Erni, begitu namanya, berumur 36 tahun, dan sudah lama menjanda.
Telepon salah sambung itu berlanjut dengan pertemuan. Sebab, Erni bilang lebih nikmat kalau kita ngobrol langsung, jadi dia memintaku datang ke rumahnya, saat itu juga. Tidak peduli dengan tugas kuliah, buru-buru aku tancap gas ke Lebak Bulus. Sampai di sana Erni sudah menyambutku, cuma memakai daster, seperti yang tadi dia bilang di telepon.
Setelah berkenalan, Erni mengajakku masuk ke ruang tamu. Dia bertanya, aku mau minum apa?, Seperti biasa, aku minta kopi. Sambil menunggu Erni membuat kopi, aku memperhatikan suasana rumah. Di ruang tengah yang bersebelahan dengan ruang tamu cuma ada pembantunya sedang asyik nonton TV bersama adik perempuannya.
Tidak lama Erni keluar membawa secangkir kopi panas. Waktu meletakkan cangkir kopi di meja, badannya membungkuk, dan karena dia tidak memakai BH, tanpa tedeng aling-aling aku menyaksikan dua gunung putih indah tergantung di dadanya, seperti mau jatuh ke lantai. Tapi tidak lama, karena dia segera berdiri dan langsung duduk. Kami lalu ngobrol akrab meneruskan omongan di telepon tadi. Di tengah pembicaraan, aku memintanya untuk mengambilkan segelas air putih karena leherku terasa kering. Mungkin karena selama ngobrol aku terus-terusan membayangkan payudaranya yang indah. Apalagi, pembicaraan mulai mengarah kesana.
Sekali lagi, waktu meletakkan gelas di meja, aku menyaksikan keindahan buah menggelantung di dadanya. Kali ini aku tidak tahan lagi.Sebenernya sih sekarang yang paling nikmat minum susu, tapi adanya cuma air putih, kataku.Dia langsung sadar apa yang terjadi. Refleks tangannya menutupi dasternya. Sambil senyum dia berkata, Susunya ada, tapi cuma buat Ingrid (nama anaknya)Aku makin berani, Kalo gitu, aku mau pinjem sama Ingrid, pasti diberi, Mana dia?
Rupanya si gadis cilik sudah tidur. Aku makin nekat dan memaksa, Tolong bangunin deh, aku ngomong sebentar mau pinjem botol susunya, nanti dia juga tidur lagiErni tertawa, tapi tampaknya tahu kalau aku sudah bernafsu kepadanya. Tidak lama kemudian, dia pindah duduk ke sampingku.Lalu bicara pelan seperti berbisik, Beneran mau pinjem sama Ingrid?.Aku menggangguk dan langsung berdiri. Dia juga berdiri dan mengajakku masuk. Di ruang tengah cuma ada adik perempuannya sendirian asyik nonton TV sambil tiduran di karpet. Pembantunya rupanya sudah tidur duluan.
Erna, begitu nama adik Erni, sudah menikah, belum mempunyai anak, tapi sedang pisah ranjang dengan suaminya. Dia lebih cantik dan seksi dibanding Erni. Apalagi dengan busananya malam itu, singlet tipis tanpa BH memperlihatkan putingnya dan short super pendek yang memamerkan keputihan, kemulusan, dan kepadatan pahanya. Erna tidak kelihatan risih, atau berusaha menutupi bagian tubuhnya yang terbuka, waktu diperkenalkan kepadaku.
Erni kemudian menarik lenganku untuk mengikutinya sambil bicara kepada Erna, Pintunya jangan lupa dikunci ya. Yang menakjubkan, Erni bukannya mengajakku ke kamar Ingrid, anaknya, tapi malah masuk ke kamarnya yang agak berantakan. Sebuah ranjang ukuran king size seperti menanti kedatangan kita. Tanpa basa-basi lagi, aku cium Erni. aku jilatin kuping dan lehernya. Sementara tanganku memeluk pantatnya keras-keras sambil ngeremas-remas. Tanganku yang satu lagi langsung menelusup ke balik dasternya untuk meremas-remas payudaranya. Erni tertawa kecil melihatku sudah begitu bernafsu. Dia segera mencopot daster dan CD-nya, lalu membantuku melepaskan pakaian.
Setelah sama-sama polos, dia menarikku ke atas ranjang. Tanpa memberi kesempatan sedikit juga, dia langsung menindihku. Dengan gerakan yang sangat agresif dan berpengalaman dia mencium habis bibirku, menjilati badanku, sementara liang kewanitaannya digesek-gesek naik-turun di atas penisku. Asyik benar. Apalagi jilatannya benar-benar yahud. Dari leher, dada, terus turun sampai ke selangkangan. Bijiku dijilatin, terus ditelen dan disedotnya dengan lembutnya. Lubang pantatku juga dijilatin habis. Dan tentu saja, penisku jadi santapan utamanya. Mula-mula dijilatin bagian bawahnya, terutama pada lipatan di bawah kepala penis. Setelah itu dia masukkan penisku ke dalam mulutnya, mula-mula cuma kepalanya, batangnya, terus dimasukkan lagi sampai mentok di kerongkongannya. Lalu dia kulumnya penisku seperti anak kecil makan es lilin.
Diservis begitu rupa, aku tidak cuma tinggal diam. Tanganku gerayangan ke sana kemari, melakukan serangan balik. Mula-mula cuma mengelus-elus punggung dan pahanya. Terus ngeremas-remas payudaranya. Pindah lagi ke liang kewanitaannya. Sampai-sampai dia yang awalnya seperti mau menang sendiri menjadi pasrah, membiarkan posisi badannya kuputar. Sambil terus menjilati dan menyedot penisku, kaki Erni sekarang seperti menjepit kepalaku. Berarti, kemaluannya yang berbulu agak jarang tapi kelihatan sangat tebal itu menantang di depan mataku. Tanpa buang-buang waktu, kujilat lubang kenikmatan itu. Dan itulah rupanya titik terakhir pertahanan Erni.
Belum terlalu lama aku melahap bibir kewanitaannya, Erni tiba-tiba berubah menjadi seperti kuda liar nan ganas. Dengan penuh birahi dia memberikan kenikmatan seks yang luar biasa. Dia begitu ganas memberi rangsangan di sekujur badanku. Dia juga begitu agresif menancapkan lubang senggamanya ke penisku. Dan dia sungguh liar ketika menggoyang-goyangkan pantatnya turun-naik, diputar ke kiri ke kanan, turun-naik, penisku terasa dikucek-dikucek, dibilas dan diperasseperti (mungkin) kalau dimasukkan ke dalam lubang mesin cuci.
Permainan seks yang betul-betul heboh itu berakhir dengan semprotan spermaku di dalam mulut Erni. Setelah istirahat sebentar, ronde kedua dimulai. Kali ini berlangsung jauh lebih liar lagi, sampai badanku dan dia penuh bekas gigitan dan cakaran. Setelah ronde kedua berakhir, Erni keluar kamar dan masuk lagi diikuti Erna adiknya yang rupanya sudah ketiduran di depan TV. Dengan wajah tidak peduli, seperti tidak ada sesuatu yang luar biasa, Erna merebahkan diri di atas ranjang, persis di sampingku yang masih bugil dan salah tingkah karena tidak tahu mesti berbuat apa. Erna cuma tersenyum melihatku, kemudian membalikkan badan sambil memeluk guling yang dibawanya, dan meneruskan tidurnya.
Terus terang, diam-diam, aku sebenarnya pingin benar menyetubuhi Erna. Tapi bagaimana dengan Erni yang tanpa sepotong benang di badannya mendekatiku, langsung menindih, memeluk dan mencium leherku?
No comments:
Post a Comment