Pages

Sunday, October 14, 2012

Pengorbanan seorang ibu - 6

Awek Pantat Panas CantikBanu mendekatkan kedua tangannya ke pahaku lalu menarik celana dalamku ke bawah. Aku mengangkat pantatku sedikit untuk memudahkan dirinya menelanjangiku. Tak sampai hitungan menit, celana dalamku sudah lepas dari tubuhku. Kini kami berdua sudah dalam keadaan telanjang bulat. Sekarang Banu benar-benar terpana melihat pemandangan paling indah yang tidak pernah dilihat atau bahkan diimpikan sepanjang hidupnya. Di hadapannya, sebuah vagina yang bersih karena tidak ada bulu-bulunya terpampang jelas di depan matanya. Aku melihat keragu-raguan di matanya. Seperti seorang guru yang sedang mengajari muridnya, aku dekatkan kepala Banu ke vaginaku.

"Jangan bengong aja Nak. Cium memek ibu, jilat memek Ibu. Lakukan apa saja Nak," aku menyuruh Banu untuk melakukan aksinya.



Tak lama, Banu mendekatkan kepalanya ke vaginaku dan mulai menciumi permukaan vaginaku. Aku mendesah pelan. Lima menit setelah puas menciumi seluruh permukaan vaginaku, Banu mengeluarkan lidahnya dan mulai menjilati vaginaku. Aku merasakan permukaan yang kenyal dan basah yang menyentuh vaginaku. Perasaanku semakin tidak karuan saja. Tangan kananku berusaha membantu. Dengan dua jari aku berusaha membuka vaginaku sehingga sekarang tidak hanya permukaanya saja yang tersapu oleh lidah Banu, tetapi lidah Banu juga mulai masuk ke dalam vaginaku. Banu bahkan bisa menggigit-gigit kecil.

Nafasku semakin tidak beraturan. Tanpa diperintah, Banu memasukkan dua jari tangan kanannya ke vaginaku. Aku semakin tidak karuan saja. Dia mengocok-ngocok vaginaku sambil tetap menjilatinya. Pantatku bergoyang-goyang tidak karuan. Tidak puas hanya menjilati vaginaku saja, saat pantatku terangkat Banu juga menjilati lubang pantatku. Aku sebenarnya ingin melarangnya karena itu menjijikkan tetapi aku tidak sanggup karena nafsu sudah menguasaiku. Tidak sampai lima belas menit kemudian aku merasakan ada dorongan kuat dalam diriku.

"Ahh.. Ibuu mauu keluuaar.. Naakk.." teriakku mendekati orgasmeku yang pertama.

Serr.., ser.., air maniku muncrat keluar. Seakan tidak ingin mengecewakan Ibunya, Banu membuka mulutnya lebar-lebar untuk menampung muncratan air maniku. Beberapa semprotan sempat mengenai wajahnya. Mulutnya menggembung seakan tidak muat menampung banyaknya air maniku yang memang sudah tidak keluar selama beberapa hari. Aku mengira Banu akan menelan air maniku, tetapi ternyata pikiranku salah.

Setelah yakin bahwa vaginaku sudah tidak mengeluarkan mani lagi, Banu mendekatkan kepalanya ke kepalaku. Aku masih belum tahu apa maksudnya. Tangan kanan Banu memegang pipiku memintaku untuk membuka mulutku. Aku dapat menebak apa maunya, dan entah mengapa aku mau saja membuka mulutku lebar-lebar. Banu membuka mulutnya sedikit demi sedikit. Dan sedikit demi sedikut pula, setetes demi setetes air maniku yang sudah ditampung Banu di mulutnya menetes ke mulutku. Aku menerima tetesan demi tetesan.

Tak lama, Banu mendekatkan mulutnya dan menciumku dengan mulut yang sedikit terbuka. Air mani yang sudah berpindah tempat ke mulutku dipermainkannya. Lalu Banu membalik tubuhku sehingga kini aku berada di atas tubuhnya sambil kedua mulut kami masih tetap menyatu. Dalam posisi di atas Banu, mau tidak mau air maniku yang sudah berada di mulutku kembali mengucur ke mulutnya karena mulut kami berdua membuka. Tak menyia-nyiakannya, kali ini Banu langsung menelan semua air maniku yang tadi kami buat mainan di mulut kami berdua. Ditelannya semua air mani itu tanpa sedikitpun yang tersisa untukku.

"Aahh.. Segar sekali air mani Ibu.. Enak Bu..," kata Banu sambil tersenyum di sela daesah nafasnya yang masih tidak teratur.
"Kamu suka Nak? Ibu senang kalau kamu menyukainya. Peju kamu juga enak kok," kataku menimpali, sambil tersenyum kepadanya.

Tak berlama-lama, aku turun ke bagian selangkangannya. Aku pegang kontolnya yang masih tegang seperti tiang bendera. Aku pegang kontol Banu dengan tangan kananku. Tidak menunggu lama, aku oral lagi kontol Banu. Banu kembali mendesah-desah mendapat perlakuan itu lagi. Aku memajumundurkan mulutku yang sedang menghisap kontol anakku. Sepuluh menit kemudian, aku minta Banu untuk berdiri dari sofa. Aku tidur telentang di sofa menggantikan dirinya.

"Masukkan kontolmu sayang. Memek Ibu sudah pengen ngerasain kontol gedemu," pintaku kepada Banu sambl menyibakkan lubang vaginaku untuk memudahkan penetrasi yang akan dilakukan Banu.

Banu memegang kontolnya dan bersiap-siap untuk mencobloskan ke vaginaku. Diusap-usapkannya ujung kontolnya di pintu masuk vaginaku dan.. Breess..

"Aahh..," teriakku ketika kontol gede itu menembus vaginaku.

Sleep.. Sleep.. Plok.., suara kocokan kontol banu di vaginaku.

"Enaakk.. Yaangg.. Teruss.. Kontolmu gede.. Naak.." aku meracau tidak karuan.

Banu tidak berkata apa-apa. Hanya desahan-desahan yang semakin keras yang keluar dari mulutnya. Keringat deras membasahi tubuhnya. Aku pandangi wajahnya. Betapa tampannya anakku ini, dalam hati aku berpikir. Aku menggoyangkan pantatku untuk mengimbangi permainan Banu. Aku mengusap keringat yang membasahi wajahnya dengan kedua tanganku. Mungkin ini adalah kasih sayang seorang ibu.

Lima belas menit kemudian, aku meminta Banu untuk mencabut kontolnya dari vaginaku. Banu melakukannya walaupun dengan keraguan. Lalu aku memintanya untuk tidur telentang di sofa. Setelah Banu tiduran, aku mengangkangi selangkangannya. Aku pegang kontol Banu, lalu aku mencoba untuk mengepaskan ke lobang vaginaku. Setelah aku rasa tepat, aku turunkan pantatku dan.., Bleess..

Kontol Banu kembali memasuki sarangnya. Aku menaikturunkan tubuhku untuk mengocok kontol Banu. Kedua gunung kembarku bergoyang naik turun seperti mau lepas. Aku pegang tangan Banu dan aku arahkan ke payudaraku. Banu sudah mengerti apa yang aku mau. Sambil menggerakkan pantatnya naik turun menyambut vaginaku, kedua tangan Banu bergerak aktif meremas-remas payudaraku. Hal ini semakin menambah rangsangan buatku dan..

Seerr.. Seer.. Seerr.., aku mengalami orgasme yang kedua. Tetapi Banu tampaknya tidak peduli dengan itu. Dia tetap saja menaikturunkan pantatnya. Aku biarkan saja dia meski sebenarnya aku ingin istirahat.

"Bu, ganti posisi donk, Ibu turun dulu," kali ini Banu yang meminta untuk berganti posisi.

Aku lepaskan jepitan vaginaku yang basah karena sudah orgasme. Banu berdiri dari sofa.

"Sekarang Ibu berdiri menghadap sofa, lalu berpegangan ke sofa," pinta Banu.

Aku yang masih tidak mengerti apa maksudnya mengikuti saja apa maunya. Setelah aku berposisi menungging sambil berpegangan ke sofa, Banu memasukkan kontolnya ke vaginaku dari belakang.

"Aahhggh.. Hebatt.. Kamu naakk..", aku menjerit lagi.

Kali ini dengan posisi yang belakangan aku ketahui bernama "Doggy Style" kami berdua melanjutkan 'olahraga' seks kami. Dari belakang Banu meremas-remas dan mengusap-usap pantatku. Ruangan ini dipenuhi dengan suara-suara erotis yang menandakan dua insan sedang beradu kenikmatan. Tak hanya meremas pantatku, dari belakang Banu juga meremas-remas kedua payudaraku. Aku pun tidak mau kalah. Vaginaku meremas-remas kontolnya yang sedang berada di dalamnya. Pantatku pun tidak mau tinggal diam. Aku memutar-mutar pantatku untuk menambah sensasi yang dirasakan oleh Banu. Rupanya apa yang aku lakukan itu membuat pertahanannya runtuh juga. Aku pun tidak bisa lagi menahan orgasmeku yang ketiga.

"Sayaangghh Ibu mau keluaarr laggii..," aku menjerit keras ketika aku merasakan akan orgasme untuk yang ketiga kalinya. Seerr.. Seerr.. Aku merasakan vaginaku basah oleh air maniku sendiri.
"Buu.. Aku juugaa mauu keluaarr..," teriak Banu. Mendengar itu aku segera saja meminta Banu untuk mencabut kontolnya.
"Cabut kontolmu sayang.. Ibu mau minum air pejumu lagi..," aku memintanya.

Banu segera mencabut kontolnya. Aku segera saja berbalik dan memasukkan kontolnya ke mulutku. Aku tidak peduli dengan air maniku yang masih menempel di kontolnya. Toh, rasanya juga enak. Sepuluh menit aku mengocok kontolnya dalam mulutku dan..

Croot.. Croot.. Croot.., sperma Banu menyemprot ke dalam rongga mulutku. Tidak sebanyak yang pertama memang, tapi aku tidak peduli. Semua sperma yang disemprotkan kontol Banu aku telan. Gurih dan wangi. Aku semakin menyukai rasa sperma dari anak-anakku. Setelah kontolnya tidak lagi mengeluarkan sperma, aku jilati kontolnya untuk membersihkannya.

Banu lalu duduk di sofa dengan nafas yang tidak karuan. Aku memandangnya, dan dia pun memandangku. Aku tersenyum kepadanya, begitu juga dia. Aku suruh dia mendekat. Aku peluk dia seperti seorang kekasih yang lama tidak bertemu.

"Terima kasih Nak. Ma'af, Ibu melakukan ini kepadamu. Kamu suka?" aku bertanya kepadanya.
"Banu bahagia sekali meskipun Banu tidak tahu mengapa Ibu melakukan ini. Tapi Banu tidak peduli. Banu sayang sama Ibu," jawab Banu sambil tersenyum.
"Tapi, bolehkah Banu melakukan ini lagi sama Ibu?" tanya anakku itu. Aku tersenyum mendengar pertanyaannya. Toh, ini semua aku yang memulai.
"Tentu saja sayang. Kapanpun kamu mau, selama tidak ada orang," jawabku sambil mengelus kepalanya.

Selama kedua saudaranya tidak ada di rumah, aku dan Banu terus melakukan hubungan sedarah itu. Kami melakukannya di tempat tidur, di dapur, di kamar mandi di mana saja asal memungkinkan. Aku pasti akan menceritakan kelanjutan hubungan yang kami lakukan selama kedua saudaranya tidak ada di rumah dalam tulisan selanjutnya.

Dan setelah kedua saudaranya pulang, ada satu kejutan besar yang aku lakukan. Aku menceritakan kepada mereka bertiga bahwa aku sudah bersebadan dengan ketiganya. Walau sangat terkejut mereka dapat menerimanya. Cerita tentang ini juga akan aku ceritakan dalam tulisanku selanjutnya. Aku mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman penulisku yang bersedia mendengar kisahku dan bersusah payah menuliskan cerita ini di situs RumahSeks.

Tamat


No comments:

Post a Comment